Evan yang sedang mengganti bajunya tiba-tiba terdiam saat mendengar suara seseorang dari dalam bilik toilet.
"Sabar, gue lagi bikin dia luluh sama gue."
...
"Lo bilang belum waktunya, tapi lo nyuruh gue buat buru-buru. Lo aja belum ada pergerakan ke doi,"
Evan menghentikan pergerakannya, menatap pantulan dirinya di cermin sambil mendengarkan orang itu berbicara.
"Sebentar lagi. Sabar. Kalo buru-buru, semuanya gagal, bego!"
...
"Gue yakin dia bakal luluh sama gue. Secara, dia juga suka sama gue. Liat aja nanti, gue pasti bisa bikin dia hancur. Tenang aja,"
Evan menggelengkan kepalanya, lalu bergumam dalam hati dengan menyebut kata brengsek untuk laki-laki di dalam bilik ini.
Tepat saat bilik itu terbuka, Evan menoleh. Walaupun dia sedikit terkejut, tetapi Evan sudah memaklumi cowok itu. Evan sudah tahu luar-dalam cowok yang tadi berbicara di dalam bilik toilet.
"Still being like a jerk, huh?" Tanya Evan tanpa menatap cowok itu. Yang ditanya hanya terkekeh, "Lo denger, Van?"
"Lo pikir gue budek?"
Kevin mendecak. "Gue pikir, nggak ada siapa-siapa tadi."
Evan tertawa ringan, "Itu tadi. Tapi sekarang, ada gue."
Dengan tanggapan Kevin yang juga hanya tertawa, membuat Evan bertanya, "Siapa lagi target lo?"
Kevin tersenyum miring, "Lo nggak perlu tau, dan gue mau memperingati buat.., hati-hati."
Setelah itu, Kevin langsung pergi meninggalkan Evan sendirian di dalam kamar mandi, dengan seribu pertanyaan di benaknya.
Apa dia bilang barusan? Hati-hati?
Terhadap... apa?
- - - - -
"Hai, Kayla." Sapa Kevin dengan lembut di telinga Kayla. Gadis itu menoleh, mengalihkan perhatian yang semula pada buku kimianya, kini beralih pada Kevin.
Kayla tersenyum. "Hai juga, Kev."
Kevin menggenggam tangan gadis itu, "Kantin yuk?"
Kayla terkejut dengan perilaku Kevin barusan, lantas mengangguk sebagai jawaban. Ia membereskan peralatan belajarnya kemudian berjalan beriringan dengan Kevin menuju kantin sekolah mereka.
Kevin dan Kayla duduk di kursi yang khusus untuk berdua, yang terletak di sudut kantin. Dengan senyum manisnya itu, Kevin berkata, "Lo cantik banget sih, Kay." pujinya dengan menekankan kata 'cantik', namun tidak disadari oleh Kayla.
Pipi Kayla bersemu. "Bisa aja," ucapnya malu-malu.
Lagi-lagi, perusak kebahagiaan Kayla datang. Elena dengan konco-konconya berdiri disamping mereka berdua.
"Oh, jadi gini? Evan nggak bisa didapetin, jadi sekarang mulai ngegebet Kevin? Iya?" Tudingnya pada Kayla.
Kayla diam. Walaupun kini ia sudah sangat kesal, ia sadar jika tidak boleh mudah tersulut emosi dan membentak-bentak Elena di depan umum seperti ini. Baginya, tindakan bodoh tersebut hanya mempeeburuk reputasinya menjadi ketua osis.
Elena tertawa ala setan jahat. Lalu kembali mencibir, "Dasar cewek murahan. Dengan modal jabatan ketua osis lo pikir lo bisa ngedeketin semua cowok disini, huh? You're such a bit--"
Plak!
Sebelum Elena menyelesaikan cibirannya dengan kata-kata yang tidak patut untuk di dengar, Kayla sudah terlebih dahulu menampar gadis itu dengan kencang. Membuat Elena meringis kesakitan oleh tamparan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Lovely) Enemy
Roman pour AdolescentsDendam yang kamu punya pada diriku, sama besarnya dengan rasa benciku padamu. Jangan pikir aku adalah orang yang lemah, sehingga kamu bisa mempermainkanku sesukamu. Saat nanti kamu sudah jatuh padaku, kita lihat saja apa balasan yang diberikan Tuhan...