Nona Tanpa Nama

5 2 0
                                    

Alis Cinta hampir menyatu karena pria itu penjaga yang tadi ia lihat. "Kau penjaga resto ini, 'kan?" tanya Cinta sekenanya dengan suara yang cukup lantang.

Naru menatap Cinta tajam penuh intimidasi.

Monica langsung menoleh ke arah Cinta yang salah paham dengan keadaan saat ini. "Dia in--"

"Sungguh tak sopan berada di ruangan atasan tapi berlagak seperti majikan dan menatap kami seperti itu," nyinyir Cinta yang tak suka dengan tatapan tajam Naru padanya.

Monica dibuat darah tinggi oleh celoteh Cinta karena memang sahabatnya ini lebih suka mengatakan keadaan yang sebenarnya dan mencurahkan segala unek-uneknya, jika memang apa yang ia katakan adalah benar, apalagi Cinta tadi melihat pria di hadapannya ini masuk membawa kunci resto tersebut dan membukanya.

"Siapa dia, Monica?" tanya Naru dengan suara dingin bagai senar gitar yang putus tak enak di dengar oleh telinga Cinta.

"Pak Penjaga resto! Tolong yang sopan sedikit pada Chef Monica!" Cinta lagi-lagi mengeluarkan segala kedongkolan hatinya.

Monica mengacak-acak rambutnya sembarangan. Monica tersenyum pada Naru dengan raut wajah tak enak hati.

"Maafkan teman saya, Chef Naru!" Monica sengaja menegaskan nama Naru agar Cinta paham keadaan saat ini.

Wajah Cinta yang awalnya membalas tatapan tajam Naru kini terlihat terkejut karena pria yang berada di hadapannya itu bukan penjaga resto, melainkan pria tampan itu adalah seorang Chef sekaligus pemilik restoran itu.

Wajah Cinta sudah tak enak hati karena ia seenaknya saja mengira pria tampan dengan iris mata kebiruan itu sebagai penjaga.

Naru melihat ekspresi Cinta sudah dapat menembak, jika perempuan di hadapannya ini merasa bersalah padanya karena sudah salah kira. "Untuk apa dia kemari?" tanya Naru pada Monica tanpa melihat ke arah Cinta karena ia ingin Cinta tahu, jika dirinya tengah marah pada pemilik toko kue tradisional tersebut.

"Begini, Chef! Dia ingin melamar menjadi Asisten Anda untuk satu bulan ke depan," jelas Monica pada atasannya.

Naru masih tak melihat ke arah Cinta. Ia menatap lurus ke depan tanpa melihat ke arah siapa pun diantara kedua perempuan yang berada di hadapannya. Tepatnya, Naru melihat pada celah antara Monica dan Cinta berdiri.

"Apa aku harus menerima seorang Asisten yang sudah berani menyamai diriku dengan seorang penjaga resto ini?" tanya Naru pada Monica namun, sebenarnya Chef tampan itu tengah menyindir Cinta secara tidak langsung.

Cinta menundukkan kepalanya karena dia sudah salah sangka pada calon Bosnya tersebut.

"Mati kau, Cinta! Bukannya membuat calon Bosmu senang, ini malah membuatnya risih, bahkan malu karena kau menyamainya dengan seorang penjaga." Cinta bermonolog dalam hatinya.

"Maafkan teman saya, Chef! Tapi dia berminat menjadi Asisten Anda!"

"Bagaimana, jika aku menolaknya saat ini juga," sambung Naru yang masih berada di ambang pintu ruangannya tanpa menyuruh kedua perempuan itu masuk.

Monica masih diam memutar otaknya. "Jika memang sudah ada kandidat lain, biarkan teman saya ini pulang dan maafkan atas kesalahpahaman hari ini," ujar Monica yang sebenarnya ingin mengingatkan Naru, jika tak ada orang yang mau melamar menjadi seorang asisten Chef-nya karena semua orang yang mengenal Naru pasti kabur membayangkan kekakuan pria itu.

Naru diam mencerna perkataan Monica.
"Jika aku tak menerimanya, maka aku akan kerepotan sendiri," ujar Naru dalam hati.

Naru dengan terpaksa melihat ke arah Cinta yang masih menunduk dengan surat lamaran yang masih dipeluknya erat-erat.

