Bab 2

156 27 26
                                    

Seandainya waktu bisa diputar, mungkin sebaiknya Skala menolak permintaan ibunya untuk menerima perjodohan ini. Apalagi sejak kejadian semalam yang cukup bikin Skala nggak habis pikir sama sikap Ren padanya.

Malam itu, awalnya mereka makan dengan tenang dan kelihatannya Ren juga santai saja menerima Skala dan Anggita disana. Bahkan, Skala dibuat takjub oleh kue yang dibuat Ren. Ya, Skala nggak expect kalau Ren ternyata jago bikin kue dan rasanya beneran enak.

Usia mereka memang terpaut cukup jauh, dimana Ren masih berusia 24 tahun. Sebenernya, usia Ren sudah cukup matang buat menikah, tapi kalau dibandingkan sama Skala perbedaan usia mereka sampai 10 tahun. Dan Skala juga bisa melihat kalau Ren seperti sangat hati-hati banget ketika bersikap di depan Skala dan juga ibunya.

Awalnya sih begitu ya...

Tapi ternyata, semua itu hanya topeng belaka.

Setelah makan malam, Anggita sama Berliana sibuk membicarakan hobi mereka baru-baru ini yang ternyata sama. Mereka sama-sama suka berkebun. Alhasil, buat Ren sama Skala jadi rada bosen dengerin cerita ibu mereka masing-masing.

Sadar kalau sedari tadi dua sejoli ini hanya diam, tahu-tahu Berliana punya ide buat nyuruh Ren beli buah di toko buah depan komplek.

"Ren, mama lupa. Besok kan mama mau ada arisan dirumah. Stok buah buat besok belum ada. Kamu bisa gak beliin di depan komplek, di mang ujang.. tadi sih mama udah telepon nyuruh siapin, jadi kamu tinggal ambil aja!!"

Awalnya sih Ren semangat karena dia mikirnya akan terselamatkan dari kondisi membosankan ini. "Yaudah ma.."

"Di anter Skala ya.. udah malem soalnya! Gak apa-apa kan Skala?"

Sontak saja, Skala sama Ren saling natap sebentar. "Gak usah ma, Ren sendiri aja!!"

Seakan sudah menjadi sekutu, kini Anggita ikut-ikutan bersuara. "Gak apa-apa Ren. Ini kan udah malem, depan komplek kan juga lumayan jauh dari rumah. Kamu kesana naik apa kalau gak di antar kala..."

"Ada sepeda kok tan, aku udah biasa naik sepeda!"

"Aduh bahaya anak perempuan keluar malem-malem. Kamu antar Ren ke depan ya..." Kini Anggita meminta Skala buat mengantar Ren.

"Iya ma..."

Sial, kenapa nih cowok nurut banget sih!!! Batin Ren yang akhirnya mau nggak mau menerima permintaan kedua orangtua mereka.

Kini Ren sama Skala seakan terjebak oleh permainan ibu-ibu mereka. Di dalam mobil, Ren hanya diam sementara Skala jadi bingung sendiri. Pasalnya, semenjak putus dari Luna, Skala nggak pernah berinteraksi dengan wanita manapun, kecuali Jenni dan tentu saja rekan kerjanya di rumah sakit.

"Toko buahnya dimana ya?" Seru Skala yang akhirnya buka suara duluan.

"Ada di depan komplek!" Jawab Ren sedikit ketus.

"Ya~, dari depan komplek ke kanan apa ke kiri?"

"Kanan!"

"Ok.."

Hening lagi. Skala makin bingung, padahal tadi di rumah manis banget nih cewek, tapi ternyata judes juga. Batinnya waktu itu.

"Eh..eh.. eh.. stop..stop..." Seru Ren yang mencoba membuat Skala menghentikan mobilnya tiba-tiba.

"Kenapa? Kamu jangan bikin saya jadi gugup gini dong bawa mobilnya.."

"Sori. Toko buahnya kelewatan. Tunggu sebentar ya.." dengan cepat Ren langsung keluar dari dalam mobil, tapi keningnya mengkerut sewaktu dia lihat toko buah itu sudah tutup. "Loh kok tutup sih? Katanya mama udah telepon mang ujang?!"

You Are My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang