9. Pengakuan

28 11 0
                                        

Bagian 9

"Never mind I'll find someone like you.

I wish nothing but the best for you, too.

Don't forget me, I beg. I remember you said.

Sometimes it lasts in love, but sometimes it hurts instead."

***

Tifa memoles wajah dengan pelembab, lalu menimpanya dengan bedak tipis-tipis. Tak lupa dia mengoleskan sedikit lip tint dan meratakannya dengan jari kelingking. Begitu rambutnya sudah terlihat cukup rapi, perempuan itu kemudian mengambil sepatu di rak. Dikuncinya pintu kos lalu dia melangkah ke gerbang usai memastikan tak ada yang tertinggal.

"Mau malmingan apa kerja nih?" Rika yang baru dari luar berpapasan dengan Tifa di dekat gerbang.

Tifa menggeplak paha Rika. "Berisik! Daripada situ, malming di kamar mulu!"

Pelaku penggeplakan itu lantas kabur sebelum Rika memberikan balasan. Begitu keluar, Tifa langsung mendapati penampakan mobil Danis di seberang kosnya. Perempuan itu mendekat dan baru akan membuka pintu mobil, tetapi si lelaki sudah bergerak cepat membukanya dari dalam.

"Masuk, Tif!"

"Iya, Mas," jawab Tifa yang setelahnya duduk manis dan memasang seatbelt. "Kita mau ke mana?"

"Rahasia. Nanti juga kamu bakal tau," balas Danis yang mulai menyalakan mesin. "Tenang aja, kita bakal pulang sebelum jam sebelas. Aku nggak bakal ambil waktu melebihi jam kerja kamu."

Danis melajukan mobilnya sembari memutar musik. Mereka tak banyak bicara selama perjalanan karena lebih sibuk bersenandung dengan lagu-lagu yang Danis putar. Lelaki itu sengaja membuat playlist berdasarkan lagu yang sering Tifa bawakan saat tampil di kafenya. Jika didengar dengan seksama, nyatanya suara bos Tifa itu tidak buruk-buruk amat.

"Masih jauh, ya, Mas?" Tifa merasa Danis sudah menyetir cukup lama.

"Nggak kok, bentar lagi sampai. Kamu pernah ke daerah sini?"

Tifa menggeleng. "Belum. Sini udah masuk daerah kabupaten 'kan? Wah, ini vibe-nya mirip kafe-kafe di dekat jalan lingkar!" Perempuan itu mengamati sekitar dengan seksama. Ada hamparan sawah luas di sebelah kiri. Sementara itu, di sisi kanan cahaya lampu yang mendominasi memberikan kesan hangat nan syahdu.

Tak lama kemudian, Danis berbelok dan memarkirkan mobilnya.

Mereka turun dan Tifa masih memandang takjub dengan penampakan di sekitarnya.

"Cakep, ya, Mas tempatnya. Sering ke sini?"

"Ehm, baru dua kali ini sih!" Danis merasa senang melihat Tifa yang antusias. "Kita pesan dulu, baru cari tempat duduk."

Perempuan itu lantas mengekor pada Danis.

"Menunya emang sebanyak ini?" lirih Tifa saat mereka memasuki area prasmanan sekaligus pemesanan.

Danis mengangguk lalu memberikan arahan. "Yang di sebelah sini bakaran semua. Kalau fast-food sama minumnya, semua tertera di sebelah sana." Lelaki itu menunjuk ke arah kasir.

EMPHATY [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang