÷ Rain 21 ÷

122 38 2
                                    

Happy Reading :)

Berhasil kabur dari toko kelontong Koh Minghao. Nararya membelok pada sebuah konter pulsa untuk mengisi kuota. Di Kos sebenarnya ada WiFi, namun WiFi tak pernah berpihak padanya. Lemot sekali sampai rasanya Nararya selalu ingin memakan laptopnya jika sedang mengerjakan tugas hilang sinyal internet.

Terlebih lagi ia juga sering menggulir fyp tiktok untuk membuang-buang waktu di malam hari. Kan tidak seru jika terjeda akibat Internet yang lama. Alih-alih tidur, ia memilih untuk melihat video-video Konser Grup KPop yang ia suka.

Lelaki itu penggemar Red Velvet. Ia bermimpi jadi idol agar bisa satu panggung dengan Red Velvet jika debut. Tapi, impiannya harus terhenti karena ia sakit. Tidak apa-apa, ia akan menonton Red Velvet jika konser di Indonesia.

Nararya selesai mengisi kuotanya. Ia berjalan keluar dan mengecek ponsel apakah kuotanya sudah bisa digunakan. Tangan kirinya memegang biola yang ia masukkan ke dalam tas khusus Biola.

“Nararya!”

“Eh buset kaget gue!” Nararya berjengit ketika sentakkan seorang perempuan memanggil namanya. Lelaki itu mencari sumber suara hingga ia menemukan mantan pacarnya yang bernama Karina berdiri tak jauh darinya.

Perempuan itu mendekat dan menyapa Nararya. “Hai apa kabar?” tanyanya membuat Nararya menaikkan sebelah alis.

“Baik-baik,” balas Nararya santai. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Karina. Setelah hubungan mereka usai, Karina tak ada kabar. Karina bilang ia membenci Nararya karena Nararya tidak membantu dirinya. Bagaimana caranya Nararya membantu jika kesalahan itu adalah kesalahan besar yang Karina perbuat.

“Aku mau bicara sebentar sama kamu.”

Nararya menganggukkan kepala. Mereka mencari tempat duduk. Tapi, mereka tidak mendapatkannya dan berakhir berjongkok di bawah pohon asem.

“Kamu pasti udah tau kan kalau aku cari kamu dari Bima sama Zul?” tanya Karina. Nararya mengangguk. “Ya, gue tau kabar lo dari mereka.”

“Aku---huh, gimana ya aku ngomongnya?”

“Ngomong aja. Walaupun kita mantan jangan pernah sungkan,” kata Nararya sambil melihat ke arah jalanan.

“Aku mau pinjam uang,” ucap Karina membuat Nararya menoleh ke arahnya. “Berapa?” tanya Nararya.

“Lima puluh,” jawab Karina dengan ragu dan dengan suara begitu pelan.

“Ribu?”

“Juta.”

Nararya mendelik. “Banyak amat. Mau buka ladang lo, Rin?” tanya Nararya kaget.

“Aku lagi butuh banget uang itu. Aku nggak tau harus cari ke mana lagi. Aku udah dikejar-kejar dan dikasih waktu dua minggu. Terlebih aku sekarang cuma jadi penjaga konter hp yang bayaranku nggak seberapa. Orangtuaku udah nggak mau nerima aku lagi. Aku bingung, Na.” Karina menunduk kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia terisak begitu pedih mengingat hutang yang ditinggalkan oleh mantan suaminya.

Mantan suaminya pergi entah ke mana dan meninggalkan banyak hutang pada Karina. Setelah anaknya meninggal, Karina selalu dikejar penagih hutang setiap hari. Rasanya ia ingin mati saja.

“Harusnya aku nggak selingkuh dari kamu. Ini mungkin karma buat aku.”

Nararya ikut sedih mendengar penuturan Karina. Ia ingin membantu, tetapi untuk mendapatkan uang sebanyak itu pasti orangtuanya harus tahu untuk apa. Mereka tidak akan memberikannya pada Nararya secara cuma-cuma untuk alasan membantu temannya yang terlilit hutang.

“Bukannya gue nggak mau bantu elo. Cuma, gue juga belum kerja, Rin. Duit masih ditransfer Papa. Tapi gue ada sedikit tabungan, mungkin bisa bantu lo. Sebenernya nggak bisa bantu-bantu banget, tapi setidaknya lo ada pegangan,” terang Nararya. Ia merasa tidak enak hati pada mantannya.

The Rain In November ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang