[22] Tak terpisahkan

279 43 5
                                    


-JAYA SANGARA-

"Aku menaruh jasadnya di dalam gubuk tua milik kakek tua yang dahulunya mengurus Sangara" jawab Ghani

Kamandaka lantas berdiri. "Keluar kau!" lirih Kamandaka yang berusaha menahan emosi.

Ghani mengangguk. Dia tau dia salah. Ghani keluar dari gubuk di ikuti oleh Kamandaka.

Keduanya berdiri berhadapan di tempat yang tak jauh dari gubuk. Hujan sudah berhenti.

"APA MAKSUT DARI CERITA DONGENGMU ITU?" teriak Kamandaka

"Aku tidak sedang mendongeng, itu adalah hal yang benar. Itu bukanlah raga Sangara, itu raga Abikara--seorang Putra bungsu dari kerajaan Kandang Wesi" jawab Ghani

"Apa kau sadar? Kau sudah membahayakan dua nyawa anak kecil tak berdosa?" tanya Kamandaka

"Aku menyelamatkan keduanya" ucap Ghani

"Maksutmu?" tanya Kamandaka

"Aku menyelamatkan nyawa Sangara dengan memberikan tubuh Abikara. Aku menyelamatkan Abikara dari kekejaman dunia dengan memisahkan raga dengan jiwanya, dan membiarkan jiwanya berada di sisi raga Sangara. Dengan begitu, siapa saja yang masuk ke gubuk itu, hawa murninya akan di serap oleh Abikara, dan Abikara tetap hidup. Jika Abikara hidup, maka Sangarapun tetap hidup. Raden, mereka ini seperti sesuatu yang tak dapat di pisahkan. Jika satunya tewas, maka lainnya juga ikut tewas" ucap Ghani

"KAU GILA! BUKAN MEREKA YANG TAK DAPAT DI PISAHKAN! TAPI KAU LAH YANG ASAL MULA MEMPERTEMUKAN MEREKA HINGGA TERJADI HAL SEPERTI INI!" teriak Kamandaka

Bugh!

Kamandaka melayangkan satu pukulan tepat di kepala Ghani. Pemuda yang lebih tua dari Ghani itu nampak berapi api. Padahal, Sangara maupun Abikara bukan saudaranya. Tapi entah kenapa, dia sangat tidak terima jika keduanya diperlakukan sekeji itu.

Ghani.

Remaja asing yang menjadi penyebab terancamnya dua nyawa pangeran kecil. Berlagak sok pahlawan yang berkedok pembunuh halus. Dengan menempatkan Abikara, dan membiarkan siapa saja yang memasuki kawasan gubuk hawa murninya terserap, hanyalah hal bodoh yang malahan semakin menelan korban.

Yang tidak sakti bisa saja mati di tempat itu saat itu juga. Hanya orang berkanuraganlah yang beruntung dapat keluar hidup hidup.

Iblis macam apa Ghani ini?

Ghani terduduk dengan sesekali meringis kesakitan kala mendapat pukulan yang cukup kuat di kepala, sedangkan Kamandaka berjongkok menyetarai Ghani.

"JADI SANGARA SUDAH MATI? DAN KAU BERNIAT MEMBANGKITKANNYA?! KAU GILA! MANTRA APA YANG KAU GUNAKAN? ITU SEMUA TIPUAN!"

"PEMBUNUH! KAU HANYALAH MENJADI ANCAMAN BAGI SANGARA MAUPUN ABIKARA!"

"APA KAU TIDAK KASIHAN DENGAN ORANG TUA ABIKARA? PASTI MEREKA MENCARI ANAK BUNGSUNYA ITU! DAN BAGAIMANA PERASAAN MEREKA JIKA TAHU ANAKNYA DI TUMBALKAN DEMI ANAK LAIN? BAGAIMANA?!" teriak Kamandaka yang terua mencerca Ghani

"APA KAU JUGA TIDAK KASIHAN DENGAN SANGARA? DARI BAYI DIA TIDAK MENDAPAT KASIH SAYANG ORANG TUA! DIA HIDUP SEBATANG KARA! SETELAH DIA WAFAT DAN BERHARAP AKAN TENANG DI SURGA, DAN KAU MALAH MEMBANGKITKANNYA? KAU HANYA AKAN MEMBUATNYA SEMAKIN SENGSARA DASAR BEDEBAH!"

Bugh!

Kamandaka kembali melayangkan pukulan, kali ini di dada Ghani. "M-memangnya apa hakmu memarahiku? Memangnya, mereka itu saudaramu? KAU TIDAK MENGERTI DIRIKU, JADI BERHENTILAH MENCERCAKU" teriak Ghani

"DIAMLAH! KAU TAK PANTAS HIDUP DI DUNIA KAMI! MENGAPA KAU DATANG JIKA KEDATANGANMU HANYA MEMBAWA PETAKA UNTUK SANGARA?" teriak Kamandaka

"BERHENTILAH MENGHAKIMIKU! KAU TAHU APA DENGAN DIRIKU? APA KAU TAHU SEMENDERITA APA DIRIKU DI KEHIDUPAN SEBELUMNYA? APA KAU TAU, SE SEDIH APA SAAT TAU SANGARA TEWAS? APA KAU TAU?! KAU HANYA MENDENGAR CERITAKU, KAU TIDAK MENGALAMINYA!" teriak Ghani

Keduanya salling bersitatap dengan nafas menggebu gebu. Amarah masih membakar keduanya.

------

Siliwangi tersadar. Saat membuka mata, yang di lihatnya pertama kali adalah langit langit ruangan pertapaannya yang terdapat ukiran kujang kembar.

"Putraku Kian Santang dalam bahaya" ucap Siliwangi

Kentrink manik yang berada di depan pintu pertapaan yang tertutup rapat itu terpaku kala mendengar ucapan suaminya.

Awalnya, dia ingin memberi tahu Prabu Siliwangi bahwa ada hal penting yang ingin dia katakan. Tapi, saat mendengar ucapan suaminya itu, lantas dia mengurungkan niatnya.

Air matanya menetes.

"Kanda, mengapa kau seolah terus mencari Kian Santang dan melupakan satu lagi putramu yang kini juga menghilang.."

"Apakah dengan berandal sayembara saja dapat membuat Surawisesa kembali secepatnya?  Tentu tidak, sudah 3 tahun aku menunggu kepulangan Surawisesa tapi putra kita itu belum juga kembali. Sedangkan Kian Santang, selain mengadakan sayembara besar besaran..kau juga turun tangan untuk mencarinya"  batin Kentrink Manik

"Rayi.." panggil Subang larang seraya menepuk pundak Kentrink manik

"Ah Yundha.." balas Kentrink manik

"Kau menangis?" tanya Subang larang.

"Tidak. Sudahlah, jangan pedulikan aku. Pedulikan saja putramu yang hilang itu!" seru Kentrink manik

"Apa maksutmu rayi?! Mengapa kau membawa bawa putraku Kian Santang?" tanya Subang larang

"Yundha...apa kau tidak dapat merasakan perbedaan Kanda Prabu saat mencari Kian Santang dan saat mencari Surawisesa? Jelas, Kanda ternyata lebih menyayangi putramu, di bandingkan Putraku" ucap Kentrink manik


Bersambung...

Jaya Sangara (Raden Kian Santang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang