4. ikan danau

249 19 0
                                    

Genta merengkuh tubuh yang masih bergetar itu dalam dekapannya.

Suara gadis di pelukannya sudah sangat begitu serak, lirih dan sendu. Tangisnya terdengar sangat menyayat hati siapapun yang mendengar di pemakaman desa sore menjelang magrib itu.

Warga desa memandang prihatin gadis remaja yang menangis tergugu di makam bertanah merah itu.

" Ne hikss nenek hikss.. maaf maaf". Gadis itu tergugu, menangis menumpahkan sesak dalam hatinya.

"Sudah melati ". Genta berujar lirih sambil tangannya mengusap lembut lengan ringkih itu.

Yaa, melati si gadis yang menangis di makam baru itu .

Saat genta sampai di depan rumah melati yang ramai dengan banyak orang . Genta panik dan mencari keberadaan melati dan seseorang memberitahunya bahwa melati sedang berada di makam untuk menguburkan jasad nenenknya yang baru meninggal tadi pagi di perjalanan menuju rumah sakit.

Dengan berlari genta menuju makam dan melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang gadis yang sangat dia kenal tengah meraung memeluk nisan di makam baru itu .

" Ne hikss nenek..huuuhuuuu..melati ikut nenek hikss.. bawa melati nek.huhuuu" . Genta membawa kepala melati menuju dada bidangnya , memeluk tubuh ringkih itu kedalam dekapannya. Menguatkan batin gadis itu yang kini terguncang di dera kesedihan yang mendalam.

" Nenek hik". Tubuh itu lunglai jatuh sebelum lengan kekar itu menangkap. Melati jatuh pingsan di dalam dekapan genta. Genta mendekap erat tubuh melati, mengusap wajah yang penuh air mata itu. Menatap lekat wajah cantik kini terlihat sembab, seberapa banyak melati menangis? Batinya bertanya.

Genta duduk  di samping melati yang masih menutupkan matanya. Gadis itu pingsan setelah lelah menangis sepanjang hari. Genta diam menatap wajah cantik yang masih memejamkan matanya itu.

Sebuah tangan menepuk pelan bahunya, genta menoleh dan mendapati seorang pria paruh baya yang tengah tersenyum lembut kepadanya. Genta balas tersenyum dan kembali melihat melati.

" Mau kopi nak?". Ujar pria paruh baya itu di sampingnya. Genta menolak halus tawaran pria paruh baya itu, dirinya tidak berselera apapun selain menatap wajah melati yang masih terpejam itu.

Pria paruh baya itu ikut melihat kearah melati dan menghembuskan nafas kasar.

" Pagi pagi, melati mengetok rumah saya. Istri saya yang kebetulan membukanya dan katanya melati mau pinjam telepon untuk menelepon ambulan".

Genta mendengarkan ucapan pria disebelahnya dengan masih menatap lekat melati. Tangannya dengan reflek mengusir nyamuk yang hendak mendarat di kulit wajah melati.

" Neneknya dari semalam sakit parah, katanya dia tidak enak mengganggu malam malam untuk meminjam ponsel dan pagi pagi dia datang meminjam ponsel. Istri saya kebetulan sangat tau keadaan melati dan menyuruh saya mengantarkan nenek melati ke rumah sakit namun sayangnya di perjalanan neneknya tidak dapat di selamatkan. Beliau menghembuskan nafas terakhir tepat di pangkuan melati".

Genta melihat pria yang duduk disebelahnya mengusap wajahnya, menghalau air mata yang hendak jatuh itu.

" Sebelum neneknya meninggal, 4 hari lalu ibunya pergi meninggalkan mereka berdua. Malam  subuh melati mengejar ibunya yang pergi dengan mobil".

Pria paruh baya itu menghela nafas berat.

" Kasian sekali melati ini. Seluruh warga desa memang sangat tidak menyukai kelakuan ibu melati, salma. Tapi tidak dengan melati dan neneknya. Siapapun tidak akan bisa membenci gadis lembut baik hati ini".

Genta menoleh dan menatap pria paruh baya itu. " Saya sangat berterimakasih kepada bapak atas bantuannya kepada melati pak".

Pria paruh baya itu tersenyum lembut. Dia belum pernah melihat pemuda jakung yang tampan ini sebelumnya. Dia juga tidak tahu hubungan anak muda didepannya ini dengan keluarga melati. Tapi dilihat saat anak muda ini berlari dan memeluk melati di pemakaman, menggendong melati yang pingsan dari pemakan sampai ke rumah dan duduk diam menjaga melati yang masih pingsan ini hubungan keduanya pasti istimewa.

MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang