Malapetaka.

109 12 2
                                    

Genya akhirnya menceritakan semuanya pada Uzui dan Zenitsu. Meski agak sulit dimengerti, tapi mereka membantu sebisanya.

"Ta-tapi tempat ini berkabut tebal, akan tambah repot jadinya jika salah satu tersesat." Ucap salah satu petugas.

Mereka berfikir sesama, sejenak Genya mendapatkan ide.

"Bapak punya anjing penjaga?" Tanya genya. "Tentu punya." Jawab mereka serempak.

"Anjing bapak pasti sudah mengenali daerah ini bukan? Mereka tinggal menghafal bau kita." Ujar Genya yang dibalas dengan anggukan setuju oleh keduanya.

"Uzui sensei, zenitsu maaf merepotkan kalian." Ucap genya sembari membungkuk.

"Sudahlah, nanti saja kita bahas itu. Terlebih lagi, kau harus menjelaskan semuanya pada sensei, sebenarnya kalian ini menyembunyikan apa!!" Jelas Uzui

Genya hanya mengangguk.

Mereka mulai memasuki lembah tersebut, mereka berlima berpencar sembari meneriakkan nama Muichiro.
.
.
.
.
.
Sudah hampir 1 jam Mui mendayung perahu kecilnya tersebut ke Utara, tapi masih belum mendapatkan apa-pun.
Tiba-tiba permukaan air bergelombang. Awalnya pelan kemudian mengamuk. Mui kesulitan mempertahankan keseimbangannya yang membuatnya jatuh terbalik.

Bagaimana dengan genya? Oh, jangan tanya dia. Suara tersebut cukup untuk membuatnya percaya bahwa itu Mui. Di tempat yang sama, Zenitsu berlari dengan kencang ke arah sumber suara yang tentunya membuat Uzui sedikit linglung untuk sementara waktu. Yang kemudian langsung mengikuti kekasih mungilnya.

Tapi anehnya, Zenitsu dan Uzui beserta 2 penjaga lainnya malah kembali pada tempat yang sama.

"Lohhh, kalian???????" Ucap zenitsu kebingungan.
"Jelas-jelas tadi aku mendengar suara gemercik air.!!!" Ucap Zenitsu kesal sembari menarik rambutnya sendiri, karena untuk kedua kalinya pendengarannya salah.
.
.
.
Genya mendapati dirinya berada di ujung lembah, ia melihat sekeliling yang akhirnya melihat perahu tanpa peduli bagaimana dengan yang lain, ia mendorong perahu tersebut dan segera mendayungnya.
.
.
.
.
.
.

"Kenapa kau mengabaikan pesanku hmm??
Apakah kalimatnya kurang jelas untuk meyakinkanmu?

*Hati-hati dengan apa yang kau lihat.
Salah sedikit, maka kau akan terjatuh.
Cerna baik-baik.*

*Tanaman tanpa air dan matahari akan layu.
Makanan tanpa ada air, kau akan tersedak*
Bukankah aku sudah memberimu peringatan..?.
Kau selalu menentukannya sendiri."

Rasanya sakit, seperti sedang dimarahi oleh kaasan.  Apa itu...?

Sekelibat bayangan pertarungan muncul di hadapan Mui, membuatnya mau tak mau harus melihatnya.

Disana, ia melihat seseorang mirip dengan dirinya bertarung beriringan dengan seorang pemuda berambut cepak.

Tunggu...apa itu Genya...

Mereka berdua bertarung mati-matian, melindungi diri dan orang lain sekaligus. Namu nahas, keduanya sama-sama berujung pada kematian.

Melihat hal itu Mui menangis, sedih dan menyakitkan.

Apa maksudmu memperlihatkan ini padaku...?..

"Alasannya sederhana, karena disaat aku mati, aku tak bisa meneruskan ceritaku aku membiarkan harapan orang lain hilang begitu saja. Meskipun pada akhirnya kami Menang.
Aku juga tidak sempat menyatakan perasaanku. Perasaanku sebenarnya padanya. Aku gagal menyelamatkannya.
Aku sedih ketika ajal memisahkan kami berdua, namun aku bahagia karena takdir membawa kami kembali ke dunia yang jauh lebih baik.
Aku ingin kau menjaganya untukku.
Aku ingin kau menjaga Nii-san, kaasan dan tousan untukku.
Tapi kau mengabaikan pesanku...
Sekarang pejamkanlah matamu..
Sakit bukan...
Makna dari
*Tanaman tanpa air dan matahari akan layu.
Makanan tanpa ada air, kau akan tersedak*
Adalah kalian berdua saling membutuhkan satu sama lain. Ketika aku menyadari hal itu...semuanya sudah terlambat...
Tapi....
Terima kasih atas segalanya Muichiro...
Aku sudah menyampaikan semua yang ingin kukatakan padamu.
Terima kasih atas bantuannya.
Mungkin sebaiknya sekarang aku harus pergi...
Sepertinya seseorang sedang mencoba meraihmu...
Terima kasih dan....
Sampai jumpa...."
.
.
.

Apa aku akan mati....
Mengecewakan sekali....
Pada akhirnya keputusanku selalu salah...
Tangan....siapa....

"Pwahhh...hahh.... Mui bertahanlah!!!!!".

Genya mengeratkan tangan mui di lehernya berusaha berenang menuju tepian. Perahu yang ia naik entah pergi ke mana.

Sesampainya mereka ke tepian genya langsung menelpon Zenitsu.
.
.
"Astaga-naga!!!!!!!! Ini Genya!!!"
"Loha-loha gen???? Ehhhh, kau menemukannya!??? Syukurlah!!! Ehhh nanii!!!!!! Ok, wakatta!!! Serahkan padaku.!!!!"

Uzui melongo melihat kekasihnya tersebut. Sempat-sempatnya bercanda da dalam waktu genting.

"Jadi...?"
"Genya menemukan Mui, tapi sepertinya Mui tak sadarkan diri karena tenggelam. Aku akan menelpon kakak Mui, bisakah Abang panggil ambulance??"
Mendengar kata 'abang' membuat Uzui bersemangat.
"Wakatta!!!"
"Pak petugas, bisakah kalian mencari keberadaan genya?? Caba pakai ini!." Pinta zenitsu sembari menyodorkan sebuah syal berwarna oranye.
.
.
"Mui...sadarlah!!" Ucap genya sembari menekan dada Mui berkali. Tak lupa ia juga memberika nafas buatan untuk mui.

Kepala genya mendadak pusing, ia yang sebenarnya belum terlalu pulih mendadak demam lagi. Suhu tubuhnya meningkat drastis. Tapi tetap saja ia menekan dada Mui dan memberikannya nafas buatan.

Sampai pada titik terakhir dimana pandangannya menjadi gelap total.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc....
Jan lupa vote ya...🔅🔅🔅

Sang Peri kabut 💠Muichiro Tokito💠✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang