BAGIAN 13
I met you in the summer what a bummer
that the timing killed the mood
Didn't overthink it
It felt easy moving far away from you
°°°
Bulan berganti dan kabar baik tiba. Hanya selang dua hari selepas wawancara kerja, Tifa mendapat panggilan untuk melakukan training di tempat yang dia lamar bulan lalu. Gembira sekaligus gundah yang saat ini dia rasakan.
Gembira karena dia mendapatkan pekerjaan baru yang lebih menjanjikan dan gundah sebab ini akan menjadi tantangan baru untuknya.
Perempuan itu berterima kasih banyak pada Rika karena ini perantaranya. Meski sudah tidak tinggal bersama, dia dan mantan tetangganya masih sesekali berkirim pesan. Terakhir kali, Rika mengiriminya informasi mengenai lowongan kerja di sekolah swasta yang ternyata lokasinya tidak jauh dari kos.
Tifa sendiri bahkan tak tau akan eksistensi sekolah tersebut selama dia tinggal di kota rantaunya ini.
Awalnya, dia sedikit ragu lantaran melihat profil sekolah tersebut cukup bergengsi. Selain itu, Tifa belum berani mengambil risiko untuk menjadi guru di sekolah. Perempuan itu merasa kalau pekerjaan semacam itu berat baginya. Apalagi dirinya tinggal sendiri di kota orang.
Akan tetapi, begitu melihat gaji dan jam kerja yang ditawarkan, Tifa kemudian berusaha untuk memberanikan diri. Usai memperbarui CV, dia langsung mengajukan lamaran. Rasa percaya diri perempuan itu seketika membuncah. Dia yakin bahwa dirinya sudah memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
Karena jika tidak dicoba sekarang, kapan lagi?
"Untuk kontrak kerja, akan kami beri minggu depan ya, Ms. Minggu ini bisa observasi di kelas dulu. Kalau ada hal-hal yang belum jelas, bisa langsung tanya ke saya atau guru lain juga nggak apa-apa."
Kepala sekolah menyambut kedatangan Tifa dengan hangat. Begitu pula dengan para guru di sana. Dia merasa terharu. Bisa dibilang, ini adalah pekerjaan pertamanya.
Setahun lebih dia menggantungkan penghidupannya pada les-lesan yang tidak menentu, mencoba peruntungan freelance di start-up yang kontraknya harus diperbarui tiap dua bulan, hingga akhirnya kini dia mendapat pekerjaan sungguhan.
Walaupun demikian, Tifa masih tidak menyangka jika dirinya benar-benar akan menjadi seorang guru.
***
"Kamu beneran harus resign, Tif? Aku nggak masalah kok misal kamu cuma mau ngisi satu hari, Sabtu aja gitu kalau emang Jumat malamnya nggak bisa."Danis mencoba menegosiasi pengajuan pengunduran diri karyawan malam weekend-nya itu.
Tifa tak punya pilihan lain, dia harus melepas salah satu pekerjaan—yang sekarang menjadi sampingan—nya. Sebab, dia tidak mungkin memforsir tenaga dan pikirannya untuk sekolah, les, dan menyanyi di kafe. Oleh karenanya, perempuan itu memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sekaligus hobinya ini. Berat memang, namun harus dia lakukan.
"Maaf Mas, tapi aku kepingin weekend buat istirahat aja." Tifa menjelaskan jika pekerjaannya tak cukup hanya di sekolah karena ketika malam dia juga butuh belajar untuk persiapan mengajar saat pagi harinya. Sementara itu, sebagian les yang masih dia pertahankan jamnya dia pindah ke siang atau sore hari. Perempuan itu menginginkan akhir pekan menjadi waktu untuk mengistirahatkan jiwa beserta raganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
EMPHATY [On Going]
RomanceTifa menjadi salah satu dari sekian banyaknya lulusan sarjana pendidikan yang enggan menjadi guru. Perempuan itu tidak suka terikat dengan instansi sekolah. Mengajar memang passionnya, tetapi mengurus administrasi bisa membuatnya sakit kepala. Tifa...