:: 15 : IN THE PIANO ROOM ::

575 47 5
                                    

Adakalanya kita sebagai manusia memang kerap kali menyiksa diri sendiri seperti merenung perihal masa lampau kendatipun kesan buruk yang terdapat.

Well sebenarnya sekeras-kerasnya kita melenyapkan, mereka pasti akan kembali beroperasi guna menerbitkan memori lampau dalam jiwa terlebih di waktu istirahat. Alhasil kita sebagai manusia pasti akan bernostalgia tanpa tahu bahwa berlarut-larut dalam masa lampau hanya akan menyia-nyiakan hidup.

Kerap kali sesuatu bisa mengingatkan kita pada masa lampau entah dalam bentuk benda hidup atau mati, tempat-tempat tertentu, bahkan seseorang sekalipun. Di dunia tentu semua yang telah terjadi dalam bentuk riang maupun merana, tidak bisa dilupakan secara mudah sekalipun mencari jalan.

Meradang atau menyesak sepertinya rugi, lantaran sudah nasib yang diperoleh. Kita yang harus pintar-pintar mengarahkan fisik serta ideologi supaya tidak tercerai berai dan membebani diri sendiri. Tetapi sekali lagi, manusia memang kerap menyiksa diri sendiri.

Contoh saja Jake. Berjumpa piano setelah sekian lama mampu membangkitkan masa lampau menduri yang sudah ia onggok dalam-dalam.

Pemusatan Jake kembali beroperasi pada masa lampau, mengingat Jake kecil yang sedang didesak Jennifer untuk berlatih piano sampai-sampai kekurangan keleluasaan bermain untuk anak seusianya.

Jake kecil merengek-rengek saat terperangkap di ruangan tersendiri dan bertatap muka dengan gurunya. Memohon untuk dibebaskan, mendamba tunggang-langgang di bawah teriknya sinar matahari serta melingkungi berbagai rupa mainan. Bukan bertekun bersama piano berharga menakjubkan yang terencana Jennifer beli untuknya.

Berlatih, berlatih, dan berlatih hingga tak tahu waktu yang bersirkulasi. Sampai ia duduk di bangku sekolah menengah pertama, Jake mulai mengikuti kompetensi piano atas kehendak sang bunda kendatipun ia ragu dan takut gagal.

Oh siap-siap saja pukulan atau bahkan hukuman seperti di kurung di dalam ruangan akan Jake dapatkan jika gagal. Itu sebabnya Jake takut karena setiap sanksi yang Jennifer agihkan selalu menjejak baik di tubuh ataupun hatinya.

Namun dibalik semua itu, ada satu sosok yang selalu menjadi pengobar Jake. Sosok yang selalu mengawaninya, mengasihi, dan membinangnya sampai berbuah. Sosok itu adalah guru piano Jake.

Berperan sebagai guru piano namun juga pengobar jiwanya, bibirnya dengan lugas senantiasa bersuara, jangan imbang-imbangan untuk mencoba suatu hal baru. Jika Jake berusaha sungguh-sungguh serta berdoa pada Tuhan, maka ia pasti mencapai keemasan kendatipun mentalnya harus menjadi korban atas keegoisan Jennifer.

In other words, isn't it better to try than not at all? Ya, sekurang-kurangnya ia selalu menjadi penggelora untuk langkah Jake.

Berlalu-lalu masa kepedihan yang menemani sampai nyaris membuatnya majenun, Jake akhirnya berhenti. Kejiwaannya lambat-laun terkikis tumpas hanya untuk obsesi Jennifer semata. Ia ingin bernyawa damai, tanpa pengarahan dan desakan. Langgas dan sentosa yang mengiringi.

Rasa penat yang menggigiti berkali-kali melekat sulit dibenahi bak sediakala. Namun kembali lagi...Jake bisa apa jika Jennifer sudah menjelma menjadi lelembut yang tidak ingin ada penentangan.

Jadi sebelum lewat waktu Jake harus berhenti, karena kelak dirinya sendiri yang akan celaka.

Lalu bagaimana dengan tanggapan Jennifer untuk langkah ekstrim yang Jake ambil? Awal mula ia memang menampik terang-terangan bahkan kembali melakukan sistem begar pada Jake sampai akhirnya sang kakak yang harus turun tangan mengatasinya. Ingat prinsip yang dipegang lelaki tersebut.

[✓] ASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang