♡♡♡
Seperti perintah Dario, siang itu Rafael sudah mengumpulkan orang-orang yang bekerja dalam misi rahasia.
Tanpa kenal ampun Rafael menembak satu persatu pria itu hingga mereka semua tewas dengan kepala bolong, sebenarnya mereka semua tidak salah namun demi keamanan bersama Dario terpaksa memerintahkan Rafael menembak mati semua pekerjanya, Setelahnya ia menuang bensin dan membakar mayat tersebut.
Dario bertepuk tangan, kemampuan menembak Rafael sudah banyak peningkatan, terlihat dari cara peluru itu menembus tepat di kening para pekerja dan ia bangga melihat itu
"Kau sudah hebat sekarang" puji Dario, ia menepuk pundak Rafael berulang kali namun Rafael justru merasa aneh dengan cara bicara bosnya itu
"Terima kasih semua berkat anda Tuan" balas Rafael sambil menunduk.
"Hm" hanya itu respon Dario.
"Bisa tinggalkan kami berdua?" beberapa pengawal segera meninggalkan Rafael dan Dario di ruangan tersebut.
Suasana sekarang lebih mencekam di banding mendengar rintihan para pekerja tadi saat mereka akan segera menemui ajalnya, atmosfer terasa lebih dingin padahal api masih menyala membakar tubuh para pekerja tersebut.
Dario duduk di sebuah sofa yang menghadap ke arah Rafael.
"Bagaimana rasanya memeluk Ana?" Dario tersenyum tipis namun Rafael tahu itu senyuman saat Dario sedang marah, ia tentu bisa membedakannya.
Rafael menelan ludah, tangannya semakin erat menggenggam pistol.
"Jangan salah paham Tuan, aku hanya menenangkannya, aku tidak memiliki perasaan apapun padanya" tegas Rafael, walaupun keringat dingin kini mengalir di pelipisnya.
"Aku juga tidak berharap kau menyukai gadisku atau kau ingin bersaing denganku?" Tanya Dario dengan nada mencemooh.
Rafael spontan menundukkan tubuhnya di depan Dario.
"Tentu tidak Tuan" ujarnya lagi.
"Mana mungkin aku berani bersaing dengan Anda".
"Jangan lupa bahwa aku hanya memintamu untuk menjaganya, hanya karena aku membiarkanmu bersamanya, jangan gunakan kesempatan itu untuk menyentuh apa yang bukan milikmu atau kau juga akan segera menjadi abu" ujarnya dingin.
"Maaf atas kelancangan saya Tuan"
"Kembalilah dan jangan sampai Ana tau tentang kejadian hari ini, bawa ia pulang dengan selamat dan ingat jangan menyentuhnya lagi, kau tahu aku tidak segan-segan mematahkan tangan siapapun yang berani menyentuh milikku" Dario keluar terlebih dahulu meninggal Rafael yang hanya bisa menghela napas kasar.
"Sial!"
Pantas saja semalam ia merasa tidak nyaman seperti ada yang memperhatikannya, ternyata Dario memang melihat kebersamaa mereka berdua, untung saja Rafael dan Ana tidak khilaf dan melakukan sesuatu yang akan membahayakan nyawanya, sementara keadaan sudah sangat mendukung.
Sepertinya Tuhan masih menyayangi Rafael.
*****
"Ana.. Pria itu sudah datang" seru Nora pada Ana, mereka baru saja selesai dengan kuliahnya, ia selalu excited setiap kali melihat pria tampan dengan mobil mewahnya.
"Aku pulang lebih dulu" ujar Ana.
Ana pun memeluk Nora kemudian menemui Rafael yang kembali menjemputnya.
"Kau terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?" Rafael mengangguk lalu membukakan pintu mobil untuk Ana.
"Silahkan" ujarnya sopan lalu kembali memutari mobil untuk masuk ke dalam jok kemudi.
"Kau tidak terlihat baik" Ana ingin menyentuh kening Rafael tapi Rafael menghindari tangan Ana yang hampir saja menyentuhnya.
"Aku hanya kurang tidur" jawab Rafael dingin lalu mulai menjalankan mobil.
Suasana terasa canggung Ana merasa ada yang tidak beres dengan sikap Rafael sekarang, tidak biasanya pria itu irit bicara.
"Jika ada yang mengganggu pikiranmu kau bisa bicara padaku, aku mungkin bisa membantumu" ujar Ana lembut.
Matanya terus memperhatikan Rafael yang kini fokus menyetir, tatapan pria itu lurus ke depan, ia seperti tidak ingin melihat Ana, pria ini menjelma layaknya robot yang sudah di kendalikan, ia hanya akan berbicara jika sudah di perintahkan, Ana mendengus, benar-benar tidak seperti Rafael yang Ana kenal.
"Rafael?"
"Bisakah kau diam saja!" bentak Rafael.
Ana terkejut sambil memegangi dadanya, ia memandang kesal ke arah Rafael namun tidak berkata apa-apa lagi, mobil terus melaju hingga akhirnya mobil terparkir di halaman mansion, Ana menutup pintu dengan kencang, ia menatap jengkel ke arah Rafael yang juga sudah keluar dari mobil lalu masuk ke dalam mansion tanpa memperdulikan pria itu lagi.
Ana masuk terlebih dahulu, di sebuah ruangan, beberapa pelayan berkumpul seolah sedang menyaksikan pertunjukan luar biasa, beberapa pelayan bahkan cekikikan lalu kembali menatap ke arah ruang kaca yang ada di hadapan mereka.
Ana yang penasaranpun ikut melihat apa yang para pelayan itu lihat sehingga mereka cekikan ternyata di dalam sana ada Dario yang sedang berolahraga, keringat yang mengalir di tubuh pria itu membuat Ana mengingat singkat percintaannya dengan Dario waktu itu.
Sepertinya Dario tidak sadar bahwa ia sudah lama menjadi pusat perhatian para pelayannya, ia terus menerus melakukan gerakan yang membuat wanita yang melihatnya sesak napas.
"Alasan aku ingin bekerja disini adalah karena Tuan, ini adalah hadiah luar biasa, mataku bisa melihat keindahan itu" ujar sang pelayan pada temannya.
"Kau lihat perutnya, aku ingin mengelusnya" pelayan itu kembali cekikikan dan saling tersenyum centil.
Ana berdeham, membuat para pelayan itu terkejut dan segera menyingkir, ia menunduk hormat pada Ana, bahkan ada yang terlihat kesal karena telah menganggu waktu cuci mata mereka, setelah pelayan itu membubarkan diri, Ana kembali menatap Dario dari balik kaca dan sialnya kali ini Dario juga menatapnya, mungkin ia juga sudah melihat bagaimana Ana membubarkan para pelayan itu secara halus.
Lagi dan lagi kontak mata di antara mereka terjadi namun kali ini Dario menghampiri Ana yang berdiri di balik dinding kaca, tatapan mereka terus terpaku, Ana meneguk ludah, tubuh Dario yang penuh peluh menbangkitkan pikiran kotornya, tidak ingin munafik, Ana juga mengakui bahwa ini benar-benar indah, terlepas dari sikap bengis pria itu, Dario adalah pria dewasa yang sangat tampan, tentu wajar jika banyak wanita yang melemparkan diri mereka secara cuma-cuma di hadapan pria itu, mungkin karena hal itu juga yang membuat Ana bercinta dengan Dario waktu itu.
Ana membeku di tempatnya berdiri, selangkah lagi ia dan Dario sudah berhadapan namun bukannya berbicara pria itu justru menekan tombol sehingga tirai perlahan menutupi seluruh dinding kaca di depan Ana. Ana hampir saja tersenyum namun pria itu kembali berbalik memunggunginya.
Mau sampai kapan Dario mengabaikan Ana?
Di dalam sana Dario tersenyum tipis, dari celah tirai ia bisa melihat Ana tampak kesal, ia sebenarnya merindukan Ana tapi perlakuan Ana hari itu benar-benar melukai harga dirinya, seumur-umur ia tidak pernah di perlakukan serendah itu oleh seseorang, Dario tidak dendam maupun benci, ia hanya ingin Ana datang sendiri lalu meminta maaf padanya tapi sejauh ini Ana belum menunjukkan iktikad baiknya.
Ana kembali mengacungkan jari tengahnya saat tirai sudah tertutup secara keseluruhan, tetapi ternyata Dario masih bisa melihatnya.
"Sabar sayang, jika sudah waktunya aku akan membuatmu kembali mendesah di bawahku" gumam Dario dengan senyuman tipisnya yang bisa membuat orang diabetes saking manisnya.
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS MAN
RomanceFOLLOW SEBELUM MEMBACA✅ Penyesalan terus mendera raganya, setelah kejadian hari itu, di depan matanya, ia harus melihat kekasihnya meregang nyawa dengan peluru menembus kepala, dan yang lebih menyakitkan adalah karena ia sendiri yang menarik pelatuk...