19. I dream of "Cow"

29 4 6
                                    

____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________

Awan mendung berbentuk gumpalan asap kasar mulai mengambang tepat di atas sana, berarak pelan mengikuti embusan angin dingin. Mengikis sedikit demi sedikit cakrawala yang sebelumnya sempat cerah. Samar-samar terdengar geluduk kecil dan kilat menemani.

Suasana pemakaman menjadi terlihat sendu. Beberapa orang dengan baju hitam mulai bubar meninggalkan gundukan tanah basah bertabur bunga itu sendirian karena hujan mulai turun rintik-rintik.

Gaffi duduk di salah satu bangku milik penjual es kelapa yang persis berada di depan gerbang makam, sembari meminum es-nya tanpa kelapa--- hanya air kelapa muda dengan air gula jawa. Netranya fokus pada Hara yang terus menunduk dengan kacamata hitam, di sebelah gadis itu---Fay--- menggandeng lengan Hara. Sementara Adriel yang tak jauh berdiri di antara mereka hanya diam, dengan wajah sembab dan pucat menatap kosong makam Kakaknya, di sebelahnya Valo berusaha mengusap punggung Adriel memberi kekuatan. Di antara banyaknya yang pergi, sisa mereka ber-empat yang masih berdiri di sana. Entahlah, mungkin doanya belum selesai pikir Gaffi.

Pemuda itu sempat tak habis pikir dengan Hansa, pantas saja Hansa dijauhi teman-temannya, melihat mereka berempat berkumpul di pemakaman tanpa Hansa membuat Gaffi menyimpulkan bahwa Hansa memang tak peduli dengan kematian Darren. Pemuda itu bisa berjalan jauh hanya untuk membeli sebuah pulpen, tapi mengapa pemuda itu tak bisa menghadiri pemakaman Darren? Setidaknya untuk sekedar menghibur Adriel sahabat baiknya, mengingat Adriel masih menganggap Hansa sebagai sahabat.

"Sapi?"

Mendengar kata itu membuat netra Gaffi beralih pada seorang pemuda dengan jaket boomber berwarna army menghampiri, pemuda itu terkekeh renyah menatap Gaffi tak percaya. Pemuda yang sedikit lebih pendek darinya, dengan kacamata coklat bertengger di atas kepala.

Gaffi melengos setelah melempar tatapan kebingungan. Sampai akhirnya tepukan keras dari pemuda itu sampai pada bahu Gaffi, membuat tubuh Gaffi maju menabrak meja dengan mulut menganga terkejut. Panas dan perih mulai menjalar ke area itu, netra Gaffi melirik kesal.

"Shit!" umpat Gaffi. "Are you freakin' nuts?"

Pemuda itu masih mengembangkan senyumnya sembari duduk di sebelah Gaffi. "Wah, gak berubah ya lo. Masih kasar aja tuh cangkem."

"Kita kenal?" tanya Gaffi sinis, melirik kesal dari atas ke bawah, lantas ke atas lagi.

"Kenapa?" tanya pemuda itu balik, sembari mendekatkan kepalanya pada telinga Gaffi. "Lagi jalanin misi, ya?"

"Shut up!" sentak Gaffi, ia mengelus bahunya masih dengan wajah cemberut. "Minggir! Jangan duduk di samping gue, kita gak saling kenal."

"Wuu," ujar Pemuda itu menatap Gaffi dengan tatapan meledek dibarengi tawa geli, namun menurut dengan pindah di bangku yang berada di belakang Gaffi. Masih asik tertawa sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Misi apaan pake baju sekolah gitu," lanjutnya sembari terbahak.

FANTASYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang