17. Meninggalkan Pesantren

54 39 3
                                    

Saat ini, Gus Alfi di kamar mengemasi beberapa pakaiannya untuk di bawa ke Mesir.

Tidak butuh waktu lama, 35 menit cukup untuk dirinya beberes.

Setelahnya, laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Pakaian yang di kenakan yaitu celana jeans yang di padukan dengan kaos hitam yang di lapisi dengan jaket denim, dan tak lupa juga sepatu sneakers putih yang mendukungnya terlihat keren.

Penampilan Gus Alfi yang tidak seperti biasanya, membuat siapapun yang melihat pasti menatap pagling.

Setelahnya, Laki-laki itu menyeret  kopernya keluar kamar. Matanya sudah mendapati keberadaan abi yang sedang duduk di ruang makan sedangkan ummi Aisyah menata hidangan dimeja makan.

Ummi Aisyah yamg melihat keberadaan putranya, sontak menghentikan aktivitasnya lalu menyuru putranya makan terlebih dahulu. "Makan dulu Alfi."

Mendengar ajakan tersebut, Gus Alfi mengangguk patuh, kemudian mendaratkan pantatnya untuk duduk di kursi meja makan yang sudah di sediakan.

Tidak butuh waktu lama, cukup 10 menit dirinya menghabiskan makanan. Setelah makan matanya menatap kedua orang tuanya penuh harap. "Abi, ummi. Doakan Alfi ya semoga selamat sampai tujuan dan semoga apa yang Alfi pelajari disana bermanfaat."

Mendengar ucapan putranya membuat kyai Hasan menatap putranya. "Itu pasti Alfi, doa kami selalu menyertaimu."

"Terimakasih."

"Nanti kalau sampai sana, telfon ummi ya. Jangan pernah lupakan kewajiban kamu sebagai seorang muslim." Ummi Aisyah berpesan.

Mendengar pesan umminya, Gus Alfi mengangguk ta'dzim. "Ya sudah kalau begitu Alfi berangkat." Lanjutnya sambil beranjak.

Menyeret koper yang di antar kedua orang tuanya dari belakang, sampai di depan ndalem. "Apa mau di antar abi ke bandara saja, Alfi? " Tanyanya.

"Nggak usah abi, Alfi di antar sama mas Ali." Tolak nya halus. "Mas Ali sudah menunggu  di mobil." Lanjutnya.

Mas Ali, laki-laki abdi. Udah 8 tahun lebih mas Ali mengabdikan diri di ponpes al-Attas. Hal tersebut, sudah di anggapnya seperti keluarga sendiri.

"Hm, yasudah kalau begitu."

"Alfi, jangan lupa pesan ummi ya." Kali ini nyai Aisyah yang berujar.

"Tentu ummi, Alfi tidak akan melupakan pesan ummi." Ucapnya sambil tersenyum tipis. "Kalau begitu Alfi berangkat dulu." Pamitnya sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum." Salamnya.

"Waalaikumsalam." Jawabnya kompak. Abi Hasan menepuk pelan lengan putranya sambil berujar. "Hati-hati."

Dengan ta'dzim Gus Alfi menjawab. "Iya abi."

-----------

13.20

Tensa berjalan mengelilingi pesantren. Kalau di lihat-lihat perempuan itu persis mau ngeronda.

Tanpa sadar matanya mendapati Gus Alfi berjalan sambil menyeret kopernya. Sontak perempuan itu menghampiri, barang kali Gus Alfi kabur dia mau ikut juga.

Sesampai di  belakang Gus Alfi, tanpa sopan dia menepuk keras punggung laki-laki itu yang untungnya tertutup jaket sambil mengagetkan "WOY."

Merasakan tepukan yang ada di punggung serta suara keras, sontak Gus Alfi mengelus dada kaget. "Astagfirullahalazim."

Mendengar itu, muka Tensa tak santai. "Ngapain sih istighfar terus. Sudah di bilangin saya bukan setan juga." Omelnya.

Tau bahwa yang menepuknya dari belakan yaitu perempuan yang dari kemarin membuatnya tidak tenang, dengan segera Gus Alfi menundukkan pandangannya.

Tensa baru sadar bahwa outfit yang dipakai Gus Alfi tidak seperti biasanya. Biasanya laki-laki itu kalau tidak memakai jubah ya sarung atasan koko.

Kalau di lihat-lihat tampan juga.

"Mau kabur ya? Saya mau ikut juga." Ucapnya sumringah, bahwa bukan hanya dirinya yang mau kabur, laki-laki tampan di depannya juga mau kabur. Ternyata dia tidak sendirian, pikirnya.

Setelah mendengarkan pertanyaan tersebut, Gus Alfi berucap sambil menunduk. "Saya bukan kabur, tapi saya mau melanjutkan pendidikan ke Mesir."

Mendengar itu sontak wajah Tensa murung. "Yaa, saya pikir anda kabur." Tapi setelahnya wajahnya kembali semringah. "Kalau di pikir-pikir ada untungnya juga. Oke, tapi jangan lupa pulang bawa oleh-oleh." Ucapnya.

Tanpa menjawab ucapan perempuan yang ada di depannya ini, Gus Alfi mendongak menatap mata perempuan itu.

Sontak Tensa yang di tatap itu melongo melihat wajah tampan laki-laki itu.

Tampan.

Bukan hanya tampan, tapi sangat tampan.

"Apa dia manusia? Kenapa tampan sekali, selama hidup baru kali ini melihat laki-laki setampan itu, pantas saja Reva mengidolakannya." Batinnya

Memang selama bertemu, Gus Alfi selalu menundukkan kepala membuat Tensa yang melihatnya tidak begitu jelas. Reva juga sering menyebutkan ciri-ciri Gus Alfi tapi ucapan Reva cuma dianggapnya angin lalu.

Tapi sekarang dia melihat sangat jelas muka Gus Alfi dari jarak satu meter saja.

Tampan!

Tenyata ucapan Reva waktu itu benar.

Tatapan mata yang menedukan. Alis tebal, bola mata hitam pekat, bulu mata lentik, hidung mancung, bibir tipis, kulit putih, dan juga bentuk tubuh ideal.

Gus Alfi yang dari tadi melihat perempuan yang ada di depannya melongo. "Tensa." Panggilnya.

Mendengar panggilan tersebut membuatnya tersadar dari lamunan.

Apa katanya.

Tensa!

Baru kali ini laki-laki tampan itu memanggil namanya.

Belum sempat di jawab perempuan yang ada di depannya. Gus Alfi melanjutkan ucapannya. "Jadi wanita shalihah, sopan santun, kalem, dan juga nurut ya." Pesannya.

Tensa melongo mendengar pesan Gus Alfi, suaranya lembut sekali.

"Kamu dengar saya kan? " Tanyanya lagi.

Tensa mengangguk. "Iya, iya, saya denger." Ucapnya tanpa berkedip.

Mendengar jawaban Tensa Gus Alfi tersenyum tipis. "Saya kembali dari Mesir, saya mau pertama kali yang saya lihat disini adalah perubahan sikap kamu."

Tensa tidak memperdulikan ucapan Gus Alfi, dia sibuk dengan menatap wajah dan senyum Gus Alfi.

Manis sekali woyyy.

"Kalau begitu saya pergi. Assalamu'alaikum." Pamitnya sebelum beranjak pergi melewati perempuan yang ada di depannya.

Gus Alfi sudah tidak terlihat dari hadapannya. Tensa baru tersadar dari lamunanya.

Apa katanya tadi, ingin melihat dirinya berubah?

Dengan segera, Tensa memutar tubuhnya menghadap Gus Alfi, yang berjalan menjauh.

"KALAU SAYA SUDAH BERUBAH, SAYA SUDAH TIDAK DISINI LAGI." Teriaknya.

Mendengar teriakan tersebut, Gus Alfi menghentikan langkahnya, kemudian menoleh menghadap ke belakang. tersenyum tipis, sangat tipis sampai Tensa tidak menyadarinya.

"Kalau kamu sudah tidak disini, berarti kamu bukan jodoh saya." Gumamnya pelan sebelum membalikkan tubuh melanjutkan langkah yang sempat tertundahnya tadi.

Sedangkan Tensa yang melihat bibir Gus Alfi yang mengatakan sesuatu, tapi dirinya tidak mendengar. "BICARA APA WOY?" Tanyanya berteriak agar Gus Alfi yang semakin menjauh itu mendengar.

Gus Alfi memang mendengar teriakan tersebut, tapi dirinya tidak menanggapi dan lebih memilih berjalan menjauh menuju mobil.

Sedangkan Tensa, berdecak sebal karena teriakannya tidak di gubris. "Ah, tidak penting juga." Ucapnya sambil melanjutkan langkah menuju kamarnya.

12/6/23







I love You Gus AlfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang