18. I dream of "Weakness"

44 5 25
                                    

____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________

"Pulang jam berapa kamu semalam?" ucap Satria sembari memotong steak buatan rumah lantas memasukkannya ke dalam mulut, sembari menatap anak bungsunya---Hansa---lamat-lamat. "Kata Bibi kamu baru pulang subuh tadi?"

Hansa menghela napas. Makanan di hadapan tak lagi menarik ketika sang kepala keluarga mulai membuka suaranya. Ia merasa kenyang meskipun perutnya berkata lain. Udah tau nanya, kata Hansa dalam hati, memandang sekilas Satria.

"Budek!" desis Shana, menilik Hansa yang ada di hadapannya sinis. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. "Lagian Ayah buat apa nanya dia? Udah jelas semalem dia pergi ketemu sama Ibunya yang lagi open BO." Shana mengulum bibirnya menahan tawa.

Hansa menggenggam erat-erat garpunya dan menatap Shana datar. Meskipun di luar terlihat datar, di dalam sana riuh ingin sekali menampar mulut kakaknya yang tiba-tiba membahas Ibunya, lagi. Benar-benar selalu mengacaukan selera makan pemuda itu sehingga mungkin ia bisa kurang gizi, neraka!

Tak memedulikan kakaknya yang terus mengoceh tidak jelas, Hansa mencoba mengabaikan dan masih berusaha memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Meskipun hampir muntah berada di tengah-tengah orang asing dengan marga keluarga.

"Benar Hansa?" tanya Satria lagi, kali ini tampak mengharapkan jawaban dari Hansa. Setelah menanam perhatiannya pada Shana, pria itu menatap Hansa penuh intimidasi. "Tolong kamu biasakan jawab pertanyaan ketika Ayah sedang bertanya! Di mana sopan santun kamu?"

Sontak piring milik Hansa berdenting akibat garpu dan pisau kecil yang tak sengaja lepas dari genggamannya. Pemuda itu berdecak. "Gak sopan makan sambil bicara." Kemudian membalas tatapan Ayahnya tanpa ekspresi.

Shana tertawa. Wanita cantik berlesung pipi itu menutup tawa dengan satu telapak tangan mungilnya. "Gak sopan katanya."

"Dan lo!" sentak Hansa menatap Shana dengan tatapan tajam, meski yang ditatap hanya memberikan senyuman manis bak tengah memberi ledekan halus pada adiknya. "Jangan pernah lo ngomongin Ibu gue lagi. Mind your own business, okay? Lo gak bahagia ya, sampai harus ngomongin Ibu gue terus?"

"Hansa cukup! Abisin makanan kamu!" tegur Ayahnya.

"Makanan?" tanya Hansa, kemudian mendengkus kecil. "Kalian masih bisa nyebut kita lagi makan?"

"Hansa, know your place! Lo itu cuma--

"Shana! Hansa! Cukup! Habiskan makanan kalian!" seru Satria menatap dua anaknya satu per-satu.

Berbeda dengan Shana yang langsung menutup bibirnya dan melanjutkan makan. Hansa berdiri dan perlahan meninggalkan mejanya sampai suara bass Satria kembali menggema.

"Hansa! Ayah bilang habiskan makanan kamu!" teriak Satria mulai marah.

Hansa menghentikan langkahnya tepat di ujung meja makan, dan berbalik menatap Satria. "Gak napsu. Hari ini Hansa mau berkabung ke rumah Adriel, semalam Darren meninggal karena kecelakaan. Ayah gak tau, kan? Atau Ayah pura-pura gak tau?"

FANTASYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang