÷ Rain 16 ÷

128 36 1
                                    

Happy Reading :)

“Biasanya yang dilakuin pacar itu apa aja, Kak?” tanya Nararya ketika mereka berjalan di pinggir jalan. Katanya setelah menonton film di bioskop, Adara ingin membeli bunga untuk dirinya sendiri. Sekarang mereka sedang menuju toko bunga yang tak terlalu jauh dari mall.

“Nggak tau, lupa,” balas Adara. Ia berhenti dan memberikan sebuah paperbag berisi hadiah untuk pernikahan Joshua kepada Nararya untuk dibawakan. “Ini mungkin salah satu gunanya pacar. Tolong bawain ya,” minta Adara. Nararya mengangguk senang.

“Sayang, eh enaknya gimana? Baby? Bee?”

Adara rasanya mau muntah mendengar panggilan Nararya. Bulu kuduknya jadi merinding dan rasanya ingin dia pukul lelaki itu. Tetapi Adara harus sabar. “Yang wajar aja ya, Na,” ucap Adara.

“Gimana kalau phiu?” pertanyaan Nararya membuat Adara tergelak.

Phiu phiu tembakan apa?”

“Terus apa, Kak? Nggak afdol banget kalau nggak ada panggilan sayang. Kalau aku panggil Kak Adara istriku nanti ditabok Luna Maya, dia kan istri pertama,” jawab Nararya yang lagi-lagi sungguh diluar prediksi.

“Emang istri kamu ada berapa sih? Kayaknya repot banget,” cibir gadis itu yang sudah melihat palang toko bunga.

“Tiga, Luna Maya istri pertama, Agnes Monica istri kedua. Yang ketiga Kak Adara,” balasnya.

“Emang udah punya sesuatu berani bilang aku istri kamu?” tanya Adara yang kini berdiri di depan toko bunga.

Adara membuka pintu toko bunga. Ia menoleh dan menunggu Nararya untuk ikut masuk. Mereka berdua masuk dan memilih macam-macam bunga. Dan berujung Adara membeli bunga paling basic. Yakni mawar merah.

Belum usai sampai disitu. Bahkan mereka berdebat untuk membayar. Alhasil penjual menyuruh mereka patungan saja setengah-setengah. Akhirnya mereka membayar secara patungan. Ada ada saja.

Di sebuah kedai ice cream, mereka duduk sebentar untuk melepas penat. Di lantai dua ini sangat menunjukkan pemandangan Kota Semarang di sore hari. Jalanan juga terlihat padat di bawah sana. Cuaca lumayan bagus padahal November hampir selesai.

“Kak Adara kenapa suka banget ice cream strawberry?” tanya Nararya.

“Ya karena aku suka. Kamu sendiri?”

“Aku nggak suka strawberry. Aneh rasanya,” balas Nararya sambil menyuapkan ice cream rasa cokelatnya.

Adara menatap Nararya. Lalu sorot matanya kembali melihat pemandangan Kota. Sudah lama Adara tidak merasakan momen seperti ini. Terakhir kali seingatnya ia merasakan hal seperti ini bersama Joshua. Tepat satu hari sebelum hari ulang tahunnya dan kepergian Joshua ke luar negeri.

Tidak disangka waktu sudah berjalan begitu cepat. Semua sungguh berbeda dari apa yang Adara bayangkan. Dulu ia membayangkan masa depannya pasti akan sangat indah. Memakai fashion terkini dan menjelajah mall di seluruh penjuru negeri. Traveling bersama teman-teman. Atau bahkan menikah dengan Joshua dan hidup bahagia.

Namun, nyatanya itu sangat jauh dari apa yang ia sangka. Tidak seharusnya Adara berharap lebih, selain berharap sebuah kesehatan dan kelancaran di setiap langkah yang ia tempuh. Keinginannya terlalu muluk-muluk sampai ia tak sadar, ia hanyalah manusia biasa. Tidak punya kelebihan jika bukan terlahir dari keluarga yang berada.

Setelah kejadian itu. Adara tersadar, hidup itu tentang bertahan. Tapi, namanya manusia pasti pernah terlena dengan kenikmatan dunia yang fana.

“Aku udah lama nggak ngerasain kayak gini. Rasanya beda banget sama dulu,” celetuk Adara membuat Nararya memandangi wajahnya. “Beda karena ada aku?”

The Rain In November ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang