6. Kita Sudah Usai

49 12 1
                                    

Saat Dishana bangun, matanya terasa tebal karena terlalu lama menangis. Dia beranjak duduk dan mendapati pakaiannya telah berganti baju rumah. Saat melihat jam yang menunjukkan pukul dua dini hari, dia bergumam, "Ravif sama Regina pasti tidur satu kamar. Ini malam pertama mereka."

Beberapa saat Dishana termenung, memikirkan apa yang harus dia lakukan ke depannya. Cintanya terhadap Ravif sangat dalam, melupakan lelaki itu tidaklah mudah. Namun, dia masih memikirkan Ravif yang tak membatalkan pernikahan. Hatinya sedikit ragu. Apa Ravif benar-benar mencintainya dengan tulus?

Saat kacau pikiran seperti ini, Dishana hanya ingin menenangkan diri dengan berkeliling kota. Jadi dia menyambar ponsel dari atas laci dan menelpon seseorang.

"Gue dengar lo udah balik dari Amsterdam? Kabar bagaimana? Sori kalau gue telepon pas lo mungkin udah tidur," tanya Dishana begitu panggilan tersambung. Dia turun dari kasur dan menatap pintu yang tertutup.

"Yoi. Kabar gue baik, sekarang lagi ngumpul nih sama teman-teman. Lama juga gak bertemu mereka. Sans aja, gue belum tidur kok. Kenapa nelpon?" Suara bas itu menjawab pertanyaannya dengan tenang.

"Oh, gitu. Lo bisa gak anterin mobil gue dari resto ke rumah?"

"Oke deh. Gue juga mau balik ini," balas seseorang di seberang sebelum mematikan telepon secara sepihak. Dishana berdecak kesal sebelum mengiriminya pesan.

Arhan Gendeng
Online

Dishana :
Cepetan. Gue tunggu

Arhan :
Rekening gue masih sama

Dishana :
Apart Lo mau gue bakar?

Tidak ada balasan lagi. Dishana tertawa kecil dan melempar ponselnya ke kasur, lalu masuk ke kamar mandi. Saat membersihkan diri, ponselnya berdenting dan menyala. Dua pesan muncul di jendela notifikasi.

Arhan :
[Emoji jari tengah]

Ravif :
Aku mau kita bicara di depan.

Beberapa menit kemudian, Dishana keluar dari ruang ganti dengan kaus hitam polos dan celana panjang yang senada. Dia berdiri di depan cermin seraya mengikat rambut panjangnya. Tidak ada lagi rambut tergerai, mulai sekarang dia tak akan berpenampilan sesuai keinginan Ravif.

"Gue udah gak ada hubungan sama dia. Jadi, penampilan gue terserah gue, dong?"

Dishana duduk di tepi ranjang sambil mengikat tali sepatu. Dia risau dengan matanya yang bengkak dan segera memakai kacamata hitam. Ponsel dalam genggamannya bersentuhan dengan knop saat membuka pintu. Dia bergegas menuruni tangga dan saat itu juga terdengar deru mobil dari luar. Pada anak tangga terakhir, ternyata Arhan sudah masuk dan sedang mengobrol dengan Liyana di sofa ruang tengah.

Cowok itu menoleh saat mendengar derap langkah mendekat dan segera menghampiri Dishana. Sebelum memberikan kunci mobil, dia menunjuk luar dengan benda di tangannya. "Ngapain Ravif di depan? Bukannya dia udah nikah sama Regi, ya?"

Dishana memutar bola mata, dan mengira, pasti suara mobil yang baru dia dengar itu punya Ravif. Mendengar namanya saja sudah memanaskan suasana hatinya.

"Itu bukan urusan gue. Oh iya, gue kira lo tunggu di luar." Dishana menerima kunci mobilnya seraya melirik sang ibu yang memperhatikan mereka dari sofa.

"Kebetulan gue ada janji sama Tante Liya."

Dishana mengangguk samar. Dia tahu, Arhan dan Liyana memang akrab. Mereka sudah seperti ibu dan anak.

Hah, Nikah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang