~2~

122 11 0
                                    

Happy reading~

...

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, J-line telah sampai di rumah sekitar 30 menit yang lalu. Semua telah berada di kamar masing-masing, begitu pula dengan Yoshi. Nampaknya mata lelaki itu masih enggan untuk menutup, banyak kekhawatiran yang mengisi kepalanya. "Oniichan!" Mendengar Asahi memanggilnya, Yoshi segera membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Asahi?" Tanya Yoshi. "Aku ingin bicara dengan oniichan." Ucap Asahi. "Masuklah." Yoshi mempersilahkan adiknya itu masuk lalu menutup pintu.

"Apa yang ingin kamu bicarakan Asahi?" Tanya Yoshi lagi. "Gomen niichan, saat di restoran tadi sebenarnya aku mendengar pembicaraan niichan dengan ayah." Sontak ucapan Asahi membuat Yoshi terkejut. "Jadi kamu sudah tau kalau besok aku akan ke Korea?" "Emm, aku sebenarnya sudah tau mengenai beasiswa yang niichan terima. Kemarin saat aku dan Mashiho datang ke kamar ini, aku tidak sengaja melihat pengumuman beasiswa itu di laptop niichan. Aku tau niichan harus pergi, makanya aku mengajak kalian untuk menghabiskan waktu bersama. Hanya saja aku tidak tau bahwa ayah akan meminta niichan untuk berangkat ke Korea besok." Jelas Asahi.

"Apa?! Besok niichan akan berangkat ke Korea?" Mashiho tiba-tiba masuk. "Shh! Pelankan suaramu, aku tidak ingin Haruto mendengarnya." Ucap Yoshi. "Tapi kenapa mendadak sekali? Dan juga Haruto harus tau soal ini." Tanya Mashiho. "Semua ini keinginan ayah, kamu tau kan ayah tidak suka dibantah. Dan soal Haruto, aku masih belum tau cara memberitahunya." Jelas Yoshi.

"Oniichan, katakanlah sekarang, waktunya hanya sampai besok. Haruto akan sangat sedih jika ditinggal begitu saja oleh kakaknya. Sebaiknya pikirkan baik-baik, aku dan Mashiho akan kembali ke kamar." Seperti yang dikatakan Asahi, mereka pun kembali ke kamar.


Kini Yoshi berada di depan kamar Haruto, ia masih terus memikirkan ucapan Asahi tadi. Dengan ragu ia membuka pintu kamar adik bungsunya itu, terlihat Haruto kini sudah tertidur membelakangi Yoshi. Dengan hati-hati, ia duduk di kasur agar tidak membangunkan adiknya itu.

"Haruto, maaf aku tidak bisa menepati janjiku untuk selalu disini. Ayah memintaku untuk pergi ke Korea besok, aku tidak bisa membantah perkataan ayah. Maaf, aku tidak bisa mengantarmu besok di hari pertamamu. Maafkan aku karena tidak bisa mengatakan semuanya secara langsung" Yoshi kini sudah tidak bisa lagi membendung air matanya, ia menangis saat itu juga.

Tiba-tiba seseorang memeluknya "Oniichan, jangan menangis, aku tidak marah jika niichan pergi. Lagipula niichan pergi untuk belajar, bukan untuk menjauh dari kami dengan sengaja. Tidak masalah jika niichan tidak mengantarku besok, masih ada twins yang bisa mengantarku. Jadi niichan tidak perlu khawatir, dan tidak perlu meminta maaf." Ucap Haruto dengan pipi yang sudah basah.

"Jadi kamu mendengar semuanya?" Tanya Yoshi. "Iya, sekarang aku tau kenapa sikap niichan aneh hari ini. Niichan tidak perlu khawatir, aku sudah dewasa sekarang. Aku bahkan lebih tinggi daripada twin- Auchh." Sebelum Haruto menyelesaikan ucapannya, ia terlebih dahulu mendapatkan dua ketukan di kepalanya.

"Niichan! Lihat, mereka memukul kepalaku." Adu Haruto. "Huhh, katanya sudah dewasa. Baru begitu saja sudah mengadu ke Yoshi-kun." Ucap Mashiho bercanda sedang kembarannya hanya tersenyum "Sudah-sudah, aku harus meminta maaf sekaligus pamit. Maafkan aku karena harus pergi besok dan maaf karena telah merahasiakan ini dari kalian. Aku mungkin akan pergi pagi-pagi sekali, jadi aku harus pamit lebih dulu. Kuharap kalian selalu menjaga diri, terutama kamu Haruto." Yoshi membuka lebar tangannya yang disambut dengan pelukan dari adik-adiknya.

"Baiklah, hari sudah semakin larut sebaiknya kita semua pergi tidur." Ucap Yoshi "Iya niichan." Yoshi dan twins pun keluar dari kamar Haruto menuju kamar masing-masing.
.
.
.
"Asahi, bisa kita bicara sebentar?" Tanya Yoshi saat mereka telah keluar dari kamar Haruto. "Oh, kalau begitu aku pergi ke kamar duluan ya." Ucap Mashiho. "Sebaiknya kita tidak bicara disini niichan." Usul Asahi. "Benar juga, lebih baik kita bicara di balkon saja." Mereka pun pergi menuju balkon.

It's Okay That's FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang