Igenius ch 25 : everything is swimming in the head

324 25 0
                                    

Semuanya berjalan seperti biasa. Pembelajaran tetap berlangsung, chapter exam terus menghantui para murid kelas unggulan untuk di-push belajar berkali-kali agar mendapatkan nilai yang sempurna. Dunia tidak berhenti setelah kematian Emma. Mereka hanya sibuk sebentar, lalu fokus pada dirinya masing-masing. Mungkin itu juga yang akan dirasakan oleh semua manusia di semesta ini. Mereka hanya sedih sebentar saja, lalu? Dunia akan tetap berjalan seperti biasanya. Karena dunia bukan tentang kita. Karena bukan Emma lah pemeran utamanya.

Rhea mendekati Daniel yang sedang sibuk dengan laptopnya. Perempuan itu meletakkan minuman kopi kemasan di atas meja kantin yang di pesan Daniel. Laki-laki itu mengerutkan dahinya, ia menoleh ke arah Rhea yang tersenyum kecil.

"Boleh gue duduk?"

Daniel mengangguk. Ia fokus lagi pada laptopnya. Rhea sedikit mengintip, namun Daniel malah mengalihkannya.

"Ngapain lo? Tumben."

"Yaelah, gue cuma mau duduk bareng lo emang gak boleh? Lagian kita udah kenal lama tapi semenjak masuk kelas unggulan kita jarang ngobrol apalagi waktu Emma masih hidup."

"Terus? Lo mau ngomong apa?"

"Gue beli ini buat lo, biar gak ngantuk." Rhea mendekatkan minuman kemasan berbentuk botol itu di dekat lengan Daniel. Laki-laki itu menerimanya dan berterima kasih. Ia berkutat lagi pada laptopnya, mengacuhkan Rhea yang terus memandangi Daniel dari arah dekat.

Perasaan itu masih sama sejak tiga tahun yang lalu. Daniel dan Rhea memang tidak terlalu dekat seperti orang yang bersahabat, tapi di banding dengan anak unggulan lainnya, Daniel lah yang paling mengerti soal kehidupan Rhea, jadi Rhea sering curhat dengan Daniel. Namun belakangan ini, mereka bahkan bertengkar dan tak pernah bertegur sapa walaupun mereka sekelas.

"Lo beneran suka sama Emma ya Daniel?"

"Kalau iya kenapa?"

"Tapi gue denger dari Aldeo kalau lo deketin Emma cuma karena mau tau dan ngerasain kehidupannya aja, setelah itu lo makin merasa benci sama Emma."

"Iya, bener. Tapi kalau di pikir-pikir gue gak akan repot-repot nyari siapa dalang dibalik pembunuhan Emma kalau gue gak ada rasa sama dia. Lo tau itu kan?"

Rhea tertawa kecil, "Lagian ngapain nyari pembunuhnya coba? Polisi juga udah nutup kasus ini karena gak ada titik terangnya. Orang tua Emma juga udah nyerah dan gak jadi autopsi jenazah Emma. Lambat laun dunia Mayora juga udah berjalan seperti biasanya kaya gak terjadi apa-apa."

"Kok lo gampang sih ngomong gitu Rhe? Ini nyawa manusia loh. Ya gue tau semua murid unggulan punya egonya masing-masing, mereka lebih mentingin diri sendiri dari pada orang lain. Tapi ini lain. Ini menyangkut nyawa. Seseorang mati terbunuh di sekolah lo sendiri yang bahkan orang itu temen sekelas lo. Gue perhatiin, lo bermuka dua ya Rhe."

"Ma-maksud lo?"

"Waktu Emma masih hidup lo akrab banget sama dia, malahan lo yang selalu bela Emma waktu Selena gangguin dia. Tapi sekarang? Justru lo yang mempengaruhi orang untuk gak ungkap kasus pembunuhan itu lagi. Lo tau kan Emma sendiri yang bilang kalau ini ada sangkut pautnya dengan kelas unggulan? Dan lo kelas unggulan Rhea. Kita harus cari tahu penyebab kejadian malam itu."

"Lo yang munafik, Daniel. Lo yang bilang kalau lo deketin Emma cuma karena pengen ngerasain harmonisnya keluarga dia, tapi semakin lama lo kenal kehidupan dia semakin lo benci. Trus lo bilang gue munafik? Gue rasa semua kelas unggulan juga tenang dengan kematian Emma. Gue rasa Krystal, Aldeo, Selena, gue bahkan lo juga gak dirugikan dengan kematian dia. Seharusnya lo bersyukur karena peringkat lo ada di tiga besar. Yang dimana tiga besar itu selalu disanjung guru."

Daniel berdecih, ia menutup laptopnya, "Gue gak perlu pujian dari guru. Gue gak gila hormat kaya anak-anak Mayora. Gue masuk sekolah sini dan jebol igenius cuma karena penasaran dengan sistem peringkat yang katanya keren sampai sampai masuk berita, buktinya setelah gue jalani? Gue banyak lihat anak-anak unggulan yang tertekan bahkan gak jarang stres karena sistem sekolah yang udah di sanjung-sanjung ini."

"Terus kenapa lo gak keluar aja?"

"Tadinya setelah kematian Emma gue mau keluar, tapi gue harus tuntasin teka-teki ini dulu. Menurut lo, siapa yang paling beruntung dalam kejadian ini?"

Lidah Rhea kelu, Daniel mendekat dan tersenyum miring padanya. Apa-apaan ini? Apa laki-laki tersebut tahu bawa Rhea lah orang yang dicari-cari Daniel selama ini?

"K-kok lo natap gue gitu? Bukan gue yang bunuh! Gue berani sumpah, gue gak tau apa-apa."

"Siapa yang nuduh lo? Gue cuma mau bilang, gue punya argumen bahwasannya orang yang paling diuntungkan dari kematiannya Emmanuella O'Hara adalah semua murid kelas unggulan, 12-Igenius. Masuk akal 'kan?"

Rhea mengerutkan dahinya hingga alisnya menyatu. Senyuman Daniel menyiratkan hal lain. Tapi Rhea bukan manusia super yang memiliki kekuatan untuk membaca maksud tatapan orang lain! Setelah mengatakan itu, Rhea melihat jemari Daniel bergetar seperti orang yang ketakutan. Sekali lagi, Rhea tak paham. Maka dari itu ia memilih untuk bertanya lagi.

"Maksud lo gimana sih? Gue gak ngerti. Yang paling diuntungkan semua murid kelas unggulan? Berarti pembunuhnya salah satu dari kelas unggulan?"

"Ya." Daniel menoleh lagi ke arah Rhea. Perempuan itu meneguk ludah. Apa Daniel sekarang sudah mendapatkan nama tersangkanya dan akan segera melapor ke polisi?

Kenyataannya tidak. Daniel malah terlihat seperti seseorang yang berbeda yang tadinya sibuk menuduh orang-orang atas kematian mantan pacarnya sendiri. Tangan Daniel bergetar hebat, Rhea mengerutkan keningnya.

"Tapi siapa?" tanya Rhea lagi.

"Gue masih ragu buat ngomong ini. Tapi yang jelas, malam kejadian Emma diduga bunuh diri dari atap gedung Mayora, gue bohong soal gue males masuk les pengayaan. Gue memang udah rencana gak akan masuk les malam itu. Dan gue mabuk malam itu karena kesel habis berantem sama Emma. Tapi paginya gue buka tv, berita kematiannya muncul. Gue gak tau dan gak paham, di kepala gue isinya berantakan. Gimana bisa Emma meninggal dan apa aja yang udah gue lakuin malam itu. Gue gak inget. Yang gue inget, malam itu gue ada di gedung Mayora, gue gak kemana-mana. Tapi gue lupa kejadian setelah itu."

Rhea menguatkan genggamannya pada kursi kantin, "Ma-maksud lo?"

Daniel menoleh, "Lo percaya gak kalau sebenernya gue yang udah bunuh Emma malam itu?"

***
Bersambung

IGENIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang