Bab 3

847 161 53
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

💙💙💙
MOHON VOTE SEBELUM MEMBACA

💙💙💙
.
.
.
.
.
.
.
.

Happy reading 💦

"Nggak seharusnya kamu belajar terlalu keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nggak seharusnya kamu belajar terlalu keras."

"Kalau nggak gitu aku takut nggak bisa jadi siswa terbaik di sekolah dan dapat beasiswa biar bisa kuliah di kampus impian dan kejar cita-cita, Bu. Kalau nggak dari sekarang kapan lagi? Aku pengen bikin kalian bangga. Aku nggak mau jadi anak yang gagal dan nggak berguna. Aku juga nggak mau nyusahin bapak sama ibu. Biar nanti saat dewasa aku nggak jadi beban lagi. Udah cukup sejak lahir bikin kalian repot."

"Denger Ibu baik-baik. Kamu hadir ke dunia ini karena kemauan Ibu. Ibu sendiri yang minta sama Allah untuk hadirkan kamu dalam hidup Ibu. Jadi kamu nggak punya kewajiban penuh untuk balas budi. Sampai kapan pun kamu bukan beban, tapi anugerah terindah.

"Jangan terlalu keras sama diri sendiri apalagi sampai bikin kesehatan kamu terganggu. Ibu sama bapak nggak terlalu mengharapkan itu semua. Entah nilai tinggi, prestasi, atau pangkat apa pun dari kamu. Nggak papa kalau nanti kamu gagal, nggak papa kalau kamu nantinya nggak bisa jadi apa pun. Berusaha itu perlu, tapi jangan terlalu memaksakan sampai melewati batas kemampuan kamu.

"Kamu lihat di luar sana banyak perempuan pejuang dua garis merah, itu adalah tanda betapa mereka sangat mengharapkan anak. Ibu adalah perempuan beruntung karena Allah dengan mudahnya kasih ibu kepercayaan. Jadi mana mungkin Ibu keberatan saat kamu nggak mampu membalas jasa orang tua. Dengan kamu lahir dan tumbuh dengan sehat juga itu udah lebih dari cukup."

"Betul kata ibu kamu, Nak. Jadi kamu kalau belajar fokus aja sama belajar kamu, jangan berpikir lain-lain. Kalau capek istirahat."

"Untuk apa kamu nanti berhasil tapi kesehatan fisik dan mental kamu terganggu? Ya, kan, Pak?"

Bapaknya tersenyum hangat.

Hiduplah dengan sehat, itu udah cukup untuk kami sebagai orang tua.

Setetes air mata mengalir hingga membasahi bantal, dadanya terasa sesak, hingga akhirnya dua matanya terbuka sempurna.

Itu bukan hanya sekadar mimpi, tapi kenangan lama yang menyapa akibat rasa rindu pada mereka yang sudah tidak ada. Rasanya seperti nyata dan ia merasakan kasih sayan mereka.

Satu embusan napas keluar dari mulut Mawar, kepalanya terasa berat. Namun, kesadarannya mendadak terkumpul penuh saat melihat jendela yang agak terang sebagai tanda bahwa matahari sudah terbit di ufuk Timur.

"Astagfirullahaladzim!" Gadis itu langsung turun dari ranjang dan berlari ke toilet untuk mengambil air wudu.

Seterlambat apa pun jangan pernah meninggalkan salat Subuh. Jadi Mawar tak punya alasan untuk meninggalkannya.

Di Waktu HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang