Zhafi menepi ke taman rumah sakit untuk menerima panggilan ayahnya. Sedikit-banyak, dia sudah paham alasan yang mendasari sang ayah menghubunginya kali ini.
Laki-laki itu mengabaikan ragam tatapan yang ditujukan padanya dan tetap fokus mencari tempat nyaman baginya menerima panggilan. Hingga dia memutuskan asal, memilih duduk di kursi tunggal di sudut taman. Tempat yang cukup jauh dari keramaian terdekat.
Ponsel Zhafi kembali berdering setelah panggilan pertama sengaja dia abaikan guna mencapai posisinya saat ini. Tak membuang waktu lagi, Zhafi segera menggulir layar ponselnya. Menerima panggilan atas nama sang ayah.
"Kamu di mana?" tanya suara di seberang sana sedetik setelah keduanya terhubung.
"Rumah sakit." jawab Zhafi tenang.
"Bersama gadis yang pingsan itu?"
"Ya."
"Dia siapa?"
"..."
"Sebenarnya Papa mengenal gadis itu..."
Zhafi terlonjak. Cukup kaget ayahnya mengenal Kyra.
"Hanya saja, papa tidak tau siapa dia bagimu hingga kamu bisa secara spontan berlari ke arahnya di tengah rangkaian upacara. Bukan hanya itu, kamu bahkan berani meninggalkan tempat begitu saja tanpa berpikir ulang akan tindakanmu." cecar Prof. Syarif panjang lebar dari seberang telepon.
"Maaf..."
"Bukan kata maaf yang ingin Papa dengar dari kamu, Zhafi."
Zhafi mendesah. Sepenuhnya paham maksud kalimat Prof. Syarif.
"Zhafi jelaskan nanti."
"Kenapa bukan sekarang?"
"Karena hal yang ingin Papa dengar bukan sesuatu yang bisa dijelaskan lewat sambungan telepon." Zhafi menghela napas. "Promise you Pa, Zhafi bakal pulang ke rumah hari ini. Zhafi akan cerita semuanya nanti ke Mama dan Papa."
Cukup lama tidak ada balasan dari seberang sana membuat Zhafi mengernyit heran.
"Pa?"
"Selesaikan urusanmu secepatnya. Papa tunggu kamu di rumah."
Tut
Panggilan yang ditutup sepihak oleh Prof. Syarif membuat putra tunggalnya hanya bisa menghela napas kasar.
Helaan berat yang ntah sudah berapa kali sepanjang hari ini.
Zhafi mengacak rambutnya frustasi. Merasa lelah akan semuanya. Ayahnya mulai curiga sementara keadaan yang mengikat dirinya bersama Kyra menjadi lebih rumit.
Zhafi mendesah. Laki-laki tampan itu mengacak rambutnya sekali lagi sebelum memutuskan bangkit, berniat menyambangi ruangan Kyra. Tidak peduli apakah Kyra akan menerima kedatangannya atau tidak, juga tidak peduli jika ternyata sosok laki-laki itu sudah berada di sana.
Apapun yang terjadi, Zhafi akan menemui Kyra.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Jalan Kita
Espiritual============================ Tentang luka, yang menjadi awal semua bermula. ~ Zhafi Hasan Sastrasanjaya Tentang cinta, yang memilih menua bersama. ~ Aksara Azzam Husani Tentang asa, yang menanti sebuah nama. ~ Salman Syair Al-Farisy Tentang kita, ya...