Menyetir menuju ke kantor, Arya sesekali melirik Anya yang hanya duduk diam di kursi samping kemudi. Gadis itu tampak memainkan ponselnya beberapa kali dan mengetik sesuatu.
"Yakin mau kerja hari ini?" Tanya Arya untuk yang ke belasan kali untuk sepagi ini.
"Ini sudah yang ke tiga belas kali kamu bertanya hal yang sama." Komentar Anya.
"Bukankah kamu masih perlu istirahat? Luka di pundakmu, sudah sembuh?" Tanya Arya.
"Sudah agak mengering, dan tidak apa-apa. Lagipula luka seperti itu bukanlah hal baru bagiku." Jawab Anya, gadis itu memang sudah terbiasa menerima siksaan dari ibu dan saudara tirinya. Jadi, mendapatkan luka di tubuhnya bukanlah hal baru lagi. Tapi, tetap saja hatinya tidak bisa menerima itu meksipun tubuhnya sudah terbiasa.
"Kau pasti sudah melalui masa yang sulit sebelumnya." Tebak Arya.
"Begitulah. Kadang aku berfikir apakah masih ada orang baik di dunia ini." Kata Anya.
"Aku ada kabar agak bagus, tapi itu belum menentukan hasil akhir. Ini tentang adikmu." Ujar Arya.
"Apa?" Tanya Anya penasaran.
"Adikmu dibesarkan di panti asuhan selama tiga tahun. Selanjutnya ia diadopsi oleh pasutri yang identitasnya masih dirahasiakan. Kabarnya mereka membawa adikmu ke luar negeri dan hidup bersama di suatu negara yang aku belum tahu dimana." Jawab Arya.
"Berarti dia dalam keadaan yang baik. Setidaknya dia punya kehidupan yang layak mengingat mereka mampu membawanya ke luar negeri." Kata Anya.
"Bisa jadi begitu." Kata Arya.
"Tapi, aku masih saja khawatir padanya." Kata Anya dengan nada pelan.
"Itu normal. Kau keluarganya. Aku akan mencarinya hingga ketemu." Kata Arya.
"Apa itu membutuhkan waktu yang sangat lama?" Tanya Anya, gadis itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan adik kandungnya itu, satu-satunya keluarganya yang masih tersisa.
"Mereka menolak memberikan identitasnya. Jadi, butuh waktu cukup lama. Kamu bersabarlah!" Jawab Arya sambil tetap fokus mengemudi.
"Aku harap kau bisa menemukannya, kau tahu apa yang sudah aku lakukan untukmu. Aku tidak mau semuanya sia-sia begitu saja." Kaya Anya.
"Percayalah, tidak akan ada yang sia-sia selama kau percaya padaku!" Kata Arya. Pria itu bersikeras untuk tetap mencari Erlangga meskipun ia tahu itu sangat sulit dan memakan waktu yang lama. Demi melihat Anya puas, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia punya banyak uang dan kekuasaan, dan itu cukup untuk membuat dirinya bisa melakukan apa saja.
Setibanya di kantor, Anya tidak langsung masuk ke ruangan Arya. Ia meminta Arya pergi lebih dulu sementara ia akan pergi ke bagian dapur untuk membuat minum untuk pria itu. Tentu saja, hal itu untuk membuktikan bahwa dirinya dan Arya memang tidak ada hubungan apa-apa selain bos dan asisten di depan pegawai lainnya. Meskipun mereka tidak akan percaya, setidaknya Anya telah mencoba menjelaskan melalui perilakunya.
"Ehm. Setiap hari kau berangkat dan pulang satu mobil sama pak Arya, apa benar rumah kalian searah?" Tanya seorang pegawai yang lebih ramah dibandingkan Febby dan Anna.
"Iya, bisa dibilang begitu." Jawab Anya.
"Kau terlihat masih muda, bagaimana pak Arya menawarimu pekerjaan?" Tanyanya lagi sambil melihat Anya dengan tatapan meneliti. Tubuh kecil Anya dan wajah imut Anya jelas masih terlihat dan itu cukup untuk menandakan bahwa Anya masih sangat muda untuk bekerja sebagai seorang asisten pribadi CEO.
"Aku masih 19 tahun. Kebetulan aku butuh pekerjaan dan pak Arya bersedia membantuku." Jawab Anya.
"Itu bagus. Kau masih kuliah?" Tanyanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur (21+)
RomanceKeterpurukan, membuat Anya menyerahkan dirinya pada takdir yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Entah terjebak atau takdir, Anya terlalu larut ke dalam perannya hingga ia lupa akan satu hal. Apakah hubungan mereka hanya sebatas teman tidur saj...