Monica melirik ke arah Bosnya itu. Ia ingin tahu apakah pancingannya berkerja pada Naru atau tidak dan senyum kecil dari bibir Monica timbul.

"Untung tak ada yang melamar menjadi, Asisten Chef Naru! Jika ada, sudah habis Si Cinta di maki sampai lemas," celoteh Monica dalam diamnya.

"Apa kau bisa memasak?" tanya Naru pada Cinta dan gadis itu tak menyahut pertanyaan dari Naru karena Cinta mengira, jika pertanyaan itu di tujukan untuk Monica.

Monica yang gemas dengan sahabatnya, akhirnya menyenggol bahu Cinta dan si empunya bahu menoleh ke arah Monica dengan kepala mendongak sedikit dibarengi raut wajah kebingungan.

Naru melihat itu semua. "Aku bertanya padamu Nona tanpa nama," celetuk Naru menyandarkan bahunya pada kusen pintu ruangannya.

Cinta menatap ke arah Naru dengan senyum kikuk. "Anda berbicara dengan saya?" tanya Cinta memastikan lagi.

"Tentu saja denganmu! Siapa lagi yang aku tanyakan bisa memasak atau tidak? Monica bakatnya sudah tak dapat aku ragukan lagi, jadi aku bertanya padamu, Nona Tanpa Nama!"

"Maaf, Pak! Eh ... Chef maksudnya."

"Jadi, apa jawabanmu?" tanya Naru kembali.

"Saya bisa memasak ta--"

"Ikut aku ke dapur untuk memastikannya," ajak Naru pada Cinta.

Naru menutup pintu ruangannya berjalan lebih dulu ke arah dapur restoran tersebut, sementara Cinta dan Monica mengikuti Naru dari belakang.

Dengan wajah masih tidak percaya diri, akhirnya Cinta berusaha mengikuti langkah Monica dan Naru ke arah dapur.

"Bagaimana ini?" Cinta bertanya sembari berbisik pada Monica dalam perjalanan menuju arah dapur.

"Kau ikuti saja tes seleksinya! Tak akan susah, kau tenang saja dan tetap fokus," sahut Monica memberikan semangat pada Cinta.

Naru sudah berada di dalam dapur, begitu pula dengan Cinta dan Monica.

"Monica keluar dulu! Aku ingin mengujinya sendiri tanpa ada seorang pun kecuali aku dan Nona tanpa nama ini!"

Monica segera berbalik keluar dari dapur tersebut namun, sebelum ia benar-benar pergi, Monica menunjukkan kedua tangannya ke atas tanda semangat.

Kini tinggal Cinta dan Naru yang berada di dalam dapur itu.

Naru masih menatap tajam dan dingin ke arah Cinta.

Cinta yang ditatap seperti itu menundukkan kepalanya.

"Astaga! Orang macam apa yang aku hadapi saat ini? Kenapa pria ini kaku sekali! dasar pria batang pohon!" Cinta mengumpat dalam diamnya.

"Siapa namamu?" tanya Naru masih dengan nada dinginnya.

"Nama saya ... Cinta!"

Naru tersenyum tipis karena ia merasa, jika gadis itu tengah melawak. "Kau serius dengan nama itu? Kau tak berbohong, 'kan?" tanya Naru yang tak percaya dengan ucapan calon Asistennya.

Tanpa pikir panjang, Cinta segera mengeluarkan ponselnya yang berada di dalam kantung celananya dan memperlihatkan foto kartu tanda penduduknya yang memang sengaja ia foto untuk berjaga-jaga, jika ia lupa membawa dompet seperti sekarang ini.

Naru membaca nama gadis itu dan namanya memang Cinta.

"Baiklah! Aku percaya! Sekarang aku akan mengujimu apakah kau layak menjadi Asistenku atau tidak."

Naru melipat kedua tangannya di dada. "Ambilkan aku paprika, pisang, dan daun parsley di dalam sana," tunjuk Naru pada Cinta.

"Tes macam apa ini? Tuhan, semoga otak pria ini masih waras dan tes yang akan ia berikan padaku tak terlalu berat seperti harus memakan semua makanan yang berada di dalam restoran ini karena lambungku bukan lambung seekor Lembu atau Gajah." Cinta bergumam dalam hati dengan tubuh sudah ketar-ketir memikirkan hal aneh lainnya.

Cinta Milik Naru Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang