[10] AYAHANDA

307 66 9
                                    

-JAYA SANGARA-

Sangara, Ghani dan Retna kini berdiri di depan gerbang Istana megah yang dikenal dengan nama 'ISTANA PADJAJARAN'

"Besar sekali.." gumam Sangara

"Paman! Izinkan kami masuk!" pinta Ghani pada Prajurit yang berjaga di gerbang depan istana.

Prajurit itu menunduk kebawah dan mendapati Retna Ayu--Putri Ratu mereka.

"Bagaimana kalian bisa bersama?" tanya salah seorang Prajurit.

"Apa yang memangnya tidak bisa?" sahut Sangara yang langsung di bungkan Ghani dengan tangannya.

Dua Prajurit penjaga sontak melihat ke bawah untuk melihat Sangara. Satu yang ada di benak mereka 'Tampan'

"Maafkan Adikku ini," ucap Ghani yang membuat mereka kembali melihat kedepan.

"Kalian boleh masuk,"

-----

Kamandaka bersimpuh di hadapan Ambet Kasih dan menangis sejadi jadinya "Maafkan Daka Ibunda..hiks, Daka lalai menjaga Retna," ucap Kamandaka dibarengi dengan isak tangis.

"Tangismu tak mengembalikan semuanya! Diamlah! Dan kembali cari Retna! Jangan kembali sampai kau menemukan Retna!" seru Ambet Kasih usai menyeka air mata.

"Sabar Yundha.." ucap Subang larang sambil mengelus pundak ambet kasih.

Subang Larang berjongkok lalu menyentuh pundak Kamandaka.

"Berdirilah nak, cari adikmu! Sebelum matahari sempurna tenggelam," ucap Subang larang yang di angguki lemah oleh Kamandaka.

"Aku pamit pergi Ibunda Ambet Kasih..Ibunda Subang Larang..." pamit Kamandaka yang hanya di angguki Subang Larang.

Saat Kamandaka berbalik, berjalan menuju pintu utama. Prajurit menarik gagang pintu untuk membukakaannya. Tapi objek didepannya membuatnya, Ambet Kasih dan Subang Larang terbungkam.

"Retna! Putriku!!" seru ambet kasih seraya berlari menuju Ghani lalu beralih mengambil Retna dari gendongan Ghani.

Subang larang berjalan menghampiri kelima orang yang berada di ambang pintu utama itu.
"Syukurlah Retna kembali," ucap Subang larang yang di angguki senang oleh Ambet Kasih.

Mata Ambet Kasih beralih ke Ghani dan Sangara. "Siapa kalian? Mengapa bisa bersama putriku?" tanya Ambet Kasih.

"Saya Ghani dan ini adik saya Sangara.." ucap Ghani yang membuat Subang Larang beralih menatap bocah lucu disamping Ghani yang sedang sibuk terpesona melihat istana padjajaran.

"Kamu.." ucap Subang Larang sambil berjongkok dan menyetarakan tingginya dengan Sangara.

"Putraku!! Dimana kamu putraku Kian Santang!! Ibunda merindukanmu!!!"

Subang larang dengan tiba tiba memeluk Sangara yang membuat Ambet Kasih tercengang.

"Kamu mengingatkanku pada putraku..Kian Santang namanya, Dia seumuran denganmu. Dia pasti kini menjadi anak tampan sama sepertimu," ucap Subang Larang yang masih terus menangis dengan memeluk Sangara.

"Aku Kian Santang!" ucap anak kecil berusia 5 tahun itu.

"Ayo! Ikutlah denganku anak kecil," ucap Kian Santang sambil meraih tangan mungil Sangara.

"Dari ku, Kian Santang..Aku adalah dirimu,"

"Arghh sakit!!" rintih Sangara yang membuat Subang Larang mengurai pelukannya.

"Kenapa kamu Nak?" tanya Subang larang

"Sangara, apa yang terjadi denganmu?" tanya Ghani yang setelah itu Sangara pingsan dan di tangkap oleh Ghani.

"Bawa ke ruang pengobatan!" ucap Subang Laang yang di angguki Ghani.

-----

"Kepalamu sakit lagi?" tanya Ghani yang kini duduk di samping ranjang ruang pengobatan yang Sangara tiduri

Sangara mengangguk lemah. "Apa yang kamu Ingat?" tanya Ghani

"Aku tidak tahu," jawab Sangara

"Yasudah tidur Lagi," ucap Ghani yang di angguki Sangara

"Mereka dimana?" cicit Sangara

"Di luar," jawab Ghani

"Aku tidak mau bertemu dengan mereka," ucap Sangara yang terlihat ketakutan.

"Ya sudah, istirahat saja disini." ujar Ghani

-----

Malam tiba, malam ini udara berhembus begitu kencang hingga memasuki ruang pengobatan dimana Sangara ada.

Sangara, dia sendirian di ruang pengobatan dengan melamun entah apa yang di pikirkan seorang bocah ajaib seperti Sangara. Melamun di jendela ruang pengobatan. "Bunda..Ayahanda..kalian dimana?"

Tiba tiba saja, tubuhnya merinding. Dia seakan mendapat alarm bahaya dari tubuhnya. Dia berbalik cepat kala seseorang menepuk pundaknya. "Kau di panggil Prabu ke Ruangannya," ucap seseorang itu. Argadana.

Sangara menatap iris mata gelap milik Argadana. Sebuah ingatan melesat cepat di ingatannya. Dia mundur satu langkah. "Paman, apakah kau mengenalku?" tanya Sangara yang di gelengi Argadana.

"Aku tidak mengenalmu! Cepat temui Prabu Siliwangi," seru Argadana yang membuat Sangara sinis dan menginjak kakinya lalu pergi.

"Arghh!! Bocah nakal!!"

Sangara kembali memasuki kamar yang membuat Argadana menyernyitkan dahi. "Kenapa?" tanya Argadana

"Kalau Aku tidak mau, bagaimana?" tanya Sangara yang membuat Argadana geram.

Bersambung...
----

Spoiler next part :

"Hei, kasar sekali!" ucap Sangara yang membuat Argadana geram.

Jaya Sangara (Raden Kian Santang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang