"Dara, nanti sore jalan yuk."
Dara Savitri, ya itulah namaku, seorang Teller di salah satu Bank plat merah di Negeri ini, tidak ada yang istimewa di diriku ini kecuali seorang yang bertahan hidup melewati kontrak demi kontrak dan berusaha agar karierku bisa menanjak dengan bekerja sebaik mungkin di Bank plat merah ini, aku hanya ingin hidup dengan nyaman dan terjamin, bagi sebagian orang hidupku terasa monoton tapi percayalah, untuk seorang yang hanya sebatang kara sepertiku impianku ini adalah hal paling realistis untuk di miliki. Ya, di mata orang-orang aku adalah seorang pekerja keras hingga untuk bersosialisasi dengan rekanku adalah hal yang sangat langka dan nyaris tidak pernah aku lakukan.
Ajakan serupa seringkali aku dapatkan dan berakhir dengan penolakan, tapi rekan-rekan kerja yang terlalu baik membuat mereka tidak lelah untuk mengajakku. Seperti sekarang ini, namanya Retno, CS yang menjadi favorit bapak-bapak karena paras menawannya ini menggoyangkan lenganku berharap jika aku mau mengabulkan apa yang dia inginkan melihatku hanya terdiam. Ada banyak hal yang membuatku tidak bisa serta merta mengiyakannya.
"Tapi, kayaknya......"
Retno menggeleng keras, "hiiisss, nggak ada alasan, pokoknya kamu harus ikut hari ini. Aku yang traktir pokoknya. Ya, sekali ini saja mau ya, tega amat kamu nggak datang ke syukuran ultahku, biar komplit gitu satu kantor. Aku nggak minta hadiah ultah kok, mintanya cuma kamu ikut saja kali ini."
Aku meringis mendengar Retno mengiba seperti sekarang ini, sungguh aku benar-benar di buat malu olehnya sekarang ini, bukan, bukan karena sikap memaksa Retno, tapi karena aku tidak tahu jika rekanku ini tengah berulang tahun, sungguh manusia macam apa aku ini hingga tanggal kelahiran beberapa orang yang ada di dalam hidupku yang sepi ini saja aku tidak ingat. Jangankan memberikan hadiah, memberikan ucapan selamat saja tidak aku lakukan.
"Retno, maaf ya aku......"
"Kalau kamu ngerasa nggak enak sama Retno, ya sudah Ra penuhi saja permintaannya untuk datang ke acaranya dia. Kapan lagi coba kita perbaikan gizi di Golden Resto."
Mendengar Yusuf, sang Mantri turut berbicara mendukungnya membuat Retno memamerkan senyuman gigi gingsulnya, kedua jempol perempuan tersebut terangkat mengapresiasi dukungan dari Yusuf, tidak hanya Yusuf, Mbak Marini, Sang Supervisor pun turut andil angkat bicara.
"Sekali-kali ikutlah bersosialisasi sama yang lain lah, Ra. Jangan cuma temenan sama duit dan juga komputer. Lagian di rumah ada apaan sih sampai nggak mau pergi? Kamu itu single belum ada suami atau anak yang di urus, bisa jauh jodoh kamu kalau nggak gaul sama orang-orang."
Di dorong dari kanan dan kiri oleh para Atasanku ini aku semakin meringis, jika sudah seperti ini mana bisa aku menolaknya. Hingga akhirnya aku memilih untuk mengalah.
"Ya sudah deh kalau gitu, ayok. Ntar kalau bilang nggak di coret lagi dari KK KCP ini!""Nah gitu dong, thankyou Dara cantiknya KCP Bumiayu." Retno memelukku, sorakan pun terdengar dari rekanku yang lainnya membuatku turut tersenyum mengikuti yang lainnya, tapi saat mereka semua sudah kembali ke tempat mereka masing-masing, aku hanya bisa terdiam sembari menatap layar ponselku dengan pandangan hampa. Ada seseorang di dalam potret tersebut yang menjadi alasan kenapa aku tidak bisa pergi sesuka hatiku.
Dengan hati yang terasa sesak aku mengetikkan sebuah pesan kepadanya tanpa mengharap pesan itu akan terbalas.
"Mas, nanti sore Adek mau keluar jalan-jalan sama temen di kantor. Semoga Mama segera sembuh ya Mas. Adek kangen."
Dunia melihatku sebagai seorang wanita sebatang kara yang angkuh tidak ingin berdekatan dengan siapapun tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku.
Aaaahhh, kenapa sesak sekali menjadi seorang istri yang di sembunyikan tanpa di ketahui dunia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Simpanan
Romance"Aku lelah menjadi istri yang harus di simpan sementara di sini aku adalah yang pertama. Aku yang selama ini merelakanmu bersama dia sebagai bentuk wujud dukunganku padamu yang hendak berbakti pada orangtuamu tapi nyatanya kini aku yang harus menela...