16. Keduanya Menangis

142 11 10
                                    

Vote Komen:)

No silet readers!

********

Setelah lama berpelukan. Akhirnya Kalan dan Flora pun melepaskan pelukannya. Mereka saling menatap satu sama lain dengan senyuman.

"Gue sayang sama lo, Ra."

"Gue juga, Lan."

"Iya, Ra. Dan nanti kalau gue udah gak ada. Lo cari pengganti baru lagi aja."

"Hah? Kok ngomong gitu sih, Lan?"

"Maaf, Ra. Tar lo tau sendiri alasannya kalau udah waktunya."

"Hm. Oke iya, Lan."

"Iya, Floraku."

Flora tersenyum saat mendengar perkataan Kalan barusan. Lalu menghela napasnya. "Yasudah. Gue pulang dulu, ya? Takut Papa gue marah."

"Iya, Ra."

Setelah itu. Flora pun pergi keluar dari ruangan itu. Kalan menghela napasnya lagi. "Mereka kok belum datang sih?"

"Lama bener," lanjut Kalan saat kedua temannya itu belum pada datang.

Dan, tiba-tiba saja pintu terbuka menampakkan Ibunya. Lisya yang datang. Kalan hanya menatap sekilas ke Lisya. Lalu berdehem.

"Sayang? Kamu kenapa?" tanya Lisya sembari mendekat ke arah Kalan.

Lalu duduk di kursi pinggir bangsal.

Kalan hanya menggelengkan kepalanya.

"Bun," panggil Kalan.

"Iya?"

Kalan menatap sendu ke Lisya. "Apa Kalan akan sembuh?"

Lisya tersenyum hangat. "Pasti. Kamu kan kuat."

Kalan tertawa hambar. "Dan nyatanya nggak, Bun. Kalan udah gak kuat. Penyakit ini gak ada apa-apanya dibanding penyakit lain."

"Kamu itu ngomong apa sih?" kesal Lisya.

"Kalau kamu ingin sembuh. Ya terus berdoa. Agar Tuhan mendengar, dan biar kamu sembuh!"

Kalan menunduk. "Kalan juga sering kok berdoa. Tapi apa hasilnya? Makin sini, makin sa-sakit."

"Lan, kamu mau kemana?" tanya Lisya saat Kalan turun dari bangsal.

Kalan tidak menjawab. Ia langsung pergi ke sebuah toilet rumah sakit di ruangan itu. Eh, bener 'kan?

Dan detik ini juga. Rasa Sakitnya kembali datang. Kalan tertawa hambar. Sembari terus memperhatikan dirinya dari cermin kaca wastafel.

"Kalan!" Tiba-tiba datang Lisya.

Kalan menangis. "Bun, Kala udah gak kuat. Kalau Kala pergi duluan. Izinin, ya?"

"Nggak! Kalan pasti sembuh!" kata Lisya yang kini mulai menangis juga.

"Nak, jangan patah semangat. Ayo semangat lagi. Demi Bunda, dan pacarmu. Flora."

Kalan menggeleng. "Percuma. Pasti Kalan akan mati juga dari sekarang."

"Apa Bunda gak ingat perkataan Dokter Adrian? Yang bilang sisa hidup Kala bentar lagi habis."

"Kalan! Dokter Adrian itu pasti bohong! Jangan percaya!" kata Lisya yang kini terisak menangis.

"Kamu tetap kuat, ya? Ganteng?" tanya Lisya sembari mengusap rambutnya Kalan.

"Kalau nggak gimana, Bun?" tanya Kalan lirih.

Kalan dan Lukanya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang