Dinginnya malam tidak membuat sepasang ayah dan anak yang tengah bercengkerama ria di teras rumah dengan ditemani segelas teh hangat mengakhiri kegiatan mereka. Bahkan sudah berjam-jam, ayah dan anak itu duduk di teras rumah beralaskan tikar yang sudah terlihat tua.
Sesekali tertawa karena sang ayah menceritakan hal-hal yang menurut Sang anak sangat lucu. Namun, suasana berubah menjadi sedikit emosional ketika sang ayah bertanya. "Jika Bapak boleh tahu, siapa cinta pertama kamu, Nak?"
Setelahnya, kekehan kecil terdengar dari sang anak. Diraihnya tangan sang ayah yang sudah berkeriput dan kurus itu, lalu diusap dengan begitu lembut. "Pak, dengarkan Arin, ya. Banyak yang bilang, cinta pertama seorang anak perempuan itu Ayahnya, bukan?"
Sang ayah mengangguk pelan.
"Dan hal itu terjadi pada Arin. Cinta pertama Arin itu Bapak."
Senyuman tergambar di wajah sang ayah, Danu. Danu pikir, Karina akan menjawab orang lain atau lebih tepatnya kekasihnya sebagai cinta pertamanya. Tapi, ia salah besar. Jawaban yang Karina berikan padanya sukses membuat Danu tenang dan bahagia. "Bapak pikir, kamu akan menjawab kekasih kamu, Rin," celetuk Danu.
"Arin tidak punya kekasih, Pak." Karina memprotes. Gadis itu tidak berbohong, ia memang tidak memiliki yang namanya seorang kekasih. Karena apa? Karena ia tidak ada waktu untuk hal itu. Ia disibukkan oleh yang namanya sekolah dan pekerjaan paruh waktunya setelah pulang dari sekolah.
Tidak ada alasan lain mengapa Karina bekerja paruh waktu. Karena gadis itu harus mencukupi kebutuhan hidupnya dan sang ayah. Ayahnya yang sakit-sakitan membuat Karina terpaksa bekerja paruh waktu di sebuah toko kelontong. Merelakan waktunya sepulang sekolah untuk mencari pundi-pundi rupiah. Hidupnya pun bisa dibilang serba kekurangan. Membuat Karina merasakan pahitnya kehidupan.
Bertanya kemana ibunya? Entahlah, gadis itu juga tidak tahu kemana Ibunya pergi. Terakhir kali ayahnya bilang, ibunya pergi dua bulan setelah Karina lahir. Gadis itu bahkan tidak mengetahui wajah ibunya. Tetapi ayahnya selalu berkata, ibunya itu cantik dan manis ketika sedang tersenyum.
Pernah, suatu Karina masih kecil. Ia selalu bertanya keberadaan sang ibu dan Danu hanya menjawab, "Ibu sedang pergi ke suatu tempat, Rin. Tapi, pasti Ibu akan kembali."
Ada sedikit rasa kecewa terhadap ibunya. Ia selalu bertanya-tanya, mengapa ibunya itu tega meninggalkan dengan sang ayah? Dan jangan tanya seberapa besar Karina menyayangi ayahnya. Ayahnya yang Selalu menemaninya, entah dalam keadaan suka maupun duka.
"Bapak, Arin sayang Bapak. Peluk Arin lebih lama, ya, Pak? Karena Bapak itu semesta-nya Arin."
Halo! Nantinya beberapa part di cerita ini akan diambil dari kisah nyata. Jadi, mohon dukungannya.
Aku juga menerima kritik dan saran. Misal, ketikan aku ada yang sekiranya menyinggung, mohon ditegur, ya (diusahakan dengan bahasa yang baik dan sopan).Salam,
Illa Wardoyo
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, ya, Pak?
General FictionBagi Karina, ayahnya adalah segalanya. Yang menemaninya dalam suka maupun duka. Sedari kecil hidup tanpa figur seorang ibu, membuat Karina sering merasa iri dan sedih. Tetapi, ayahnya tak pernah membiarkannya bersedih. Ayahnya selalu berusaha mengis...