Igenius ch 17 : disppear

321 26 1
                                    

Emma tidak tau dimana kelima murid unggulan kelas dua belas tidak hadir di malam kelas pengayaan. Padahal sudah jelas-jelas Profesor Jordan akan membahas kisi-kisi kimia untuk chapter exam bulan depan. Belum lagi kisi-kisi untuk ujian semester yang memang sudah harus disiapkan dari sekarang. Emma mengedarkan pandangannya, isinya hanya anak-anak kelas unggulan dibawah enam besar. Lalu dimana Daniel, Krystal, Selena, Rhea, dan juga Aldeo? Perasaan ia melihat Aldeo dan Daniel yang tadi bertengkar di lapangan basket. Kenapa mereka tidak hadir? Apa mereka bolos?

"Emma?"

"Ya?" Ia tersadar dari lamunannya.

"Kemana mereka semua?"

Emma menggeleng, "Saya tidak tahu, Prof. Mereka gak ada izin atau ngasih kabar ke saya. Tapi tadi saya lihat Daniel dan Aldeo di lapangan kok, Prof. Kalau Krystal pulang ke rumah, tadi sore dia dijemput Papanya. Selena dan Rhea ... Saya udah telfon Rhea tapi gak diangkat."

Profesor Jordan mengangguk, "Papanya Krystal udah bilang ke saya. Krystal sakit, jadi dia gak bisa datang malam ini. Dia dirawat di rumahnya."

"Krystal sakit?" gumam Emma membayangkan Papanya yang datang sambil menarik rambut anaknya dengan kasar. Emma meragukan hal itu.

"Tapi barusan saya memastikan kalau Pak William bilang Selena sudah izin untuk ikut les pengayaan malam ini. Dia pasti bolos les! Tapi kenapa Aldeo, Daniel dan Rhea juga ikut-ikutan? Mau jadi pembangkang mereka? Lihat saja nanti, saya kurangi poin mereka. Sekarang, catat kisi kisi buat chapter exam bulan kedepan, sekalian kisi-kisi soal semester. Kalian harus persiapkan dari jauh-jauh hari agar tembus skor 90 keatas, kalau bisa 100."

***

Setelah selesai les pengayaan. Emma berjalan menuju toilet untuk mencuci mukanya agar tidak mengantuk. Jam tangan hadiah dari Papa nya kemarin menunjukkan pukul 22:12. Ia harus pulang ke hostel setelah ini untuk merebahkan diri karena ia tidak ada rebahan sejak pulang dari klub panah petang tadi. Ia mencuci mukanya, mengerutkan keningnya mengapa Daniel tidak hadir sedangkan ia jelas-jelas tadi sedang bertengkar dengan pria itu. Aldeo juga, dia tidak mungkin bolos kelas begitu saja. Aldeo itu murid yang taat peraturan, dia pasti punya alasan.

Emma mengeringkan tangannya, getaran di ponselnya membuat Emma harus membuka tas dan merogoh ponselnya. Nama Rhea tertera di sana. Emma segera menjawabnya.

"Rhea, kamu dimana kok gak ikut les pengayaan? Profesor Jordan nanyain kamu tadi."

"Rhea?"

Tidak ada jawaban. Hanya ada suara tangis di sana, "Rhea kamu kenapa?"

"Emma, tolong aku ..."

"Rhea! Kenapa? Kamu dimana sekarang biar aku ke sana!"

"Aku di atap, sekarang Emma! Tolong aku!"

"Iya, aku kesana sekarang. Kamu disitu dulu ya, jangan kemana-mana. Aku akan sampai dalam waktu kurang dari lima menit. Kamu tunggu, aku masih di sekolah, tenang aja." Emma langsung menutup panggilannya. Ia memasukkan ponselnya dan keluar dari gedung pengayaan yang lokasinya ada di sebelah gedung Mayora. Karena gedungnya terpisah, Emma terpaksa berlari menuju Mayora dan membuka pintu lebar lantai bawah. Ia menekan lift berkali-kali namun tak kunjung berhasil. Apa ini? Tidak mungkin sekolah se-elit ini lift nya rusak 'kan?

Segera Emma menuju lantai atas menggunakan tangga yang hampir membuat kakinya mati rasa. Mayora itu ada 10 lantai! Tidak mungkin dia lari sendirian di gedung Mayora menuju atap selama lima menit!

Ia berhenti di lantai lima, mengambil napas dan bersender di dinding, Emma tak sengaja mendengar suara seseorang dari ruangan auditorium. Karena penasaran, Emma mencoba mendekati ruangan besar tersebut. Ia mendekatkan telinganya ke dinding. Perempuan itu tak dapat mendengar dengan jelas. Ia merekam video saat mencoba masuk ke dalam ruangan auditorium. Tidak ada suara siapa-siapa disana. Namun setelah mendengar suara bentakan dari seseorang. Emma langsung bersembunyi dan melototkan matanya tak percaya.

Ia melihat Mr.James, Miss Ilona, Profesor George dan Profesor Jordan yang baru saja mengajarnya sedang berdiri menatap kepala sekolah Mayora dan satu orang asing di sampingnya yang kemungkinan itu adalah Direktur Mayora. Ia tidak pernah menampakkan diri, baru kali ini Emma melihatnya langsung dengan mengintip dari balik kursi di auditorium. Emma memperbesar layarnya agar wajah para guru dan petinggi Mayora itu kelihatan. Di sampingnya ada Dokter Maureen yang selalu jadi petugas medis siap siaga di Mayora High School sekaligus kepala UKS. Tapi mengapa mereka harus rapat di ruangan auditorium dan berdiri seakan mereka sedang membahas sesuatu yang sangat privat. Kenapa tidak di ruangan rapat yang biasa mereka lakukan?

Tak lama setelah itu, datang seorang pria paruh baya bergabung bersama mereka. Emma membulatkan matanya tak percaya.

Itu kan ... Papa nya Krystal? Sedang apa dia di sekolah?

***

Pagi ini, tak seperti biasanya. Sekolah Mayora dikunjungi para reporter untuk menanyakan hal heboh yang sedang terjadi di sekolah itu.

"Pak, pak, tolong keterangannya, Pak. Kenapa murid peringkat satu paralel di sekolah ini harus bunuh diri dari atap, Pak? Apa ini semacam depresi karena tuntutan sekolah atau bagaimana, Pak?"

Christopher—kepala Sekolah Mayora High School yang baru datang membuang napas kasar, "Saya sendiri baru melihat beritanya tadi pagi. Saya tidak tahu apa alasan yang tepat, tapi kami pihak sekolah akan menyelidikinya. Terima kasih."

"Pak, Pak ... Lalu bagaimana dengan tubuh korban? Kenapa sekolah menolak media berita dan memanggil detektif untuk menyelesaikan kasus ini? Kami dengar-dengar sekolah juga tidak ingin korban di autopsi apa isu tersebut benar?"

Kepala sekolah mengangkat tangan tidak ingin menjawab, ia masuk ke dalam gedung Mayora. Beberapa petugas Mayora menahan media untuk masuk, mereka bahkan mengusirnya dari gedung Mayora. Mayat korban sedang di pindahkan ke ambulan dan hendak di kebumikan. Sedangkan media dilarang keras meliput berita ini. Hanum yang sedang masak di dapur mendengar suara ponselnya yang berbunyi segera menghentikan pekerjaannya dan menjawab panggilan tersebut.

"Ya, benar. Saya Ibunya Emmanuella O'Hara, kenapa ya, Pak?"

"Hah? Gak mungkin. Baru tadi malam dia menghubungi saya, Pak! Ini gak mungkin!"

Hanum langsung menghidupkan televisi.

Berita mengejutkan dari Mayora High School, murid unggulan yang menyandang predikat tertinggi sebagai peringkat satu paralel ditemukan tewas bersimbah darah di lapangan sekolah. Murid berinisial E ini diduga bunuh diri dari atap gedung, namun belum ada satupun keterangan dari orang tua murid atau pihak sekolah mengenai alasan E bunuh diri di sekolahnya sendiri padahal ia merupakan murid yang berprestasi. Pihak sekolah juga tidak memperbolehkan media untuk ...

Kaki Hanum langsung lemas, perempuan itu jatuh ke lantai. Suaminya yang juga mendengar berita itu mendekati istrinya.

"Itu pasti bukan Emma, itu bukan Emma, Bu," ucap suaminya.

Hanum menggeleng, "Tadi aku di telfon pihak sekolah Mas. Mereka bilang anak kita ... Mereka bilang anak kita udah gak ada Mas, Emma udah meninggal!"

"Gak! Gak mungkin! Kita ke sekolah sekarang!"

***
Bersambung

IGENIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang