6. Doa Membawa luka

3.1K 306 11
                                    

"Tidak bisakah kalian berhenti bertengkar? Ini rumah sakit, bukan tempat untuk kalian membicarakan masalah pribadi!"

Bersamaan aku dan Arini menoleh ke sumber suara, sosok cantik dengan snellinya tersebut kini hadir di antara kami, wanita bernama Hana, dokter pilihan dari Ibu Mertuaku. Entah dia tahu atau tidak jika pria yang hendak di jodohkan dengannya sudah memilikiku, sekarang ini pun dia terang-terangan menatap ke arah Mas Aras dengan penuh perhatian walau pada akhirnya tatapan itu di acuhkan oleh Mas Aras yang memilih untuk melihatku.

"Dara, kamu nggak apa-apa?" Lirikan sinis yang sempat di layangkannya kepadaku saat Mas Aras membawaku ke dalam rangkulannya memperhatikan setiap luka yang di torehkan adiknya kepadaku, jangan tanya bagaimana sakitnya yang aku rasakan sekarang, bukan hanya fisik tapi juga batinku yang terluka.

"Jadi bagaimana kondisi Tantemu, Hana? Dia baik-baik saja, kan?"

Kalimat pertanyaan dari Ayah mertuaku membuat dokter Hana mengalihkan pandangannya dari Mas Aras, senyum terulas dari wajahnya yang cantik saat dia berbicara dengan Ayah mertuaku, keakraban yang di perlihatkan oleh mereka membuatku semakin merasa tersingkir dari kehidupan suamiku sendiri, selama ini segala cara aku lakukan untuk meluluhkan hati keluarga Respati, tapi hasilnya nihil ternyata semua hal yang aku lakukan menjadi sia-sia karena yang di pandang oleh keluarga suamiku adalah seberapa banyak harta yang di miliki dan seberapa terhormatnya diri kita ini.

"Untuk sekarang kondisi Tante Melisa harus terus di pantau, Om. Tante Melisa bisa melewati masa kritis tapi ada kemungkinan jika kondisinya bisa memburuk secara drastis. Yang perlu Om dan anak-anak Tante lakukan adalah mendukung beliau dan jangan membuat beliau tertekan, sebisa mungkin penuhi apa permintaan beliau, sebagai dokter saya berharap Tante Melisa akan segera membaik, tapi kita juga tidak bisa menutup kemungkinan hal terburuk yang mungkin saja terjadi jika hal-hal yang mengusik Tante Melisa terus di biarkan."

Aku menggigit bibirku kuat saat pandangan semua pandangan mata tertuju padaku, di sini aku seakan mendapatkan penghasilan jika yang terjadi pada Ibu Mertuaku adalah kesalahanku sepenuhnya. Genggaman tangan Mas Aras di telapak tanganku menguat, namun hal tersebut tidak bisa mengusir keresahanku. Entahlah aku merasa jika apa yang terjadi sekarang ini bukan hal yang mudah untuk aku dan Mas Aras lewati. Berada di antara orangtua dan seorang yang di cintainya bukanlah pilihan yang mudah.

"Kamu dengar Kak Aras? Kondisi Mama tidak stabil, jadi berhentilah membuat Mama sedih karena ulah Kak Aras yang terus membangkang. Pikirkan perasaan Mama, beliau yang melahirkan Kak Aras dan menjadikan Kak Aras seperti sekarang. Orang lain yang Kak Aras bela mati-matian belum tentu menerima Kak Aras seandainya Kak Aras dalam titik terendah dalam hidup. Ingat Kak, hanya keluarga yang menerima kondisi Kak Aras dalam kondisi apapun, orang lain biasanya hanya silau dengan apa yang Kak Aras miliki sekarang sebagai seorang Respati."

Hatiku meradang mendengar Arini menyindirku, tapi enggan membuat keributan semakin besar membuatku memilih untuk bungkam, rasa lelah yang aku rasakan membuatku tidak memiliki kuasa lagi untuk berbicara, tidak peduli apapun yang aku katakan, segala hal yang terucap bibirku di mata semua orang adalah kesalahan.

Semua menyalahkan keputusanku untuk menerima pinangan sepihak dari Mas Aras dan saat Ibunya sakit pun kesalahan terbesar di timpakan kepadaku. Mas Aras yang geram dengan mulut julid adiknya hendak menjawab tapi aku lebih dahulu menarik tangannya sembari menggeleng pelan, dari pandangan mataku aku ingin mengatakan pada Mas Aras jika aku baik-baik saja. Segala hal yang terjadi sekarang ini akan aku telan bulat-bulat. Selama aku bisa aku akan terus bertahan entah sampai kapan aku bisa melakukannya.

"Sudahlah, tidak perlu berdebat. Lebih baik Mas temui Mama, aku sudah cukup lega mendengar Mama baik-baik saja. Dengarkan ucapan dokter untuk menjaga perasaan Mama agar tetap baik-baik saja, Mas."

Ucapan adalah sebuah doa, apa yang aku ucapkan barusan tulus dari dalam hatiku, aku berharap keadaan Ibu mertuaku segera membaik tapi aku tidak pernah tahu jika apa yang aku harapkan ini adalah awal dari kehancuran diriku sendiri.

Pengantin Simpanan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang