Chapter 4

406 37 90
                                    

Renjun yang mendapati kabar tentang Jeno tadi langsung melesat pergi ke Busan.

Perjalanan yang ditempuh cukup jauh, Renjun hanya memandang sekitar dengan tatapan datar. Di jok belakang ada Chenle, Jisung dan Jaemin yang sama-sama acuh, ya Jaemin turut ikut dan membolos satu mata kuliah.

Tak ada yang membuka pembicaraan, entah karena malas atau karena tidak tau harus memulai dengan topik apa.

"Sudah memberitahu dosen mu?" tanya Renjun tanpa menatap ke belakang.

"Sudah." jawab Jaemin singkat.

Mobil berhenti, rambu lalu lintas berwarna merah. Dalam keterdiamannya, Renjun melihat seorang lelaki muda yang duduk di kursi roda tengah tertawa bahagia bersama saudaranya.

Pandangannya sendu, dia kembali mengingat keadaan dirinya dulu.

Tepat nya ketika beberapa hari Jeno lahir.

Renjun menatap ke arah ibu nya dengan tatapan berbinar. Tapi hal yang paling dia benci dan kecewa adalah ibunya yang sering melewati dirinya begitu saja.

Helaan nafas terdengar dari anak kecil berusia 2 tahun itu. Dia menatap sendu ke bawah tepat pada kaki nya.

Berpikir bahwa ibunya kecewa karena memiliki anak cacat yang tidak berguna seperti dirinya.

Dia tumbuh tidak seperti anak kecil pada umumnya, di usianya yang terbilang masih muda. Dia sudah cukup memahami dan sangat perasa pada sekitarnya.

Terkadang dia merutuki dirinya sendiri karena terlahir menjadi lumpuh, walau kata dokter hanya lumpuh sementara. Dia selalu bertanya pada dirinya sendiri, sampai kapan dia harus memakai kursi roda setiap dia beranjak dari ranjang nya?

"Kenapa kau melamun?" tanya anak lelaki yang berbeda 2 tahun dengannya.

"Tidak apa-apa Mark hyung."

"Tidak melukis hari ini?" pertanyaan Mark dijawab gelengan oleh Renjun.

Mark mengerti hati adiknya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Baiklah. Mau ke taman belakang?" Renjun mengangguk antusias.

Mereka berdua kini berada ditaman, Mark menunjukkan dan memberitahu beberapa nama bunga serta tanaman yang dia ketahui kepada adik nya.

Renjun sesekali mengangguk dan bertanya. Mark dengan sabar menjawab semua pertanyaan adiknya.

Mark pun melakukan beberapa permainan yang bisa dilakukan bersama Renjun.

Keduanya tertawa lepas dan sesekali mengejek satu sama lain.

Nafas Mark tersenggal karena berlarian ke sana kemari. Kini anak itu duduk dibawah dekat kaki Renjun, tak enak hati, Renjun pun meminta agar ia diturunkan dan duduk di dekat Mark. Lantas keduanya pun berbaring bersamaan di atas rumput.

Mata keduanya menatap hamparan langit biru dengan awan disekitarannya.

"Renjunie. Suatu saat nanti jangan pernah mengeluh dan menyalahkan siapa pun atas apa yang terjadi pada dirimu. Terima dan syukuri semua nya, bisa saja apa yang terjadi pada saat itu, memiliki sesuatu yang bisa membahagiakan mu dikemudian harinya."

Renjun tersenyum tipis ketika mereka sudah hampir sampai. "Boleh kah kali ini aku mempercayai kembali ucapan mu pada saat itu?"

*****

"Maafkan aku Jeno." lirih Renjun yang entah ke berapa kali.

Dia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga adiknya dengan benar.

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang