5. Pesantren

72 41 38
                                    

09.00

Cahaya mentari menembus di sela ventilasi kamar, cahaya yang menyilaukan itu tetap tidak mengganggu Perempuan cantik yang masih setia dengan selimut.

Tiba-tiba selimutnya ditarik. Merasa terganggu, perempuan itu membuka matanya pelan. Matanya menyipit ketika mendapati Riyan sudah berdiri di hadapannya, dilihat penapilan papanya dari atas sampai bawah rapi yang siap pergi.

"Ayo berangkat, kita tertinggal pesawat nanti."

Tensa pikir masuk pesantren cuma mimpi tapi ternyata. Ah sudahlah.

Tanpa menjawab ajakan Riyan, Perempuan itu mengucek matanya sambil beranjak ke kamar mandi.

Laki-laki paru baya itu sendiri yang membangunkan putrinya, karena Dira sudah ke butik mengambil hijab dan katanya nanti akan menyusul saja. Dira tadi sudah membangunkan Tensa, tetapi tidak ada sahutan dari dalam. Hingga akhirnya Riyan sendiri saja yang membangunkan putrinya.

Riyan menunggu Tensa di ruang tamu. Bersama satu koper besar yang sudah disiapkan Dira kemarin.

20 menit kemudian matanya mendapati Tensa berjalan turun tangga menghampiri.

Laki-laki berumur kepala 4 itu menatap penampilan putrinya dari atas sampai bawah. Dilihatnya, Tensa memakai celana jeans hitam, baju hem kotak-kotak biru, lengannya sengaja digulung hampir mencapai siku, serta sepatu kets warna putih. Tak lupa rambut yang selalu di kuncir kuda.

"Astagfirullah. Pakai gamis Tensa. Sudah di siapkan mama, tadi papa taruh di atas kasur."

"Enggak. Tensa sudah nyaman seperti ini."

"Kita mau ke pesantren. Nanti apa kata orang disana yang melihat penampilan kamu seperti itu? "

"Biar saja." Ucapnya tidak perduli sambil melangkah menuju pintu utama.

Sedangkan Riyan membawa koper Tensa mengikuti putrinya dari belakang sambil beristighfar. Mau bagaimana lagi. Mumpung Tensa mau dimasukkan pesantren, kalau dirinya terlalu keras sekarang yang ada Tensa berubah pikiran tidak mau ke pondok. soal penampilan gampang nanti bisa di rubah. Pikirnya.

-------

Butuh waktu kurang lebih 2 jam sampai tempat tujuan, Riyan memilih jalur udara agar cepat sampai ke pesantren al-Attas.

Perempuan cantik itu duduk di sebelah kemudi sambil memakan cilok yang di belinya di pinggir jalan tadi. Ya, dirinya lebih milih cilok daripada nasi untuk mengganjal perutnya yang sudah lapar, karena tadi belum sempat makan udah keburu pergi.

Padahal tadi sudah di ingatkan Riyan bahwa, beli nasi saja supaya perutnya kenyang, tapi tetap putrinya maunya cilok. Hingga Riyan tetap beli nasi, katanya di makan nanti kalau sudah sampai di ponpes al-Attas. Kalau sudah begini, Tensa hanya menurut saja.

Lagi enak-enak makan cilok, tiba-tiba sudah terlihat gedung menjulang tinggi ber cat hijau yang di padukan dengan putih itu sudah terlihat di indra penglihatannya. Tak lama mobil yang di tumpangi nya berbelok ke arah gedung tersebut.

Tensa menelitih bagunan tersebut. Kalau di lihat-lihat lebih besar daripada sekolahnya dulu padahal SMA Pelita Harapan merupakan SMA favorit di Jakarta. muridnya hampir mencapai 20 ribu siswa.

Penasaran, setelah mencari tau sekilas di google, ternyata PP al-Attas merupakan pondok pesantren tertua di Jogja, dan santrinya sudah mencapai hampir 40.000 santri.

Wowww keren sekali.

Terdengar suara pintu mobil di buka. Membuat Tensa tersadar dari lamunannya.

Tiba-tiba terdengar suara papanya yang menyuruhnya turun.

I love You Gus AlfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang