Maafin telat apdet, gw kmrin2 marathon drama wkwkwkk
Enjoy your day yak, met baca👑👑👑
"Kau yakin akan hal itu?" Wanita tua itu bertanya pada sang pemuda yang duduk di salah satu kursi kayu. "Kau yakin jika gadis itu Lady Lancaster?"
Sang pemuda mengangguk, "Benar ibunda, meski kini sudah beranjak dewasa aku sangat yakin bahwa dia Erika."
Jodie Eleanor, dengan langkah kaki yang kian hari kian lambat berjalan mendekatkan diri pada putranya, ia duduk di samping sang anak kemudian mengusap punggung tangannya, "Ini semacam takdir, kita dipertemukan dengan Ms. Barnett hingga ada seseorang yang mempertanyakan sarung tangan yang kita produksi dan ternyata dia adalah Ms. Von Habsburg. Waktu telah berlalu begitu jauh, cepat atau lambat kita akan bertemu dengannya, hanya saja aku tidak menyangka kau sendirilah yang bertemu dengannya, Zen."
Pemuda yang dipanggil Zen oleh ibunya mengangguk lemah, ia sempat tak bisa bernapas kala Erika pergi dari hadapannya, masih dalam ingatan yang jelas bagaimana keluarga Von Habsburg membantai semua keturunana mereka. Mata Zen memerah serta mengepalkan tangan kuat. "Rasanya aku sudah ingin menerobos ke kediaman Von Habsburg, Ibu."
"Tenangkan dirimu, Nak," ia menggenggam tangan anaknya dengan erat untuk memberi kekuatan agar sang anak bisa tabah saat ini. Sebenarnya bukan hanya Zen yang mengalami trauma berat atas kejadian masa lalu, dirinya pun sama tapi sebagai seorang ibu, ia harus bisa tegar untuk contoh anaknya.
"Apa saatnya kita mengatakan hal ini pada Ms. Barnett? Dia sudah begitu baik pada kita, jika bukan karenanya pasti kita sudah mati di jalanan." Zen atau yang sering dipanggil Hunter oleh semua orang menatap ibunya amat sangat serius.
Jodie menggeleng, "Ms. Barnett orang yang sangat cerdas, Zen. Dia sudah tahu tentang kita aku rasa, hanya saja dia masih diam karena dia sosok yang tidak pernah mencampuri urusan orang lain, selama kita berada di sampingnya Ms. Barnett akan melindungi kita apapun yang terjadi."
"Aku mengerti Ibu, aku juga sangat bersyukur Tuhan mempertemukan kita dengannya. Semua hal akan aku lakukan untuknya meski harus meregangkan nyawa." Sumpah Zen untuk putri dari keluarga Barnett.
Ibunya hanya bisa tersenyum, "Andai nasib kita tidaklah seperti ini, aku akan sangat bahagia jika bisa mendapatkan menantu seperti Ms. Barnett."
"Astaga Ibu, bicaranya jangan melantur meski aku tahu ibu sudah mengantuk. Lebih baik segera tidur." Zen berdiri untuk menyembunyikan rasa malunya karena ucapan Jodie.
Ibunya tentu saja tertawa melihat anaknya yang salah tingkah, mau menyembunyikan seberapa kuat ia tahu bahwa Zen dari dulu telah jatuh cinta pada Jessica Barnett.
Sementara di waktu yang sama, di tengah malam penuh bintang, dua orang berpakain serba hitam serta memakai cadar sedang mengendap-endap menuju bangunan tua yang dijaga ketat oleh beberapa pria bertopeng.
"Kau yakin ini tempatnya, Roxanne?" Megan yang ada di belakang Roxanne bertanya dengan rasa was-was, bagaimana mungkin mereka berdua benar-benar sampai kemari hanya karena Roxanne ingin sekali cambuk kuda.
"Sangat yakin, Nic tidak mungkin membohongiku. Kau siapkan saja dirimu sebentar lagi kita akan masuk kesana, Megan."
Megan mendesah berat, ia tak menyangka mereka bisa kemari karena Roxanne terus saja memaksa, tapi tak apa yang terpenting Jessica Barnett tidak dimanfaatkan oleh si bocah ini, begitulah yang ada dalam benak Megan.
Kaki mereka sudah hendak melangkah tapi Megan menarik Roxanne ketika ada beberapa orang datang memperlihatkan semacam tanda pengenal yang sudah pasti milik anggota yang sering kemari.