Holaaa, ketemu lagi sama Dara.
Buat yang punya aplikasi Karyakarsa dan KBM bisa ikuti Dara di sana juga ya.
Happy reading semuanya.
Enjoy"Seharusnya Mas bilang sejak awal kalau Mama ingin menemuiku karena beliau hendak memberikan madu kepadaku, kamu buat aku berharap terlalu tinggi nyaris nggak sadar diri, Mas."
Mas Aras mendongak, menatapku yang balas menatapnya tanpa ekspresi sama sekali, ya, jika biasanya aku akan menangis setiap kali mendapatkan penolakan dari Orangtuanya maka sekarang hatiku sudah terlanjur membeku usai tertampar dengan kenyataan jika pada akhirnya Mas Aras sendirilah yang menyadarkanku.
Bukan kami, aku dan Mas yang berhasil mendapatkan restu, namun akulah yang di paksa untuk mundur.
Restu untuk suamiku menikah lagi jika ingin di terima di keluarga Respati, omong kosong tentang semua hal tersebut benar-benar membuatku muak."Dara, Mas nggak tega lihat kamu....."
"Mas nggak tega ngomong di awal tapi Mas tega lihat aku seperti orang bodoh yang nggak tahu diri di hadapan calon istri keduamu?"
"Mas nggak ada pilihan lain, Ra. Kondisi Mama semakin memburuk, Mas nggak akan maafin diri Mas kalau sampai ada hal buruk terjadi pada Mama, Mas mohon kamu mengerti......."
Aku mengangkat tanganku, memintanya untuk diam tidak melanjutkan segala hal yang sudah tidak mau aku dengar lagi. "jangan ajari aku untuk mengerti dirimu, Mas Aras. Selama ini karena kebodohanku aku mengerti kondisimu yang tidak bisa menikahiku, aku punya pilihan untuk berkata tidak saat kamu hendak menikahiku secara siri tapi aku memilih iya karena aku yakin kamu akan menepati janjimu untuk bersama-sama kita berjuang demi restu. Kamu menikahiku melawan keluargamu karena kamu mencintaiku, kamu tidak ingin aku pergi darimu jika terlalu menunggumu mendapatkan restu, aku bertahan selama tiga tahun penuh dengan segala hinaan dari keluargamu, tidak peduli sebesar apapun usahaku untuk meluluhkan hati mereka, aku hanya di pandang seperti sampah karena aku bukan seorang yang berharta dan bertahta. Aku mengerti kondisimu, aku bertahan dengan semua hal itu selama kamu ada di sisiku. Tapi dengan kamu menyanggupi permintaan Mamamu untuk menerima wanita pilihan beliau, aku selesai, Mas. Aku sudah tidak mau mengerti lagi."
Mas Aras menggeleng keras panik karena untuk pertama kalinya aku tegas menolak apa yang dia minta dariku. Aku bisa berkompromi dalam hal apapun tapi tidak untuk sebuah cinta yang terbagi. "Nggak, Dara. Mas janji nggak akan ada yang berubah. Hati Mas cuma punya kamu, kehadiran Hana atau siapapun tidak akan mengubah perasaan Mas ini. Mas hanya memenuhi permintaan Mama, Dara. Bisa jadi permintaan Mama ini adalah permintaan terakhir. Tolong, tolong jangan seperti ini. Pernikahan ini hanya sebuah status tanpa rasa, sampai kapanpun kamu yang akan menjadi pemenang di hati Mas, Ra."
"Omong kosong." Desisku malas, sungguh aku muak dengan perdebatan tanpa ujung seperti ini, aku di minta untuk mengerti tanpa Mas Aras paham bagaimana sakitnya aku sekarang. "Pernikahan yang kamu berikan untuk baktimu pada orangtuamu itu adalah segala hal yang aku impikan, Mas! Pernikahan yang di minta oleh Mamamu ini adalah wujud janjimu yang tidak bisa kamu penuhi kepadaku. Kamu memintaku untuk mengerti sementara aku harus melihatmu bersama dengan wanita lain berjalan di bawah pedang pora, kamu memintaku untuk tetap sabar sementara aku harus melihatmu bersama dengan dia bersanding sebagai Nyonya Aras Respati yang sah. Ya, sekarang kamu bisa saja berkata jika kamu mustahil mencintainya, tapi setiap saat kalian akan bersama di hadapan dunia bukan tidak mungkin perasaanmu akan berubah seperti sekarang kamu dengan mudahnya kamu meninggalkan janji yang pernah aku buat."
Astaga demi Tuhan, ingin rasanya aku menertawakan diriku sendiri yang begitu bodoh karena tenggelam dalam cinta, terlalu takut hidup sendirian di dunia ini membuatku pada akhirnya terjerat dalam hubungan yang hanya merugikanku seperti ini.
Istri pertama tapi rasa simpanan. Aku yang di nikahinya lebih dahulu, tapi aku harus di tuntut bersembunyi dari dunia. Aku yang katanya di cintainya tapi tidak akan pernah mendengar namanya di belakang namaku.
Di sela tawa mirisku aku mendapatinya tidak bisa berkata-kata aku kembali berucap, sungguh aku tidak tahan untuk tetap terus diam seperti yang selama ini aku lakukan.
"Jika kamu memilih untuk menebus kesalahanmu pada Mamamu, maka lebih baik kita akhiri semuanya, Mas. Aku mau kamu nikahi bukan untuk selamanya kamu sembunyikan, aku juga butuh status dan jika kamu tidak bisa memberikannya, berpisah adalah jalan terbaik untuk kita."
Sosok tinggi itu bangkit, kedua tangannya terkepal erat menunjukkan jika dia murka dengan kelancanganku meminta berpisah.
"Jangan pernah berkata hal tidak masuk akal, Dara."
"Egois ......"
"Ya, aku memang egois! Aku egois karena tidak mau melepaskanmu sementara aku hanyalah seorang pecundang yang tidak bisa melindungimu. Ya, aku memang laki-laki tidak tahu diri yang hanya bisa terus menyakitimu dengan memintamu bertahan terus menerus di sisiku."
Teriakan frustasi Mas Aras bergema di rumah ini, biasanya aku akan langsung memeluknya setiap kali dia merasa kalut seperti ini, maka sekarang aku hanya bergeming di tempatku melihatnya meraup wajahnya kasar dan meninju udara berulangkali melampiaskan emosinya.
"Kalau kamu sadar sudah membuatku menderita, lebih baik putuskan sekarang dan pilih salah satu. Kamu pilih aku atau kamu pilih menerima perjodohan sialan itu?"
Tekadku sudah bulat, jika terus menerus di paksa untuk bersembunyi seperti sekarang sementara dia menikahi wanita lain secara sah di mata negara maka aku lebih memilih untuk mundur jauh.
Bahkan saat Mas Aras mencoba meraih tanganku atau memelukku agar kemarahanku mereda, aku memilih untuk mundur sejauh mungkin darinya. Aku butuh jawaban dan kepastian.
"Dara, jangan paksa Mas memilih antara kamu dan Mama, kamu tahu dengan benar jika ini hal yang sulit untuk Mas lakukan."
Selesai sudah, mendengar jawaban yang Mas Aras berikan membuatku segera berjalan keluar yang di ikuti langkah tergesa darinya, entah kekuatan dari mana, koper berat yang perlu tenaga besar ini bisa aku seret dengan mudah, tidak hanya membawanya ke dekat mobil, bahkan aku bisa menaikkan koper tersebut ke bagasi belakang mengabaikan larangan Mas Aras yang panik dengan kenekatanku ini.
"Lebih baik Mas pergi sekarang. Pilihan Mas sudah benar, jadilah anak yang berbakti dan tebus kesalahan Mas selama ini karena sudah melukai mereka. Dara terima keputusan Mas ini dan berhentilah merengek memintaku untuk mengerti karena di sini ini hanya aku yang di rugikan, bukan Mas."
"Jangan gila kamu, Ra. Sampai kapanpun Mas nggak akan lepasin kamu!"
"Kamu yang jangan gila, Mas. Berhenti kurung aku seperti simpanan kayak gini! Kamu nggak bisa ngasih status ke aku maka lebih baik kita pisah saja. Talak aku, toh kita cuma nikah siri, cuma perlu saksi maka pernikahan kita akan gugur tanpa perlu banyak persiapan seperti pernikahan kamu dengan Hana nantinya."
Aku tidak main-main atau sekedar mengancamnya dengan omong kosong belaka. Tidak hanya meminta Mas Aras untuk hengkang dari rumah ini saja, tapi saat Pak RT yang baru saja kembali dari masjid melintas dengan sepeda motor Supra-nya aku segera memanggil beliau. Sosok tua pensiunan Guru ini pun melihatku dengan pandangan heran, apalagi Mas Aras tampak panik dengan segala hal yang aku lakukan ini.
"Pak RT, Pak RT bisa minta tolong sebentar, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Simpanan
Romance"Aku lelah menjadi istri yang harus di simpan sementara di sini aku adalah yang pertama. Aku yang selama ini merelakanmu bersama dia sebagai bentuk wujud dukunganku padamu yang hendak berbakti pada orangtuamu tapi nyatanya kini aku yang harus menela...