Happy Reading :)
“Ah, bukannya kamu kemarin yang datang ke pernikahan? Iya kan sayang? Kayaknya dia teman kamu ya?” tanya Vania dengan senyum merekah.
Adara mengerjapkan kedua matanya dan menarik yogurt dari tangan Jasmine. Lalu ia kembalikan pada rak yang tersedia.
“Maaf kalau menganggu.” Ia segera menarik menarik Jasmine dari pegangan Vania.
“Mama? Kamu punya anak?” tanya Joshua.
Tatapan Vania mengarah ke suaminya ketika lelaki itu menunjukkan ekspresi terkejut. “Dia kan teman kamu, sayang. Kemarin juga datang sama suaminya kok. Anak kalian cantik banget. Kemarin kita juga ketemu sama dia, sekarang ketemu lagi.” Vania mengelus pipi gembil Jasmine.
“M-maaf sebelumnya. Tapi aku harus cepat pergi. Ayo,” ajak Adara sambil menarik tangan Jasmine. Namun anak itu terduduk dan menangis karena ini membeli yogurt.
“Jasmine mau itu, Mama,” rengeknya.
“Nanti aja ya.” Adara menggendong anak itu namun ia memberontak dan merosot.
“Dara, biar dia ambil satu,” kata Joshua sembari mengambilkan satu botol yogurt itu.
“Iya,” imbuh Vania.
Adara segera mengambil botol itu dari tangan Joshua dan memberikannya pada Jasmine. Lalu ia segera mengajak anaknya pergi dari hadapan sepasang suami istri tersebut.
Selesai membayar, Adara menarik tangan Jasmine sampai tak sadar anak itu menangis karena Adara sangat kencang menarik tangannya. “Mama, lepasin. Tangan Jasmine sakit,” rengeknya dan membuat Adara menghentikan langkah. Napas yang menderu dan lidah semakin kelu Adara rasakan.
Ia juga merasakan sesak sampai ia berjongkok di hadapan Jasmine. “Maaf, Mama minta maaf. Mana yang sakit, Mama tiup ya tangannya.” Adara menarik pergelangan tangan putrinya. Benar, pergelangan tangan gadis kecil itu merah. Perasaan bersalah Adara rasakan.
“Mama minta maaf,” ucapnya sekali lagi sembari menghapus butiran air mata pada Jasmine yang mengalir di pipi. Sampai tak sadar ia juga meneteskan air matanya sendiri.
Tangan kecil Jasmine terangkat dan menghapus air mata pasa pipi Adara. “Jasmine minta maaf, Mama. Mama nangis pasti gara-gara Jasmine kan? Maaf Jasmine udah nakal. Besok Jasmine nggak bakal minta yogurt lagi. Nanti yogurtnya dibuang aja, Ma. Jasmine udah nggak mau.”
Adara membawa putrinya ke pinggir jalan dan mendudukkan dirinya di sana. “Mama lupa kalau kamu suka yogurt. Mama minta maaf ya. Kamu mau maafin Mama?”
Jasmine mengangguk. “Tapi Mama ndak boleh nangis lagi.”
“Iya, Mama nggak nangis lagi. Lihat, Mama senyum sekarang.”
Melihat Mamanya tersenyum. Jasmine mendaratkan satu kecupan pada pipi wanita itu.
“Jasmine.” Adara menarik napas dalam dan memegang kedua tangan putrinya. “Mama mau ngomong sama Jasmine. Mama minta tolong didengarkan baik-baik ya?”
“Iya.”
“Besok kalau misal kamu ketemu sama Om dan Tante itu, kamu langsung lari ya. Pokoknya jangan sampai ngomong sama mereka? Ngerti kan?” pesan Adara dengan suara pelan dan selembut mungkin.
“Kenapa, Ma? Om sama Tante itu baik. Kemarin kasih Jasmine cokelat, tadi juga nyapa Jasmine dan mau beliin yogurt juga.”
“Jasmine sayang Mama?” tanya Adara dan Jasmine mengangguk.
“Jasmine nggak mau Mama nangis lagi kan?” anak itu kembali mengangguk.
“Jadi, Mama minta sama Jasmine kalau ketemu sama mereka. Jasmine lari ya, kalau bisa pura-pura nggak kenal.”
“Emang kenapa, Ma? Mereka kan bukan orang jahat.”
Adara menunduk. “Iya. Mama sayang sama kamu. Kamu mau kan nurut apa kata Mama?” Jasmine mengangguk dan tidak menanyakan sebuah alasan lagi. Adara bernapas lega dan kini ia kembali memeluk putrinya.
Ia memang bukan Ibu terbaik. Banyak kekurangan yang Adara lakukan jika bersama Jasmine. Apalagi selama enam tahun ini tidak setiap hari Adara selalu ada di sisi Jasmine. Meninggalkan Jasmine di sebuah panti asuhan adalah pilihan terberat. Namun, kala itu kondisi mental, fisik Adara sedang tidak baik-baik saja.
Ia pernah mengidap depresi. Baiknya, penyakit itu tidak berlangsung lama. Hanya tiga tahun saja. Untuk menghindari serangan pada Jasmine, Adara memilih keputusan yang sulit. Sejujurnya ia tak pernah setega itu untuk menitipkan Jasmine.
Tapi, jika ia memaksakan untuk membesarkan Jasmine dengan kondisi yang paling terpuruk. Itu tidak akan baik untuk Adara maupun Jasmine.
Dan sekarang, Adara sudah melaluinya. Walau luka tujuh tahun yang lalu belum sempurna sembuh. Disampinv itu, Adara selalu percaya bahwa luka memang membekas, namun tak selamanya luka itu akan terasa sakit. Ada masa di mana semuanya akan sembuh walau tak seperti dulu.
“Mama.”
“Iya sayang?”
“Teman aku pernah tanya.” Adara melepas pelukan dan menatap kedua mata Jasmine.
“Tanya apa?”
“Dia tanya, siapa orang paling spesial di dalam hidup kamu terus katanya apa ya? Rolmo romodel? Apa Mama?. Maksudnya apa, Ma?” tanya Jasmine membuat Adara terkekeh.
“Role model?”
“Iya itu. Susah banget, Jasmine nggak ngerti.”
“Terus Jasmine jawab apa?”
“Upin Ipin!” balas Jasmine membuat Adara tergelak.
“Oke, Mama jelasin ya. Role model itu seseorang yang paling Jasmine suka. Misal nih, Jasmine suka Upin Ipin, nah Jasmine suka ngikutin Ipin bilang betul betul betul. Nama lainnya panutan. Kayak Jasmine kalau udah besar mau jadi kayak orang itu. Gitu.”
Jasmine mengerjap. “Ah! Jasmine ngerti. Berarti kalau misal Jasmine lihat Mama suka nyapu nyapu, Jasmine ikutin gitu?”
Adara bingung juga menjelaskannya. Namun, anak itu sepertinya sudah sedikit paham. Alhasil ia mengangguk. “Istilahnya, orang yang paling Jasmine suka. Favorit.”
Jasmine tersenyum. “Orang favorit aku Mama.”
“Nanti kalau udah besar. Jasmine mau jadi orang yang punya banyak uang biar bisa beliin Mama ngeng.”
“Itu, apa ya? Ah iya motor!” tunjuk Jasmine pada motor yang berjalan di hadapannya. “Jadi kalau mau pergi-pergi, kita nggak usah naik bus. Naik motor aja.”
Adara sungguh sudah tidak bisa menahan tangisan bahagianya. Ia mengangguk dan mencium kedua tangan putrinya. “Iya, Aamiin.”
Adara menyentuh hidung anaknya tengan satu hari. “Besok besar, kalau Jasmine punya banyak uang jangan merendahkan orang lain ya? Karena kita nggak tau orang lain yang lihat kita banyak uang, mereka udah malam atau belum,” tutur Adara. Sebenarnya Jasmine tidak terlalu memahami apa yang Adara ucapkan, ia hanya mengangguk dan mengingat apa yang dikatakan Mamanya.
*****
Bersambung...
-Day
#day29#tim1#absen32
00.11 WIB
29.05.2023
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain In November ✓
Fanfiction[TELAH TERBIT] Adara Isvara Nareswari sangat membenci bulan kelahirannya. Sebab di bulan itu, Ayah, Ibu, dan Kakak perempuannya dibunuh oleh dua orang teroris dan meninggalkan luka teramat dalam bagi Adara. Bahkan, luka tersebut belum sembuh sepenuh...