Kayla masih mondar-mandir di dalam kamarnya. Senyumnya kembali mengembang saat mengingat sesuatu yang beberapa jam lalu terjadi. Wajahnya masih terasa panas. Kayla menyentuh bibirnya, masih merasakan bibir Evan yang menyapu bibirnya. Dengan kasar, Kayla pun menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Kedua kakinya digerak-gerakkan keatas, tanpa menghilangkan senyumannya.
Kayla persis seperti orang gila saat ini.
"Kakaakk!"
Suara Nathan terdengar dari arah pintu kamar Kayla. Kayla tidak menjawab, karena pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh kejadian yang tadi. Simple, tapi berefek besar pada diri Kayla. Karena merasa tidak ada jawaban dari sang kakak, Nathan pun membuka pintu kamar Kayla yang ternyata tidak dikunci.
"Astaga," Nathan mengeluh. "Lo ngapain?"
Kayla menurunkan kakinya, kemudian memunculkan cengiran lebar di wajahnya. "Hai, Nathan."
Nathan menaikkan satu alisnya. "Dih, kena setan apaan lo?"
"Setan... cinta," Kayla terduduk, sambil menggerakkan kedua alisnya pada Nathan.
"Anjrit, kakak gue sinting."
Sontak, Kayla melempar Nathan dengan bantal yang ada disampingnya. "Gue nggak sinting."
Nathan mendekat, kemudian duduk di samping Kayla. "Lo kenapa sih?"
"Nggak kenapa-kenapa," elak Kayla, kemudian menaruh kepalanya di paha Nathan.
"Anjir, berat bego." Nathan berusaha menyingkirkan kepala Kayla, hingga gadis itu menampol pipinya pelan. "Elah, lebay banget sih. Beratan juga elo kali,"
Nathan terkekeh. "Jadi gimana? Ceritain dong acara nge-date lo sama Evan,"
"Kita nggak nge-date!"
"Masa? Terus ngapain, dong?" Nathan mengelus kepala Kayla perlahan.
Lagi, cengiran itu terbit di wajah Kayla. "Cuma lari, main basket, makan, terus pulang."
"HA! Gue nggak percaya," Nathan menarik rambut Kayla dengan kesal.
"Sakit ih!" Kayla meringis. "Emang lo mengharapkan cerita yang kayak gimana dari gue?"
Nathan tertawa kecil. "Pasti lo sama dia ada scene unyu gitu, iya kan?"
"Sok tau."
"HAHAHA!" Nathan tertawa kencang. "Logikanya, kalo nggak ada apa-apaan, kakak gue nggak bakal kayak orang sinting."
Kayla mendelik. "Emangnya, gue segila itu?"
Nathan mengangguk. "Well, gue rasa lo udah mulai nggak waras karena daritadi lo nyengir mulu."
"Sialan." Kayla kembali menampakkan cengirannya. "Gue mau cerita... tapi lo jangan bilang siapa-siapa."
Tubuh Nathan menegak. "Emang kenapa?"
"Memalukan." Kayla bangkit, duduk menghadap Nathan. "Lo janji dulu. Jangan teriak, jangan marah, jangan kasih tau mama atau papa. Janji?"
"Pertama, gue nggak se-girly itu sampe harus teriak-teriak. Kedua, gue juga nggak secomel itu," Nathan mencubit pipi Kayla. "Jadi.. apa?"
Kayla menghela napasnya. "Gue..."
"Apa?"
"Kita... uhm," Kayla menundukkan kepalanya. "Kissing,"
"APA?!" pekik Nathan, menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya.
Sontak, Kayla menampol lagi pipi itu dengan kencang. "Sialan. Gue bilang jangan teriak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Lovely) Enemy
Teen FictionDendam yang kamu punya pada diriku, sama besarnya dengan rasa benciku padamu. Jangan pikir aku adalah orang yang lemah, sehingga kamu bisa mempermainkanku sesukamu. Saat nanti kamu sudah jatuh padaku, kita lihat saja apa balasan yang diberikan Tuhan...