Chapter 21

1.8K 83 0
                                    

Dari hari ke hari, Widya, semakin merasa tak rela ditinggalkan Farhaz. Pria yang selalu mengiriminya pesan itu, terus membuat Widya terbayang-bayang akan masa lalu mereka, plus perubahannya yang signifikan ....

Padahal, dia tak ada lagi bertemu dengan Farhaz, terakhir kali adalah menjenguk Jek dan Jo.

Apa Farhaz tak berniat menemuinya lagi? Sekalipun begitu, Widya rasa ia akan punya keraguan soal keberaniannya untuk itu. Farhaz masih akan di sini beberapa hari, entah setelah kasus tuntas atau Jek dan Jo sembuh, bisa dikatakan detik-detik terakhirnya.

Saat memikirkan kegalauan isi kepalanya itu, sebuah pesan baru muncul.

"Widya, besok aku akan pulang sama Jek dan Jo, jadi malam ini kami mau ngadain acara makan malam bareng sama yang lain juga. Apa kamu mau ikut?" tawar Farhaz. "Aku gak maksa, kok." Itu pesan berikutnya.

Dengan hal tersebut, Widya yang dilema, malah tanpa pikir panjang menjawab, "Iya, aku ikut."

"Makasih, ya, Widya. Kita ke restoran X, jam 7."

Mata Widya membulat sempurna akan jawabannya sendiri, tetapi entah kenapa Widya tak menyesal akan hal tersebut. Jadi malam itu, dia bersiap-siap untuk berangkat, rencananya berbarengan dengan keluarga Adnan yang pula diundang.

Saat sampai di sana, sudah ada sang tamu utama, Farhaz, Jek, dan Jo. Duduk rapi di tempat mereka dengan Farhaz di tengah, Jek dan Jo sisi kanan dan kiri.

"Duduklah, duduk, Mbak Rachita, Mas Adnan, Mbak Valerie, Guru Eko, dan Widya ...." Nada suara Farhaz ada yang lain saat menyebut Widya, Widya hanya mengangguk dan tersenyum seraya duduk di tengah antara Valerie dan Rachita.

"Keknya ada satu bangku kosong, ada siapa lagi, nih?" tanya Adnan, memang benar ada satu bangku kosong lagi.

"Oh, itu, tuh orangnya datang!"

Semua menoleh dan menemukan, sang ibu polwan, Zora, tamu terakhir di sana. "Maaf terlambat, ya, Semuanya."

"Enggak, kok, Bu Zora. Duduklah, duduk."

Entah kenapa, Widya merasa Farhaz dekat dengan Zora. Apa mereka punya hubungan lebih?

Zora lalu duduk, paling dekat di samping Rachita.

"Silakan, silakan dinikmati!" kata Farhaz tersenyum. "Terima kasih semuanya yang sudah mau datang." Semua menikmati jamuan yang ada di hadapan, canda tawa hadir di antara semua, tetapi Widya lebih banyak diam.

Dia hanya memperhatikan ....

Zora, tertawa bersama Farhaz, mereka bersama kelihatan sangat cocok. Zora, polisi wanita, yang jelas kuat, seperti Farhaz juga. Dia cantik dan tampak cerdas, sementara Widya ini, berbobot lebih, kelebihannya yang lain selain berat badan ya ... rasa plin-plannya.

Widya tak membenci Farhaz, dia tak bisa.

Widya juga mulai tak takut pada Farhaz, dia pula tak bisa.

Dan yang pasti, saat ini Widya ... bingung dengan perasaannya.

Apa ini yang disebut ... cemburu? Tidak, tidak, memang mereka ada hubungan apa? Widya jelas menolak Farhaz, dan Farhaz berhak bahagia dengan yang lain, tak ada yang perlu diragukan lagi. Mereka memang tak berjodoh dari dulu, tak ada kecocokkan di antara mereka.

Ya, benar, relakan kepergian Farhaz, karena kan memang dari awal dia mau itu, oh tidak dia tak bermaksud mengusir Farhaz, uh tidak tidak ....

"Bos, gue sama Jek izin bentar ya, mau ke toilet."

"Ya udah sono." Farhaz menjawab, Jek dan Jo pun mulai beranjak.

Kini menyisakan Farhaz dan yang lain, dan kedekatannya bersama Zora kembali diperhatikan Widya. Bahkan Farhaz tak fokus lagi pada Widya.

Memang benar seperti itu, tak perlu diragukan.

"Duh, Rachita, temenin Mbak ke toilet, dong," pinta Valerie tiba-tiba. "Biasa, bumil."

"Eh, Sayang, aku aja yang temenin kamu." Eko mengajukan diri.

"Duh, kalian di sini aja. Ayo, Rachita."

"M-Mbak, Rachita, boleh aku ikut juga?" Widya mengajukan diri, sejenak mereka terdiam akan hal itu tetapi mau tak mau, menyetujui.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Bos Gemoy Gue ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang