Kesayangan Bunda

332 148 154
                                    

Malam itu, ketika hujan turun dengan deras seorang wanita sedang bingung dan sedih. Dia tidak tahu harus menitipkan anaknya ini di mana.

Seorang anak perempuan cantik yang telah ia lahirkan tengah tertidur lelap. Anak cantik itu berusia 3 tahun, masih sangat kecil.

Dalam hatinya wanita ini ingin membesarkan anaknya.
Namun, dia takut jika ia tak mampu dan malah membuat anaknya menderita.

Dia melihat di ujung jalan ada sebuah harapan, harapan yang sedikitnya bisa membantu membesarkan anaknya.

Panti Asuhan Harapan Dunia, begitulah yang tertulis di papan atas gerbang itu. Dengan tangis yang entah sekian kalinya meluruh, wanita itu meletakkan anaknya dengan sepucuk surat yang dia tulis, isi suratnya bertuliskan tentang. "Berikan nama anak ini Sekar Arum, dan terima kasih mau merawatnya. Dengan berat hati, aku menitipkan anakku yang tercinta, apabila kehidupanku lebih baik dari sekarang aku akan menjemputnya kembali."

Menatap anaknya sekali lagi sembari menciumnya sebagai bentuk perpisahan, lalu ia letakkan di kursi santai depan pintu gerbang dan pergi meninggalkannya.

"Anakku tabahlah, maafkan Ibumu yang tidak bisa membesarkanmu. Semoga Tuhan selalu memberikanmu kebahagian. "

"Astaga! Anak siapa ini wah." Teriakan nyaring bocah laki-laki berusia 7 tahun tersebut, dapat ia lihat adik kecil perempuan tertidur di kursi santai ketika hendak membuka gerbang.

Dia membawa adik kecil tersebut menuju kamar Bunda si pemilik panti.

"Bun, Bunda. Adam nemuin adik kecil nih di luar gerbang. Kayaknya sih masih hidup. Tapi, adiknya ngga nangis."

Adam terus mengetuk pintu kamar Bunda, sesekali melihat si anak gemas nan lucu tersebut. Tak lama setelah itu sang Bunda pemilik panti membuka pintu kamar.

"Opo toh, Dam. Kamu pagi-pagi kenapa berisik sekali. Mbok ngomong iku ngga usah sambil teriak-teriak gini. Bunda kaget tau," gerutu sang bunda.

"Ini Bun, Adam temuin adik cantik di depan gerbang waktu mau buang sampah di luar." Memberikan adik kecil itu kepada bunda.

Sang Bunda mengambil anak itu lalu memeriksa apakah anaknya masih bernapas atau tidak.

"Ini siapa yang tega buang anak cantik hujan-hujan gini, sih. Untung saja adiknya masih hidup. Cepatan panggil Kak Mikha, Dam. Suruh sekalian bawain baju-baju di lemari gudang," ujar sang Bunda. Adam pun bergegas memanggil Kak Mikha.

Mikha dengan telaten memandikan anak cantik itu, sang anak sesekali tertawa geli ketika Mikha membasuhkan air ke wajahnya.

"Padahal kamu cantik begini loh, tega bener orang tuamu itu. Kamu tenang aja ya, di sini kamu banyak temennya."

Setelah Mikha selesai memandikan dan memakaikan baju, dia membuatkan susu yang tadi langsung dibelikan Pak Tono.

"Wes turu cah ayu iku nduk? Tadi Bunda baca surat yang ada di kerajang bayi itu. Ibunya nulis kalau nama bayinya Sekar Arum. Cantik 'kan seperti orangnya."
(Sudah tidur anak cantik itu, Nak?)

Mikha menyetujui apa yang Bunda katakan namanya cantik seperti orangnya.

Mikha terbangun karena mendengar suara rengekan Sekar. Mikha melihat jam, ternyata pukul 12 malam.

Mikha segera bangun dan melihat keadaan Sekar lalu pergi ke dapur untuk membuat susu, mungkin saja Sekar lapar. Untungnya Sekar tidur bersama dengan Mikha, karena hanya kamar Mikha  yang cukup besar. Sedangkan, kamar yang lain sudah terisi anak-anak di panti.

Mikha menolak ketika Bunda mengatakan Sekar tidur dengannya saja. Bunda sudah renta, kasihan jika beliau juga harus mengurus Sekar.

Bunda adalah orang yang sangat baik, masih memperbolehkan Mikha tinggal di panti ini walau usia Mikha seharusnya sudah hidup mandiri.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang