KKN : Awal

4.4K 243 28
                                    

Suara gemerisik dari dedaunan kering, seolah menjadi musik pengiring langkah gadis itu. Langkah perlahannya terus melaju membelah semak belukar didepannya.

Sepi, sunyi dan dingin. Suasana tampak mencekam dengan dedaunan hijau yang menghalangi pemandangan. Seperti sebuah adegan di film horor, membuat nafasnya terasa sesak disetiap langkah yang ia ambil.

Bibirnya tak mampu untuk bersuara mengeluarkan kata, dia hanya terdiam dengan gemuruh jantung menyesakkan dadanya. Dia menenggok ke arah kanan dan kiri, dia benar-benar tenggelam diantara semak belukar itu.

Hari masih sore, tapi entah kenapa suasana justru terasa sudah mencekam. Suhu yang dingin semakin membuat bulu kuduknya merinding, takut tapi dia tidak mau berhenti untuk melangkah.

Sampai ketika dia merasa bahwa sudah berada di ujung jalan. Tangannya perlahan menyibak semak terakhir didepannya, tanpa mempedulikan kedua tangannya yang terluka akibat terkena tusukan ranting maupun duri dari semak itu.

"Menara?" bibirnya bergerak membisik penuh tanya.

Diujung lahan penuh semak itu, ada sebuah menara tua berdiri kokoh seakan tak peduli telah termakan usia. Kakinya kembali melangkah, membawanya keluar dari lahan semak belukar itu.

Pandangannya terpaku tertuju pada menara tua, terlihat usang dan kotor tidak terawat. Sepertinya menara itu sudah berdiri selama puluhan atau bahkan ratusan tahun disana.

"Menara?" bibirnya kembali membisikkan kata itu, dengan langkah yang terus mendekati menara tua itu sedikit demi sedikit.

"Masih kokoh." ia berkomentar setelah tangannya menyentuh menara tua itu, tidak terlihat rapuh seperti yang ia pikirkan sebelumnya.

Pandangannya kemudian mengedar, melihat sekitar yang hanya dikelilingi oleh semak belukar yang dia lewati tadi serta lahan kosong disisi lain menara itu. Rasa penasaran terus menyerang dirinya, sehingga gadis itu memutuskan untuk kembali melangkah memutari menara itu.

Kembali terdengar suara retakan daun dan ranting yang kering, menjadi suara pengantar langkahnya mengelilingi menara itu.

Perlahan, secara perlahan namun pasti dia sampai disisi lain dari menara itu. Dan betapa terkejut gadis itu, ketika mendapati seorang pria duduk disana.

Pria itu seorang diri, duduk bersandar dengan pandangan yang putus asa. Pakaiannya terlihat lusuh, tapi terlihat seperti pakaian khas kaum bangsawan dimasa Pemerintahan Hindia Belanda dulu.

Ragu, gadis itu kembali mundur bersembunyi dibalik menara itu. Mengintip pria yang tidak menunjukkan pergerakan sama sekali.

"Siapa dia?" bisiknya dalam hati, rasa takut membuat gadis itu tak mau mengeluarkan suaranya.

Lantas pandangannya beralih pada apa yang tengah pria itu pandangi dengan tatapan yang kosong. Sebuah lahan yang luas dengan beberapa pohon karet yang tampak tidak terawat.

Apa mungkin disini dulunya adalah perkebunan karet? Tapi kenapa tampak tidak terurus sama sekali? Apa pemiliknya mengalami kebangkrutan hingga tidak meneruskan perkebunan ini?

Pikiran gadis itu melanglang buana, memindai tempat dimana dirinya berpijak kini. Sebuah lahan yang begitu luas, hanya ada menara itu sebagai satu-satunya bangunan disana. Sisanya hanya lahan yang luas dengan semak belukar serta pohon karet itu.

Pertanyaan yang membelenggu pikirannya, membuat gadis itu tidak menyadari sekitarnya. Tanpa dia sadari, pria yang sejak tadi dia lihat itu kini sudah beranjak menghampirinya.

Wajah pria itu kentara sekali, memiliki ciri khas wajah orang Belanda. Apalagi dengan pakaian khas para bangsawan Belanda, semakin menyakinkan bahwa pria itu adalah seorang bangsawan Belanda.

KKN Di Desa Cikuda | SVT LokalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang