ENEMY -- 5

8.1K 511 4
                                    

"Nah, sekarang kalian sudah bertemu, kan? Belajar yang baik, ya. Oh iya, kalian juga bebas mau belajar dimana aja, tapi tiga puluh menit lagi sekolah akan ditutup. Ibu keluar dulu sebentar, ya." Ucapan Bu Fatma menyadarkan Evan dan Kayla yang ternyata sama-sama bengong.

Mereka tak bisa berkata apapun lagi ketika diruangan itu hanya tinggal mereka berdua.

"Astaga," helaan napas keluar dari bibir Kayla, membuat Evan menoleh pada gadis itu. "Lama-lama gue bisa sinting kalo kegiatan gue nanti bakal sama lo terus."

Evan memutar matanya, kesal. "Heh, emang lo pikir gue mau, apa-apa barengan sama lo? Geli gue juga."

Kayla mendelik pada cowok itu, "Yaudah, duduk sana. Mau belajar gak sih? Capek gue debat mulu sama lo."

Seperti peliharaan baru, Evan menurut pada Kayla dan duduk dihadapan gadis itu. Saat Kayla sudah membuka bukunya, Evan buru-buru menghentikan Kayla.

"Eh, jangan belajar disini!" Serunya pada Kayla.

Kayla menaikkan satu alisnya, membuat Evan kembali menormalkan ekspresinya. "Gue gak suka belajar disini, sempit."

"Terus mau dimana? Lapangan?"

Evan mendecak. "Lo pinter tapi kadang bego juga, ya. Kulit gue bisa mengelupas kalo belajar di lapangan, dibawah sinar matahari yang begitu terik dan membakar seluruh--"

Sebelum semua perumpamaan Evan yang lebay itu terucap seluruhnya, Kayla benar-benar melempar cowok itu dengan pensil. Tepat mengenai keningnya.

"Apaansih lo?!" Ucap Evan kesal karena merasa terganggu oleh sikap Kayla barusan. "Lo tuh berisik, tau nggak? Kayak cewek-cewek centil." Ledek Kayla pada Evan.

"Sialan."

"Yaudah, lo mau belajar gak? Lo udah buang waktu gue tau! Gue pengen pulang." Ucap Kayla karena merasa risih dengan Evan.

"Di Cafe Mocha aja, yuk! Biar pelajarannya bisa masuk ke otak gue dengan mudah,"

Lagi-lagi, Kayla kembali merasa risih dengan Evan yang selalu melebih-lebihkan suasana. "Yaudah, dasar cewek. Suka lebay."

Mata Evan langsung membesar saat mendengar pernyataan Kayla barusan, "Hello, disini yang cewek siapa, ya? Nyadar diri kek,"

"Gue, tapi yang lebih feminin disini itu elo."

"Gue nggak nyangka, ketua osis sekolah gue kata-katanya tajem juga." Sindir Evan yang langsung dihadiahi jitakan keras di kepalanya. "Dan gue lebih nggak nyangka, sekolah gue punya wakil ketua osis yang lenjeh kayak elo,"

"Tapi, gue juga lebih--"

"Kalo lo cuma mau debat sama gue, mending gue pulang."

Seketika Evan berdiri dan menahan lengan Kayla yang sudah beranjak pergi. "Eh-eh, baper banget sih lo. Ayok, ke cafe!"

Kayla melirik tangannya yang masih digenggam oleh Evan, "Gak usah megang-megang."

"Hehe, sorry ya bu guru."

"Yaudah,"

Evan mengejar langkah Kayla dan berjalan disampingnya, "Lo nyadar gak, udah berapa kata 'yaudah' yang lo ucapin dari tadi?"

Tiba-tiba, Kayla berhenti dan menatap Evan dengan wajah kesal. "Can you just shut your f ckin' mouth up?!"

Sungguh, Kayla kesal dengan kebawelan Evan jika sedang bersama dirinya. Padahal, di luar sana, Evan memiliki pribadi yang sama seperti Kayla; dingin, jutek, dan tidak peduli pada apapun.

My (Lovely) EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang