12. Kecewa

350 13 0
                                    

Melati terengah lemas tubuhnya banjir dengan keringat setelah genta menguras habis tenaganya sejak malam pertama mereka sah menjadi suami istri. Sudah 4 hari dari pertama mereka menginjak di kota ini, melati dan genta sah menjadi suami istri setelah ijab kabul di ucapkan oleh genta siang hari tadi. Hanya seorang penghulu dan saksi hakim di pernikahan sederhana mereka tidak ada orang tua yang menemani. Awal sebelum ijab di ucapkan melati sempat meragu, dirinya memang sudah tidak ada keluarga tapi berbeda dengan genta. Genta masih memiliki keluarga besar dan orang tua dia takut nantinya terjadi masalah antara genta dengan keluarganya. Melati sempat ingin menyerah di awal tapi dengan penuh keyakinan genta terus
Mengatakan baik baik saja apapun yang terjadi.

Melati merasakan selimut hangat di naikkan ke tubuhnya yang telanjang kemudian tubuh besar genta yang memeluknya erat. Elusan lembut genta di punggungnya membuat matanya semakin terasa berat. " Tidurlah mel".
Sedangkan genta sendiri masih terjaga saat dengkuran halus dari bibir melati mulai terdengar. Dilihatnya sejenak wajah yang masih berkeringat dengan bibir merah merekah terbuka kecil. Sungguh begitu cantik wanita yang saat ini tengah mengandung anaknya itu. Di kecupnya bibir melati singkat dan mengelap keringat di kening melati. Tangan genta masih mengusap punggung melati lembut tapi pandangan pemuda tampan itu menatap atap hotel kosong. Pikirannya berkelana untuk memikirkan nasib mereka kedepannya.

Keputusannya menikahi melati saat ini mungkin akan menimbulkan masalah besar di keluarganya apalagi untuk ayahnya. Ayahnya itu pasti akan mengamuk besar kepadanya. Tapi mau apapun yang terjadi, bagaimanapun tanggapan keluarga, ayah dan ibunya dia tidak akan melepas melati. Saat ini melati sudah sah menjadi istrinya baik secara agama dan negara jadi melati sudah menjadi tanggung jawab untuknya melindungi dan menjaganya.
Genta menghela nafas berat mencoba menguatkan jiwa dan fisiknya. Disisi lain dia khawatir dan takut tapi disisi lain dia merasa sangat bahagia bisa bersama dengan melati. Membangun keluarga kecil bersama melati dan anak anaknya kelak. Apapun itu dia akan menjadi tameng dan pelindung bagi kelurga kecilnya. Tak akan satupun orang yang nantinya akan menyakiti keluarganya.

***********

Dua pasangan suami istri paruh baya itu berdiri memandang seorang pemuda yang membonceng gadis di sepeda motornya. Pasangan suami istri itu diam seperti menyambut kedatangan mereka tapi kenyataannya kata sambutan mereka tidaklah sama dengan arti sambutan yang sesungguhnya.

Melati yang turun dari sepeda motornya nemandang pasangan suami istri yang berdiri menatapnya tajam. Melati menyentuh lengan genta dan memandangnya ragu. Genta balik memandang dengan senyuman lembut menenangkan. Sepulang dari kota genta memberi tahu melati jika mereka harus langsung menuju rumah kedua orang tuannya.

Mereka berdua berjalan mendekat ke orang tua genta, genta yang hendak menyentuh tangan ayahnya untuk memberi salam namun langsung di sentak kuat oleh pria paruh baya itu. Masih tanpa suara genta membawa melati mengikuti orang tuanya yang memasuki rumah. Genta langsung mendapatkan bogeman keras dari ayahnya.

" MEMALUKAN, KAU TIDAK PUNYA OTAK. SIA SIA AKU BESARKAN TAPI INI BALASANMU". Teriak ayah genta dengan masih memberikan bogeman mentah di wajah remaja itu. Melati menutup i mulutnya kuat menahan teriakan saat melihat suaminya dipukul kuat.

" Apun yah". Ucap genta terbata dengan bersujud di depan ayahnya. Melihat wajah genta sudah lagi tidak berbentuk. Begitu kacau dengan penuh luka dimana mana memvuat melati menangis sejadi jadinya. Dia hanya mampu membekap mulutnya saat tubuh genta
Kembali di pukul bertubi tubi oleh ayah genta. Dia tak  mampu membantu, saat ingin mendekat genta memberikan tatapan tajam dan gelengan kepala seolah tidak memperbolehkannya ikut campur.

Genta ditendang keras oleh ayahnya hingga terlempar jauh, dia terbatuk dan meringkuk menahan sakitnya. Tubuhnya benar benar terasa remuk dan hancur tapi ini memang sepadan dengan rasa kecewa dari orang tuanya. Melati mendekat meringkuh tubuh genta yang penuh lebam dan darah yang bercucuran dari luka yang terbuka. Tubuh melati yang duduk tersentak saat tarikan memaksanya berdiri.

Plak

Tamparan keras membuatnya terhuyung hampir terjatuh namun tangannya kembali ditarik berdiri menghadap wanita paruh baya yang sudah  bercucuran air mata.

" PUAS KAMU?! ".

teriak wanita yang merupakan ibu genta itu tepat di depan wajah melati. Tarikan kuat melati rasakan di kepalanya saat ibu genta menjambak rambutnya seakan ingin membuatnya lepas dari kulit kepala.

" DASAR WANITA MURAHAN. BERANINYA MERAYU ANAKU DAN MENJEBAKNYA. MENJIJIKAN KAMU. PELACUR TIDAK TAHU MALU. MATI KAMU".

teriak menggelegar ibu gema di tujukan kepada melati. Melati memeluk  untuk melindungi perutnya saat ibu genta memukulnya bertubi tubi. Air matanya terus menetes saat sakit hatinya melebihi sakit tubuhnya yang saat ini diterimanya.

" Cukup bu cukup!". Dengan terhuyung lemah genta menarik melati kedalam pelukannya. Melindungi melati dari kemarahan ibunya.

" Genta minta maaf bu, ini semua salah genta bukan melati. Ampuni kamu bu". Ucap genta lirih. Tubuhnya remuk hancur lebur tapi saat ini jika terjadi apa apa dengan melati dia akan jauh lebih tidak terima.

" Genta. Tinggalkan dia . Masa depanmu masih panjang nak. Jangan kamu terjerumus dengannya dan menghancurkan masa depan dan mimpimu. Kamu masih muda nak. Pikirkan-".

" Bu aku sudah pikirkan. Masa depanku melati dan anakku. Maaf". Ucapnya lirih di akhir kalimatnya. Genta menatap ibunya yang perlahan menjauh terlihat menyerah dan amat kecewa kepadanya. Untuk pertama kalinya genta melihat ibunya yang biasa sangat tegar itu seperti sangat kecewa.

" DASAR ANAK SETAN KAMU! DIKASIH KEMUDAHAN KAMU PILIH HIDUP HANCUR DENGAN PELACUR ITU".

******* 

Melati masih belum bisa menghentikan tangisnya. Dia mengobati luka terbuka di seluruh tubuh genta dengan tangis yang masih tergugu. " Hikss.. maaf gen hikss".

Genta meraih tangan melati, menautkan kedua tangannya dengan kuat tanpa berbicara apapun dia memeluk melati lembut.

" Gen, pikirkan lagi. Kamu masih ada kesempatan gen".

" Sttt..".

Melati dengan hati hati melepas pelukannya menatap genta tajam. " Gen ayahmu masih mau-".

" Melati!".

Melati terdiam saat suara genta terdengar kuat dan tajam. " Ini keputusanku. Mau hidupku seperti apapun kedepan kalau ada kalian disisiku itu jauh lebih baik".

Tangisnya kembali tergugu melihat genta yang tersenyum. Hatinya hancur melihatnya. Dia semakin merasa merana melihat sebuah keluarga hancur karenanya. " Ga papa melati. Kita akan baik baik saja". Ucap Genta dengan merengkuh tubuh melati.

Malam itu mereka saling menguatkan atas segala yang terjadi. Genta yang akhirnya di buang dari keluarganya dan melati yang merasa sangat bersalah akan hal itu.

Pagi harinya genta tidak bisa bangun dari tidurnya karena sakut mulai terasa sekujur tubuhnya dari pukulan ayahnya kemarin. Melati yang selalu disinya mengelap tubuh genta lembut dengan air hangat. "Aku ga papa mel, kalau kamu mau ke sekolah ga papa tinggal aja aku".

Melati menggeleng sambil membalut luka genta dengan kasa baru. " Ini cuma pengumuman ambil ijazah gen. Ga papa ".

" Kamu masih mau sama aku kan mel kalau aku ga punya apa apa".

" Kamu ngomong apa sih gen".

Genta memandang melati lembut dia meraih tangan melati dan mengenggamnya dalam tangannya. " Aku udah ga punya apa apa mel. Sekarang cuma kamu dan dede bayi yang aku punya".

Melati mengusap air matanya. Dia mengangguk." Aku cuma punya kamu dan dede bayi gen". Ucap melati dengan tangis tergugu.

Genta tersenyum lembut tangannya meraih wajah melati dan mengusap air mata yang jatuh di wajahnya yang lembut. " Kita akan terus sama sama melati. Selamanya".

MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang