Bab 8

135 27 27
                                    

Hidup itu hanya sekali dan setiap waktu yang kita habiskan tidak akan pernah kembali, itulah kenapa Kaluna berharap, kesalahan yang pernah dia lakukan dulu tidak akan pernah terulang lagi. Dia nggak ingin melewatkan satu hari pun untuk mencoba bahagia.

Meskipun satu per satu masalah seakan datang kepadanya, dengan melihat Shana saja seakan masalah itu pergi perlahan.

Dia hanya ingin hidup tanpa penyesalan seperti dulu sewaktu Luna pergi meninggalkan Skala.

Makanya, setiap hari Luna ingin menghabiskan waktunya bersama Shana, putri semata wayangnya. Dia rela meninggalkan karir kedokterannya hanya demi menjaga Shana, apalagi sewaktu putrinya itu divonis leukemia dan harus menjalani perawatan rutin.

Sore ini, Luna sengaja mengajak Shana berjalan-jalan di taman rumah sakit. Sesekali Luna tersenyum saat gadis kecil itu sedang bermain bersama beberapa anak kucing yang ada disana.

"Mami, anak-anak kucing ini kasian sekali, sudah tidak punya ibu sama ayah.." ucap Shana.

"Oh ya? Kamu tau dari mana?"

"Mereka selalu bertiga aja setiap kali aku ke taman.."

"Mungkin ibunya sedang mencari sesuatu buat anak-anaknya"

Shana menggeleng. "ibunya jahat, ninggalin anaknya disini.. nanti kalo aku udah pulang, boleh gak kita bawa pulang kerumah?"

Luna berjalan mendekati Shana lalu mengusap kepala anak itu. "Seorang ibu tidak akan meninggalkan anaknya sendirian, sayang..."

"Kalo gitu, berarti ayahnya yang jahat.. kayak papi udah ninggalin mami sama aku berdua aja!"

"Sst.. kamu gak boleh ngomong gitu, nak! Papi gak jahat, kan mami udah pernah bilang, papi kamu lagi sibuk kerja.."

"Tapi aku kangen papi.. papi gak pernah telepon aku lagi.." wajah Shana berubah sedih.

"Nanti kita telepon ya?!" Luna mencoba untuk tegar, dia tersenyum seraya memeluk putri kecilnya itu.

Tanpa mereka sadari, sedari tadi Skala menguping pembicaraan mereka. Nggak tahu kenapa rasanya sesak mendengar cerita Shana yang rindu ayahnya.

Niatnya, Skala memang ingin menemui Luna dan bertanya soal chat yang dia kirimkan waktu itu, tapi langkahnya terhenti sewaktu dia melihat wanita itu sedang bersama Shana.

Skala tak ingin mengganggu kebersamaan mereka. Akhirnya Skala memutuskan untuk pulang, namun langkahnya terhenti saat dokter Sita juga sedang menatapnya nanar.

"Bukannya jadwal cuti dokter masih sampai besok?"

Skala cuma mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Saya cuma mau melihat kondisi Shana..."

"Oh. Lusa Shana sudah bisa pulang. Rangkaian pengobatannya sudah selesai dan kembali bulan depan... Semua baik-baik saja, dok!"

"Syukurlah... Kalau gitu saya permisi dulu..." Skala berjalan melewati tubuh Sita. Dia sebenernya rada nggak enak, bagaimana pun saat ini Skala sudah berstatus sebagai suami orang.

"Gak jadi ketemu Luna?" Tanya Sita hingga membuat langkah Skala terhenti lalu kembali menatap Sita. "Menurut saya masalah kalian belum selesai, saya tau dokter sudah menikah, tapi kalau masih ada hal yang perlu kalian bicarakan.. saya rasa bukan masalah!"

"Saya cuma gak mau ganggu waktu Luna bersama anaknya.. lagian yang mau saya bicarakan juga bukan hal yang penting!"

Sita membuang nafasnya panjang. Dia seperti sedang kesal sendiri dengan kedua rekan kerjanya itu. "Oke, whatever lah ya.. tapi dok, saya udah pernah bilang kan sama dokter, kalau saat ini Luna bener-bener butuh seseorang disampingnya!"

You Are My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang