Pagi-pagi sekali, Anya sibuk di dapur sedangkan Arya baru saja keluar dari kamar mandi. Anya berinisiatif membuat sarapannya sendiri dibandingkan pesan makanan dari luar. Sudah lama setelah ia hidup satu atap dengan Arya, ia belum menyentuh perabotan dapur.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Arya.
"Mandi." Jawab Anya ketus. "Kau bahkan punya mata untuk melihat apa yang sedang aku lakukan." Lanjut Anya.
"Aku tahu, kau sedang memasak. Sebenarnya kau tidak perlu melakukan itu. Tugasmu hanya melayani aku. Dan kamu bukan pembantu. Jangan biarkan tanganmu menjadi kasar karena pekerjaan itu." Kata Arya membuat Anya merasa dihargai tinggi oleh Arya. Tapi detik berikutnya ia ingat siapa dirinya bagi Arya.
"Ini juga termasuk melayanimu." Jawab Anya.
"Benarkah? Bukankah itu tugas pembantu?" Tanya Arya.
"Bukan, lebih tepatnya ini adalah tugas seorang istri kepada suaminya." Jawab Anya.
"Apa kau berharap menjadi istriku di masa depan?" Tanya Arya sambil memeluk tubuh kurus Anya dari belakang.
"Aku tahu siapa aku dan mengapa kita disini sekarang. Setidaknya aku sudah melayanimu seperti istrimu di tempat tidur. Apa yang aku pikirkan lagi untuk masa depan?" Ujar Anya.
"Kau bisa masak?" Tanya Arya mengalihkan topik.
"Sebelumnya aku adalah pembantu di rumahku." Jawab Anya agak kesal mengingat masa lalunya.
"Sungguh gadis yang malang. Aku akan segera mengambil kembali hakmu." Kata Arya.
"Bagaimana dengan adikku?" Tanya Anya lagi. Saat ini yang terpenting adalah Erlang, karena dialah satu-satunya keluarganya yang masih tersisa.
"Aku butuh waktu untuk itu. Kau bahkan tidak tahu seperti apa rupanya saat ini kan?" Ujar Arya. Anya menganggukkan kepalanya, ia setuju bahwa Arya mungkin butuh waktu yang lama untuk menemukan Erlang yang sudah hilang sejak bertahun-tahun. Sering berjalannya waktu, anak itu pasti sudah tumbuh menjadi remaja dan parasnya bisa saja berubah dan ia tidak bisa mengenalinya. Tapi, ia ingat satu hal yang mungkin hanya Erlang yang memilikinya.
"Dia punya Tahi lalat di sudut bawah mata kanannya. Hanya itu yang aku tahu." Jawab Anya.
"Baik. Itu cukup membantu." Jawab Arya.
"Kau tidak pergi bekerja hari ini?" Tanya Anya melirik jam di dinding dapur dan melihat hari sudah cukup siang untuk bersiap ke kantor. Bahkan Arya masih mengenakan pakaian santainya setelah mandi.
"Aku tentu saja menunggu asisten pribadiku selesai baru bersiap ke kantor." Jawab Arya.
"Kita bisa berangkat sendiri-sendiri. Lagipula mereka akan curiga jika kita berangkat bersama setiap hari." Jawab Anya.
"Memangnya kenapa jika mereka tahu? Aku tidak peduli." Jawab Arya.
"Hey, kau juga harus memikirkan tunangannya yang seksi itu." Kata Anya.
"Sekali saja menyebutkan namanya, aku merasa mual. Jangan pernah bahas dia lagi!" Ujar Arya masih setia menempel pada Anya yang sedang memasak.
"Kau tidak menghargainya sama sekali. Aku jadi penasaran bagaimana bisa kalian berhubungan jika seperti itu." Kata Anya.
"Mereka yang menjodohkan kami. Aku tidak pernah setuju tapi mereka tidak mau dengar." Jawab Arya.
"Maka dari itu, kau tidak mau pulang?" Tanya Anya.
"Disini jauh lebih menyenangkan. Ada kau yang menghiburku setiap saat." Jawab Arya.
"Apa ayahmu masih ada?" Tanya Anya dengan nada pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur (21+)
RomanceKeterpurukan, membuat Anya menyerahkan dirinya pada takdir yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Entah terjebak atau takdir, Anya terlalu larut ke dalam perannya hingga ia lupa akan satu hal. Apakah hubungan mereka hanya sebatas teman tidur saj...