23. kembali

365 37 1
                                    

Genta diam masih diam berdiri di tempatnya sejak satu jam lalu. Dia mengamati objek yang sama sejak satu jam lalu di sebrang sana. Sudah beberapa hari dia melakukan hal yang sama. Diam berdiri dan mengamati salah satu penghuni rumah di jejeran kontrakan itu. Seorang gadis kecil yang bermain dengan anak laki laki yang lebih besar dari gadis itu menjadi fokusnya dari satu jam lalu. Bermain di bawah pohon yang rindang. Meski terik panas matahari menyengat kulitnya tak membuat genta beranjak dari posisinya.

Dia ingat itu. Bayi kecil merah yang di gendongnya dulu. Bayi cantik yang di tinggalnya setelah dia selesai mengazaninya. Dia benci pada dirinya sendiri. Rasa kesal untuk dirinya membuatnya sesak. Kenapa harus selama ini untuk ingat semua. Dia terlalu jauh melewati moment moment berharga bayinya yang kini tumbuh menjadi seorang anak perempuan kecil yang sangat cantik. Selain rasa kesal untuk dirinya dia jauh merasa benci dengan seseorang.

Seseorang yang dilihatnya kini berjalan mendekati dua anak kecil yang bermain disana. Melati yang seperti tengah berbicara kemudian berdiri diikuti dua anak itu dibelakangnya. Dari semua orang kenapa melati ikut menutupi semua ini darinya. Dia yang mengingat semua kenapa tak mencoba untuk mencarinya dan membantunya untuk ingat?. Segala pertanyaan itu berputar dikepala genta. Membuatnya benci pada semua orang yang menyebabkan dirinya seperti manusia terbodoh tak tahu apapun di dunia ini.

Apa melati punya suami baru?. Itu sebabnya dia tidak ingin membuatnya ingat. Pikirnya dalam hati.

Saat objek yang dilihatnya pergi masuk di rumah kontrakan kecil itu, dirinya ikut melangkah berbalik menjauhi posisinya berdiri. Berjalan tak tentu arah. Dia seperti orang linglung.

Semua orang membuatnya semakin sesak. Bapaknya, melati, putrinya. Semuanya menyakitinya dengan caranya sendiri. Bagaimana caranya dia bisa kembali lagi pada masa lalu. Kembali untuk melihat bayinya tumbuh menjadi putri yang cantik dan pintar. Melihat bagaimana untuk pertama kali melihat putrinya melangkah pertama kali, berbicara pertama kali, memanggilnya ayah. Tak terasa air matanya menetes membasahi pipinya. Genta menegadah menatap yang begitu cerahnya langit. Dadanya begitu sesak dan semakin sesak jika mengingat semuanya.

****

"Mama, kak arga mau liburan kerumah neneknya". Ucap sara yang baru selesai mencuci tangannya setelah makan siang. Arga yang tadinya makan siang bersama sudah pulang ketika ibunya memanggil untuk tidur siang.

" Wahh seru dong". Ucap melati seadanya sambil kembali menjahit baju sara ditangannya. Baju rumahan yang robek sepulang bermain. Entah apa yang dilakukan gadis kecil itu hingga pulang pulang dengan keadaan kacau. Baju robek, wajah penuh kotoran dan rambut acak acakan. Katanya dia baru jatuh memanjat pohon. Tapi yang dikatakan arga, sara bertengkar dengan teman di blok sebelah.

" Sara juga mau liburan kerumah nenek mah". Melati berhenti di kegiatannya. Melihat wajah putrinya yang cemberut dengan bonekah ditangannya. Bonekah yang dibeli di pasar malam. Satu satunya bonekah yang masih bagus yang menjadi mainan favoritnya sekarang.

" Sara kok tidak punya nenek mah". Melati tersenyum dan mendekati putrinya. " Sara punya nenek kok".

Gadis itu menoleh menatap ibunya dengan raut bertanya." Mana?".

" Sara punya nenek tapi nenek sara pergi duluan ke rumah tuhan".

Melati mengelus rambut panjang sara dengan lembut. Membawa gadis kecil itu duduk dipangkuannya. Memeluk dan mengelus punggung kecil itu lembut." Nanti kalau mama sudah libur. Kita berkunjung ke rumah nenek".

" Betul ya ma". Seru gadis kecil itu berseri. Melati mengangguk dan melambuhkan kecupan kecupan di seluruh wajah sara. Sara terkikik dan kembali memeluk tubuh ibunya itu erat. Entah kapan libur itu tiba, melati sendiri tidak yakin dirinya bisa sejenak libur dari pekerjaannya. Pekerjaan yang menyambung hidupnya dan putrinya. Jika saat itu benar benar akan tiba, dia akan pulang ke desa untuk berziarah kemakam neneknya.

MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang