-JAYA SANGARA-
Sangara mendadak diam, ceritanya terputus saat tiba tiba ada air yang menetes di wajahnya. Langit di atas nampak menggelap.
"Ayo kita berteduh" ajak Kamandaka yang di angguki Sangara
"Tapi Sangara masih lemas" ucap Sangara
Tiba tiba datanglah Ghani yang malah menyuruh mereka berdua tetap disana. "Diam disitu!" seru Ghani
"Langit sudah gelap, agaknya akan turun hujan. Bagaimana jika Sangara kedinginan? Tubuh Sangara masih lemah, tegakah engkau membiarkannya kehujanan?" tanya Kamandaka yang di gelengi Ghani
"Hanya mendung, hujan tidak turun hari ini. Kalian tetaplah disini. Percayalah denganku" ucap Ghani yang membuat Sangara kesal
"Raka! Raka ini! Datang datang langsung marah marah!" seru Sangara
"Aku akan pergi lagi, kalian tetap disana!" seru Ghani lalu pergi entah kemana.
"Ish! Raka ini!" seru Sangara yang sangat kesal.
"Lalu bagaimana terusannya?" tanya Kamandaka
"Terusan apa?" tanya Sangara
"Ceritamu tadi, Sangaraa" jawab Kamandaka yang di angguki Sangara
"Sangara.."
"Maaf? Raka kenapa minta maaf?" tanya Sangara yang saat itu berusia 4 tahun
Ghani menggeleng lalu tersenyum.
Sangara terdiam lalu tak lama kemudian ia mendengar suara dari batinnya, Ghani saat ini sedang mencoba berkomunikasi lewat batin.
"Sangara, waktunya tidak tepat tapi Raka berjanji saat usia 5 tahun nanti Raka akan memberi tahu apa yang sedang terjadi padamu"
Kamandaka menyernyit heran. "Memangnya, apa yang terjadi padamu selama itu?" tanya Kamandaka
"Sangara tidak merasakan lapar dan haus. Sangara hanya selalu merasa kedinginan" jawab Sangara
"Lalu? Itu terjadi sampai kapan? Sekarang?" tanya Kamandaka
"Tidak. Beberapa bulan setelahnya, setelah Sangara bangun tidur Sangara merasa lapar dan Sangara kembali hidup normal yey!" seru Sangara
Kamandaka yang merasa ada keganjalan pun hanya tersenyum tipis. Dia harus menanyakan hal ini pada Ghani.
"Ayok! Disana ada gubuk! Kita bisa bermalam disana!" seru Ghani dari kejauhan
Ghani dan Sangar bergegas pergi.
----
Malam tiba dan hujan turun dengan deraian yang tak jarang. Angin bertiup kencang hingga membuat air hujan berbelok masuk ke jendela gubuk.
"Berhubung aku sudah menemukanmu, Kamandaka. Aku akan menceritakan kisah yang ku sembunyikan dari Sangara semasa Sangara kecil" ucap Ghani seraya melirik Sangra yang tidur beralas daun pisang dan berselimut jubah milik Kamadaka.
"Kenapa kau tidak menyampaikannya pada Sangara? Kenapa malah kepadaku?" tanya Kamandaka
Ghani hanya tersenyum. "Dengarkanlah dulu.."
"Tunggu sebentar ya"
Ghani berjalan menutup jendela gubuk dengan daun daun talas yang di susun sedemikian rupa hingga menutupi lubang jendela yang berukuran kecil. Setelah tertutup, Ghani kembali ke tempat duduknya."Sebelumnya, aku akan memperkenalkan diriku. Aku, Ghani. Aku bukan berasal dari masa kini. Aku berasal dari masa depan. Tepatnya di tahun 2020 M. Di tahun 2015, Ibuku--Airu mengandung adikku. Awal tahun 2016, adikku lahir tapi baru beberapa detik lahir kedunia, adikku sekarat dan hampir kehilangan nyawa. Namun, Allah memberi pertolongan kepada kami, adikku selamat namun kondisinya koma. Daka, Aku bukanlah dari keluarga kaya seperti kamu yang berasal dari keluarga istana. Karna ekonomi yang krisis, adikku yang saat itu berumur 4 bulan dan masih terbaring koma..di jual kepada orang asing yang sama sekali tak ku kenali. Aku terus bertanya pada ibu dan ayahku "Ayah, Ali dimana?" lalu Ayahku menjawab "Adikmu kan di rumah sakit" "Ibu, Ayo kita jenguk Ali!" lalu Ibuku menjawab "Adikmu tidak boleh di jenguk dulu" dan pernyataan itu terus berulang hingga tahun 2017 aku merasa ada keganjalan. Aku yang saat itu sudah remaja memutuskan untuk mencari tahu apa yang terjadi...dan ya, adikku memang benar di jual. Aku sedih? Tentu saja. Aku bahkan mengurung diri di kamar selama 3 hari. Dan sebuah keajaiban terjadi, jendela kamarku yang mengarah ke taman depan rumah berubah menjadi lubang hitam pekat yang membuat suhu di kamarku menurun drastis hingga aku kedinginan. Aku memutuskan untuk mendekat dan hendak menutup jendela, namun portal itu menyedotku, membawaku pergi ke perjalanan masa lalu yaitu dimasa kini. Aku di jatuhkan tepat di depan gubuk tua milik Kakek yang bernama Zulkifli. Tak lama kemudian, aku mendengar suara tapakan kuda yang seperti berlari dari kejauhan hingga mendekat. Dan samar samar aku melihat kuda itu berhenti di bawa pohon pinus yang jaraknya tidak jauh dari tempatku berdiri. Seseorang turun dari kuda yang di kendarainya lalu menaruh sesuatu yang kulihat saat fajar tiba, ternyata adalah balita yang sangat mirip dengan adikku. Sangara, itu Sangara. Sangara di rawat oleh Kakek yang bernama Zulkifli namun itu tak bertahan lama, karna Sangara terlepas dari asuhan Kakek Zulkifli. Sangara menghilang, padahal aku yang menculiknya. Aku merasa bersalah karna memisahkannya dengan kakek yang mengasuhnya dengan kasih sayang. Aku merasa bersalah. Tapi, disisi lain aku tidak mau kehilangan dia. Aku, memutuskan untuk menyembunyikanya dengan membesarkannya di hutan lebat puncak gunung. Namun, sebuah tragedi terjadi. Saat Sangara menginjak usia 4 tahun, kita sempat di serang sekelompok pasukan dari kerajaan kidul, Sangara nyaris tewas. Dia tak sadarkan diri selama satu bulan penuh, lalu seorang pengembara berkata bahwa aku harus mencari raga seseorang untuk di jadikan tempat singgah jiwa Sangara. Lalu, aku menemukan seorang pangeran yang usianya sama dengan Sangara, wajahnya pun sama. Lalu aku memutuskan untuk menjadikan raga itu sebagai raga singgah jiwa Sangara. Dan pemilik raga itu adalah Abikara. Yang berbaring di sana adalah Abikara tapi dengan jiwa Sangara" ucap Ghani yang membuat Kamandaka terpaku.
Bersambung......
Kiw kiwwww!
Semangat buat jalani hari ini ya! Karna, masih ada hari hari berikutnya yang perlu kamu jalani. Terus berjalan agar cepat sampai. Jangan berhenti, nanti ketinggalan. Yang lain cepat cepat ke finish, eh kamu malah ngadem dulu di pertengahan jalan. Kalau ngademnya sebentar sih its okay, tapi lah ini ngademnya sampai ketiduran.
Emang bolee sesantay itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaya Sangara (Raden Kian Santang)
AksiRaden Kian Santang ( Jaya Sangara) Lahirlah seorang anak yang akan mengubah kehidupan tata pasundan, ia seperti cahaya yang menyinari di kala kegelapan.Ia selalu membuat orang orang di sekitarnya terpana. Bukan bangsawan, itulah rasa j...