Prolog

2.3K 301 48
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Tekan vote dulu sebelum baca, yuk.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Selamat membaca 💦

"Kurang iman, kurang deket sama Allah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kurang iman, kurang deket sama Allah. Makanya depresi."

Meski agak nyelekit, tapi ucapan itu juga yang membuat saya bisa bangkit dari keterpurukan. Ya, saya sadar, saya telah lama melupakan Tuhan.

Tapi nyatanya, setelah saya mengenal Allah seperti nasihat yang mereka bilang, rasa sesak dalam dada ketika mengingat sesuatu yang menyakitkan tak lantas membuat diri ini bisa melupakan dan bersikap normal seperti dulu sebelum musibah itu terjadi.

Apakah salah saya merasa sedih? Apakah salah saya masih merasakan sesak? Apakah saya masih belum dekat dengan Allah? Apakah dosa saya masih menumpuk hingga Allah tak mau menghapuskan rasa sedihnya? Apakah ini juga hukuman? Apakah iman saya memang serendah itu? Apa saya tak layak untuk kembali seperti semula?

Bukannya membaik justru saya semakin membenci diri sendiri.

Mohon Tuhan, saya ingin sembuh dari rasa sakit ini. Hujan adalah anugerah dan berkah dari-Mu, tapi saya belum bisa melupakan kenangan menyakitkan tentang hujan yang turun di hari itu.

Saya merasa kurang ajar karena tak pernah lagi mensyukuri hadirnya hujan yang kadang membuat petani tersenyum melihat ladangnya disirami rezeki dari langit. Bahkan saya berharap hujan tak pernah ada lagi di bumi. Harapan tak logis dari seseorang yang masih butuh air untuk minum.

Kutelan liur. Berusaha melawan. Membawa langkah tertatih. Ketika badan nyaris tumbang, tetesan air yang sejak satu menit lalu turun tiba-tiba berhenti membasahi tubuhku yang gemetar.

Kudongakkan kepala, ada payung warna biru menaungi.

"Kamu nggak pa-pa?"

Perutku mendadak mual. Suaranya tak jelas. Pengelihatan buram karena air mata. Tak tahan lagi, kukeluarkan apa yang ada dalam perut. Yang keluar hanya berupa cairan saja karena saya belum makan apa-apa.

"Ma--maaf, Mbak." Muntahanku mengenai sepatu wanita si pemilik payung.

"Kamu sakit?" Bukannya marah wanita itu malah balik bertanya dengan nada khawatir. Saya tak mampu menjawab karena sesak di dada yang kian mencekik. Gemericik air terdengar menakutkan. Bagaimana mengatakannya? Bibirku yang kering hanya mampu terbuka sekadar mengeluarkan napas di tengah paru-paru yang terasa menyempit.

Sayup-sayup perempuan di sebelahku mulai panik.

"Kamu pegang payung ini, ya. Sepertinya lebih membutuhkan." Tangannya mengarahkan tanganku untuk memegang payungnya. Setelah itu wanita itu pergi entah ke mana.

Saya pegang erat-erat payung pemberiannya dan berjalan ke teras sekolah yang dekat dengan area parkiran. Lalu berlari mencari toilet sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang menurut orang lain biasa namun begitu mencekam bagi saya pribadi.

Sesampainya di dalam saya mengeluarkan earphone yang terhubung dengan ponsel dan memasangkannya ke dua telinga. Alunan musik mengalir. Tak lupa saya tutup seluruh kepala dengan jaket. Sedikitpun saya tak ingin mendengar suara hujan.

Setidaknya dengan seperti ini bisa membuat saya lebih tenang tanpa harus merepotkan orang lain.

_________

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Akhirnya aku kembali tapi malah bawa selingkuhan huhu 😭🤣

Gimana prolognya?

Udah terbayang gimana sadnya cerita ini? Yakin mau baca? Gak trauma sama Di Waktu Duha, kan? 😂

Jangan lupa ajak yang lain untuk baca cerita ini juga yaa.. In syaa Allah seru dan bermanfaat 💙💙💙

Tambahkan ke perpustakaan biar setiap update notif nya masuk 😊

01 Juni 2023
Repost : 02 Agustus 2024

Di Waktu HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang