Suara gemerisik dari dedaunan kering, seolah menjadi musik pengiring langkah gadis itu. Langkah perlahannya terus melaju membelah semak belukar didepannya.
Sepi, sunyi dan dingin. Suasana tampak mencekam dengan dedaunan hijau yang menghalangi pemandangan. Seperti sebuah adegan di film horor, membuat nafasnya terasa sesak disetiap langkah yang ia ambil.
Bibirnya tak mampu untuk bersuara mengeluarkan kata, dia hanya terdiam dengan gemuruh jantung menyesakkan dada. Dia menenggok ke arah kanan dan kiri, dia benar-benar tenggelam diantara semak belukar itu.
Hari masih sore, tapi entah kenapa suasana justru terasa sudah mencekam. Suhu yang dingin semakin membuat bulu kuduknya merinding, takut tapi dia tidak mau berhenti untuk melangkah. Sekalipun rasa takut membendung, tapi secercah rasa penasaran yang lebih besar membuat ia memberanikan diri untuk terus melangkah.
Sampai ketika dia merasa bahwa sudah berada di ujung jalan. Tangannya perlahan menyibak semak terakhir didepannya, tanpa mempedulikan kedua tangannya yang terluka akibat terkena tusukan ranting maupun duri dari semak itu.
"Menara?" bibirnya bergerak membisik penuh tanya.
Diujung lahan penuh semak itu, ada sebuah menara tua berdiri kokoh seakan tak peduli telah termakan usia. Kakinya kembali melangkah, membawanya keluar dari lahan semak belukar itu. Pandangannya terpaku tertuju pada menara tua, terlihat usang dan kotor tidak terawat. Sepertinya menara itu sudah berdiri selama puluhan atau bahkan ratusan tahun disana.
"Menara?" bibirnya kembali membisikkan kata itu, dengan langkah yang terus mendekati menara tua itu sedikit demi sedikit.
"Masih kokoh." ia berkomentar setelah tangannya menyentuh menara tua itu, tidak terlihat rapuh seperti yang ia pikirkan sebelumnya.
Pandangannya kemudian mengedar, melihat sekitar yang hanya dikelilingi oleh semak belukar yang dia lewati tadi serta lahan kosong disisi lain menara itu. Rasa penasaran terus menyerang dirinya, sehingga gadis itu memutuskan untuk kembali melangkah memutari menara itu.
Kembali terdengar suara retakan daun dan ranting yang kering, menjadi suara pengantar langkahnya mengelilingi menara itu. Sesekali kepalanya bergerak tertuju keberbagai arah, memastikan ditengah suasana sunyi itu hanya ada dirinya seorang.
Perlahan, secara perlahan namun pasti dia sampai disisi lain dari menara itu. Dan betapa terkejut gadis itu, ketika mendapati seorang pria duduk disana.
Pria itu seorang diri, duduk bersandar dengan pandangan yang putus asa. Pakaiannya terlihat lusuh, tapi terlihat seperti pakaian khas kaum bangsawan dimasa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Tubuhnya yang ia sandarkan pada menara itu, tampak tegap berisi, khas pria bangsawan yang mempesona.
Ragu, gadis itu kembali mundur bersembunyi dibalik menara itu. Mengintip pria yang tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Sambil ia pandangi, ia telisik bagaimana fisik yang mampu ia lihat itu.
"Siapa dia?" bisiknya dalam hati, rasa takut membuat gadis itu tak mau mengeluarkan suaranya.
Lantas pandangannya beralih pada apa yang tengah pria itu pandangi dengan tatapan yang kosong. Sebuah lahan yang luas dengan beberapa pohon karet yang tampak tidak terawat. Diantara jajaran pohon karet itu, tumbuh semak belukar yang membuat setengah pohon karet itu seperti hampir tenggelam.
Apa mungkin disini dulunya adalah perkebunan karet? Tapi kenapa tampak tidak terurus sama sekali? Apa pemiliknya mengalami kebangkrutan hingga tidak meneruskan perkebunan ini?
Pikiran gadis itu melanglang buana, memindai tempat dimana dirinya berpijak kini: sebuah lahan yang begitu luas, hanya ada menara itu sebagai satu-satunya bangunan disana. Sisanya hanya lahan yang luas dengan semak belukar serta pohon karet itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KKN Di Desa Cikuda | SVT Lokal
HorrorKuliah Kerja Nyata, alias KKN yang berlokasi di Desa Cikuda. Salah satu desa tertinggi yang terletak di Kabupaten S. Siapa sangka jika lokasi KKN yang ditentukan disana, justru membawa malapetaka untuk para mahasiswa. Tujuan KKN yang berpegang pada...