05# Pandawa VS SMA

9 1 0
                                    

Hari mulai gelap menandakan pertandingan sebentar lagi akan dimulai. Sebelum berangkat menuju lapangan pertandingan, paman Arief meminta semua pemain dan juga official untuk berkumpul, termasuk Aldi dan juga Adit yang akan bermain dalam tim SMAnya.

Berkumpul di halaman belakang dengan suasana sunyi dan sedikit menegangkan menanti kedatangan paman Arief. Tak ada yang berani bersuara, hingga akhirnya kata-kata dari Ray berhasil memecahkan suasana sunyi tersebut, "Tumben paman minta kita kumpul gini."

Kata-kata Ray mendapat anggukan dari yang lain, seoalah mewakilkan rasa penasaran dengan apa yang akan terjadi.

"Bang, lo tahu sesuatu gak kenapa kita diminta kumpul dulu." Ekiq ikut bersuara. Mencoba bertanya kepada Wawan official Pandawa karena ia sama penasarannya dengan Ray.

"Gak tahu juga gua. Paling mau dikasih saran, soalnya kan kalian bakal lawan Aldi sama Adit."

Mendengar namanya disebut membuat Aldi dan Adit saling menatap satu sama lain, "Kita mah jadi lawan di lapangan aja, kalau di luar ya seperti biasa. Iyakan Dit."

"Iya bener bang. Lagian inikan cuma permainan." Adit mengangguk setuju dengan perkataan Aldi.

"Atau jangan-jangan paman mau kasih kita bonus." Mata Echa langsung segar setelah membicarakan uang.

"Kalau itu kayaknya emang mau lo deh Cha." Sahut Nana yang tengah duduk diantara Adit dan juga Ekiq.

"Emang lo gak mau duit?"

"Ya kalau dikasih sih gue mau."

"Giliran duit langsung ijo mata lu Na."

"Lah yang matanya ijo duluan kan lu pe'a."

Perdebatan antara Nana dan Echa sontak membuat Ekiq tergelak. Tawanya yang receh membuat Didit ikut tertawa kemudian diikuti dengan gelak tawa yang lain.

"Waahhh... ini kalian pada ketawain apa sih?" Sosok yang ditunggu sedari tadi akhirnya tiba. Suara khas milik paman Arief seakan membuat suasana yang mulai menghangat kembali ke posisi sebelumnya. Walau begitu, ini tidak berlaku bagi si bontot, Adit.

"Eh paman, ini kita ketawain bang Nana sama bang Echa." Adit masih belum berhenti tertawa.

"Emang mereka kenapa?" Paman Arief sedikit penasaran.

"Ini perkara du..." Dengan cepat tangan Echa membungkam mulut ember Adit sebelum ia berhasil melanjutkan kata-katanya.

"Ihhh apaan sih lo bang. Main bekap aja." Dengan mudahnya Adit melepaskan bekapan Echa, mungkin karena badannya yang lebih bongsor. Sedangkan Echa hanya bisa tercengang seakan tak percaya Adit bisa lepas semudah itu dari bekapannya.

Paman Arief hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan dua bocah kematian itu.

"Nah ada yang tahu gak kenapa paman minta kalian kumpul dulu?" Suara paman Arief kembali membuat suasana menjadi sunyi. Hanya ada gelengan kepala tanpa suara.

"Jadi gini, karena malam ini Aldi dan Adit akan jadi lawan kalian, paman harap untuk main yang suportif. Jadi lawan di dalam pertandingan saja, di luar kalian tetap keluarga. Paman gak mau ada pecah belah diantara kalian hanya gara-gara lomba. Semuanya dengar pamankan?"

Hanya ada anggukan di tengah kesunyian. Tak ada yang berani bersuara.

"Aldi, Adit, dengar kata-kata pamankan?"

"Dengar paman." Aldi dan Adit kompak menjawab.

"Menang kalah itu biasa. Mau yang menang nanti SMA atau Pandawa semuanya sama. Kalau SMA menang, yang lainnya harus ikut senang. Kalau Pandawa yang menang Aldi sama Adit juga harus ikut senang. Mengerti semua."

PANDAWA VOLLEY BALL || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang