Chapter 25

1.9K 85 2
                                    

Farhaz makin gencar mengudel-udel Widya, karena Widya sendiri tak berpikiran untuk kabur dan terlihat tetap mau berteman dengannya, sampai akhirnya mereka berpisah. Widya akan ke kota mengubah nasib, dan saat itu Farhaz tak sadar sebenarnya Widya agak menghindarinya. Lebih tepatnya, di satu sisi Widya takut pada Farhaz, tetapi di sisi lain ... dia menyayangi anak laki-laki yang selalu menjadi pahlawannya tersebut.

"Farhaz, Ibu tau Farhaz kuat, Farhaz jaga siapa aja ya. Makasih udah jagain Widya." Itu pesan ibunda Widya sebelum akhirnya mereka berpisah.

Itu seperti Farhaz, kehilangan sebagian dirinya. Dia selalu menunggu Widya kembali, tetapi tiada kabar, sampai kini mereka beranjak dewasa.

Tubuh Widya masih sama, sangat enak dipeluk, seperti terakhir kali dia memeluknya di masa lalu. Dan Farhaz, sempat ragu untuk membalas pelukan itu, tetapi dia sangat merindukan momen ini, hingga akhirnya ....

Dengan pelajaran dari Eko, Farhaz balik memeluk Widya, selembut mungkin.

"Apa sakit?" tanya Farhaz memastikan.

"Enggak ...." Widya menggeleng lembut.

"Syukurlah." Setelah beberapa saat, pelukan pun terlepas, kini mereka perlu mengurus hal lain setelah itu. Mereka mau tak mau berpisah, meski demikian mereka bersyukur hubungan mereka menjadi lebih baik.

Keduanya bahagia.

Lalu, keesokan harinya, ini hari kepergian Farhaz, Jek, dan Jo, pulang kembali ke kampung mereka. Mereka naik transportasi umum berupa kereta, dan Widya ada di sana bersama Rachita dan Eko, guna mengantarkan ketiganya ke terminal.

"Bos, Bos yakin pulang aja? Kami gak papa kok pulang berdua, Bos ... kali aja mau di sini lebih lama," kata Jo, karena tahu ada perasaan bersemi di antara bosnya dan bos gemoynya.

"Iya, Bos, betul banget. Bos tenang aja, di kampung biar kami urus, Bos--"

"Ssst, diam!" Farhaz mendengkus sebal akan ungkapan mereka.

"Jadi, kamu bakalan pulang, ya, Farhaz?" tanya Widya.

"Iya, aku akan pulang, banyak tanggung jawabku di sana, tapi bukan berarti aku ... nyerah sama hubungan kita, kok." Farhaz memegang kedua tangan Widya, begitu lemah lembut. "Tolong, jaga hati kamu buatku, ya. Karena aku juga bakalan jaga hatiku, cuman buat kamu."

Perpisahan ini menyedihkan, Jek menghirup ingusnya penuh kesenduan. Sedang Jo menoel bahunya kesal.

Widya mengangguk. "Iya, Farhaz."

"Kalau begitu, aku pulang dulu, ya, Guru, Mbak Rachita, salam buat Mas Adnan dan Mbak Valerie." Farhaz melambaikan tangan ke arah mereka. "Aku titip Wiwid ya. Widya, aku pulang. Jangan lupa, chit chat, vidcall, calling, pokoknya selalu kabarin!"

"Oke, Farhaz."

"Daaah!" Kereta datang, mereka bertiga mau tak mau segera memasuki area kereta, Widya hanya bisa melambaikan tangan akan kepergian Farhaz itu tanpa bisa berbuat apa pun karena memang, Farhaz punya tanggung jawab besar pada desanya.

Selayaknya dia, punya tanggung jawab besar terhadap perusahaan yang dia tangani.

Mereka akan bertemu, suatu hati nanti, entah kapan ....

Namun yang pasti, silaturahmi mereka memang tak putus, intesitas chit-chat mereka, bahkan sampai video call dan lainnya, lebih sering dan lebih lancar dari sebelumnya. Farhaz dengan kegiatannya di desa, dan Widya dengan kegiatannya di kota.

Tembok demi tembok masa lalu buruk tersapu, keduanya semakin erat menjalin kasih, meski status mereka masih belum ditentukan sepenuhnya. Akan tetapi yang jelas, keduanya sama-sama menjaga hati, karena mereka merasa ....

Sedari kecil, dengan kelingking yang tertaut, ada janji yang selalu mereka tepati.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Bos Gemoy Gue ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang