Bab 23

206 32 41
                                    

Matahari pagi mulai menyeruak masuk ke dalam kamar Skala lewat jendela yang ternyata lupa dia tutup gordennya sejak semalam. Matanya mulai terbuka pelan-pelan. Pagi ini adalah pagi yang sangat berat untuk Skala, tidak ada Ren yang tertidur disampingnya. Bahkan pagi ini Skala terlihat berantakan, dia yang selalu menomorsatukan kebersihan diri, namun sejak semalam lelaki itu tidak mandi atau bahkan mengganti pakaiannya. Pakaiannya masih sama seperti semalam, untuk tertidur saja sepertinya Skala harus menunggu dirinya lelah.

Karena ketika dia bangun pagi ini, dia jadi ingin tidur lagi agar bisa melupakan kejadian semalam. Kejadian yang bahkan tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Skala pikir, semesta tengah mendukungnya untuk bisa bangkit dan memulai cinta baru. Ternyata, semesta lagi-lagi merenggut cintanya. Dan parahnya, kali ini Skala lah penyebab Ren pergi.

Semua salahnya.

Seharusnya dari awal Skala tak menikah dengan wanita itu, bukan karena Skala menyesal dengan apa yang pernah mereka lewati berdua, tapi Skala ingin Ren bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik darinya.

Kini, perasaannya makin campur aduk. Di satu sisi Skala mencintai Ren dan tak ingin Ren pergi, tapi di sisi lain, Skala tak ingin memaksakan Ren tetap tinggal setelah wanita itu tau latar belakang Skala yang ternyata memiliki seorang anak dari masa lalunya.

Dia mulai bangun dari tidurnya, sehancur apa pun hari ini, Skala tak boleh meninggalkan pasiennya begitu saja. Dia tetap harus profesional untuk pekerjaannya. Ada banyak orang diluar sana yang menunggunya untuk sebuah harapan.

Harapan untuk bisa sembuh dari penyakitnya dan Skala pun berharap, ada seseorang yang bisa menyembuhkan lukanya juga.

Dan dia hanya mau Ren.

Lagi-lagi Ren yang dia pikirkan meskipun air dingin sudah mengguyur tubuhnya.

Pagi ini, dengan wajah super lesu, lelaki itu berjalan menuju ruangannya. Tak heran jika penampilan Skala hari ini membuat beberapa suster yang bertugas jaga pagi langsung membicarakannya. Skala memang bukan Dokter yang sering umbar senyum, tapi bukan berarti tak ramah. Meskipun hanya sebuah senyuman, lelaki itu tak pernah melewatkan siapapun untuk hanya sekedar menyapa.

Tapi kali ini berbeda, Skala berjalan begitu saja hingga pandangannya hanya lurus ke depan. Tak ada senyum yang biasa menghiasi wajah tampan itu.

Sesampainya di ruang kerjanya pun, Skala hanya fokus sama data pasien yang harus dia operasi pagi ini.

Lagi membaca laporan kesehatan pasiennya, seseorang tau-tau mengetuk pintu ruangannya lalu wanita cantik itu pun terlihat dari balik pintu yang kini sudah dia buka lebar.

"Are you okay? " Suara Jenni yang lebih dulu terdengar.

Skala cuma melihat wanita itu sekilas lalu kembali menatap kertas yang ada di tangannya.  Dia tak menjawab, mungkin Jenni bisa langsung paham ketika dia bisa melihat bagaimana Skala pagi ini.

Jenni memilih duduk di depan meja Skala, sejujurnya dia masih kesal dengan apa yang terjadi kemarin, tapi melihat Skala berantakan pagi ini justru membuat Jenni jadi iba. Dia seperti melihat Skala lima tahun yang lalu.

"Ren, gimana?" Tanya Jenni lagi.

"She is gone..." Jawab Skala dengan wajah yang super menyedihkan.

"Dan lo diem aja?"

Skala mendongak, menatap wajah Jenni yang sama seriusnya dengan wajahnya. "Gue harus apa selain membiarkan dia pergi!! Kesalahan gue dimata dia itu udah fatal. Istri mana yang akan nerima suaminya yang ternyata punya anak dari masa lalunya! Semua ini terlalu mendadak buat Renata! Gue paham kalau gak semudah itu dia bisa menerima kondisi gue!"

You Are My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang