13. I dream of "Coat"

25 7 14
                                    

__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

Kepulan asap putih bergerumul keluar dari bibir tipis wanita dengan banyak garis-garis halus di sekitar wajahnya. Wanita berperawakan kurus yang mengenakan coat coklat terlihat tenang memandang lurus gedung SMA Candala dengan tatapan tajam, matanya terlihat sayu bersama kantung mata yang terlihat menonjol.

Rokok yang diapit di dua jari wanita itu kembali diisap kuat-kuat tanpa mengalihkan perhatian. Tanpa menyapa atau berbicara untuk sekedar bertanya apa yang akan ia lakukan di area sekolahan pada satpam yang berjaga. Pupilnya masih fokus, tak melirik sedikit pun pada penjaga berseragam satpam yang mulai menghampiri.

"Maaf. Cari siapa ya, Bu?" tanya Satpam itu berusaha ramah, mendapati wanita berpenampilan sedikit mencurigakan tengah merokok di area sekolah.

"Cari anak saya," jawabnya datar sembari mengeluarkan asap putih itu lagi. Polesan merah merona pada bibir hitamnya yang terus mengisap nikotin menambah kesan angkuh pada wanita tersebut.

"Mau saya panggilkan? Nama anaknya siapa, Bu?" tanya Satpam itu lagi.

Kali ini wanita itu menoleh. "Gak usah. Saya ketemu di rumah aja," ujarnya lagi pelan. Lantas berbalik meninggalkan area sekolah.

__________

Apa yang lebih canggung dari kesepian?

Ketika berada di dalam keramaian, tapi nyatanya tetap sendirian. Tak ada yang harus disapa. Tak ada interaksi berlebihan. Tak ada senyum singkat untuk sekedar basa-basi. Hansa menyukai semua ketenangan itu dalam hidupnya, hanya saja ia juga manusia biasa---jika boleh jujur--- rasanya sangat canggung. Seperti memang tak sedang menjalani hidup, atau Tuhan sengaja memberi simulasi tak hidup untuk Hansa?

Lapangan outdoor begitu ramai. Para murid tak begitu terusik pada terik matahari siang ini, kecuali beberapa siswi-siswi yang memilih segera berteduh di bawah pohon rindang pinggir lapangan setelah mendapatkan nilai olahraga. Begitu pula Hansa. Pemuda itu tak suka terik matahari. Wajah pucat Hansa seketika memerah padam saat terkena sengatan dari cahaya matahari meski pemuda itu sudah duduk di bawah salah satu pohon mangga yang ada di pinggir lapangan, dan tentu saja sendiri.

Hara menghampirinya dengan dua botol air mineral dingin di tangan. Satunya ia letakkan di sisi sebelah Hansa duduk. "Minum! Biar lo gak dehidrasi."

"Gak usah repot-repot," kata Hansa pelan.

Sedang Hara tersenyum tipis. "Gue gak repot. Minum aja, muka lo udah kayak mayat hidup, tuh."

FANTASYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang