Flashback

110 91 30
                                    

"Ayah, kalau sudah besar Adam mau jadi dokter, Adam pengen sembuhin Ibu."

Ayahnya tersenyum lalu mengelus rambut Adam dengan sayang.

"Ayah kenapa Ibu ngga bangun? Adam pengen kasih lihat ini."

Adam mengeluarkan buku gambarnya dari dalam tas, dia ingin menunjukkannya pada Ibunya, gambar Ayah, Adam dan Ibu berpegangan tangan.

Ayahnya menatap Adam, menyamakan posisi tubuh mereka. Ayah memeluknya.

"Adam, Ibu sekarang sudah bahagia. Ibu udah ngga sakit lagi," ujar ayah dengan suara bergetar.

Bocah yang berumur 4 tahun itu tidak mengerti apa yang dikatakan Ayahnya. Dia hanya diam dalam pelukan Ayahnya.

Ayahnya kembali menatap Adam, mencium keningnya lalu menggendong Adam untuk melihat Ibunya.

Adam kecil tidak tau apa yang terjadi, dia melihat banyak orang yang sedih di dalam kamar tempat Ibunya dirawat, ada juga yang menangis. Ayah menurunkan Adam dan mendudukkannya di dekat Ibunya.

"Sekarang Adam boleh cium Ibu. Kita akan bawa Ibu pulang," ujar ayahnya masih dengan suara bergetar menahan tangis.

"Ibu, nanti kalau sampai rumah. Temenin Adam gambar ya. Adam pengen nunjukin gambar buatan Adam."

Adam mencium Ibunya dengan sayang. Ibunya hanya diam kaku tidak bergerak.

Adam diambil teman Ayahnya untuk dibawa pulang duluan ke rumah. Dalam perjalanan pulang Adam hanya diam tidak banyak bicara.

Setiba di rumah pun sudah banyak orang berkumpul, menangis dan melihatnya dengan tatapan sedih dan kasihan.

Ada yang mengelus kepalanya dengan sayang. Adam tidak mengenal sebagian dari mereka, sebagiannya lagi adalah teman-teman Ayah dan Ibunya.

Adam kecil masih tidak mengerti apa yang terjadi, Adam tidak suka keramaian, dia lebih memilih pergi ke kamarnya untuk menggambar.

Dia ingin menunjukkan itu ketika Ibunya sampai di rumah.

Ada yang membuka pintu kamarnya, laki-laki setinggi Ayahnya, dia tidak mengenal Paman itu, Paman itu menggandeng seorang anak perempuan yang lebih besar dari Adam. lalu berjongkok untuk mengelus rambut Adam.

"Adam anak pintar, Om adalah teman Ibu dan Ayahmu. Yang sabar ya, nak. Ibumu sudah bahagia," ujar Paman itu dengan suara bergetar. Paman itu memeluk Adam, mengusap punggungnya lalu mencium puncak kepala Adam. Paman itu mengatakan seperti yang ayahnya katakan.

Paman itu pergi setelah memeluknya. Namun, anak perempuan yang tadi dibawanya dia tinggalkan di kamar bersama Adam.

Adam mengamati anak perempuan itu, tingginya lebih dari Adam, kulitnya putih, matanya coklat dan rambutnya diikat. Anak perempuan itu lalu memberikan Adam sebuah bungkusan.

"Papa selalu memberikan ini kalau aku sedang sedih, rasa manisnya ngebuat sedih yang kita rasakan jadi hilang."

Adam mengambil bungkusan yang di berikan anak perempuan itu lalu membukanya.

Ternyata sekotak coklat. Adam sangat suka coklat, Ibu selalu membelikannya coklat walau Ayah melarang karena tidak baik untuk giginya.

Adam membuka kotak coklat itu, dan memakannya.

"Aku ngga lagi sedih, tapi suka coklat. Makasih, ya."

"Papa bilang aku harus baik ke kamu, makanya aku kasih coklat itu ke kamu. Kata papa kamu lagi sedih."

Anak perempuan itu mengamati kamar Adam, sebenarnya ini bukan kamar Adam. Dia masih tidur bersama Ibu dan Ayahnya.

Ayahnya sengaja membuat kamar ini untuk tempatnya bermain dan menggambar. Kamar itu penuh dengan gambaran Adam yang dia tempel di dinding.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang