Trisno adalah seorang lelaki 28 tahun, yang lahir dan dibesarkan di daerah lereng gunung Sumbing. Kulitnya bersih dan terang karena di daerahnya selalu berawan. Sinar matahari jarang terlihat, terutup oleh awan yang berarak. Suhu yang dingin membuat Trisno terbiasa mengenakan pakaian tertutup. Di usianya yang hampir kepala tiga, dirinya sangat langka keluar dari lingkungan desa tempat ia lahir dan dibesarkan. Paling mentok ke kota sebelah untuk mencari hiburan. Namun, semuanya berubah ketika ayahnya meninggal. Sebagai anak sulung, beban dan kebutuhan keluarga mulai ditimpakan ke atas pundaknya. Trisno yang tadinya hanya bekerja sebagai petani, mulai merasa penghasilannya tidak cukup. Untuk membayar listrik, kebutuhan sehari-hari, dan tetek bengek lainnya.
Di saat dirinya frustasi tersebut, Mak Elli yang bekerja di ibukota pulang kampung. Mendengar keluh kesah Trisno dari emaknya Trisno, Mak Elli pun mengajak Trisno untuk menjadi sopir di tempat majikannya. Kebetulan, majikannya memang tengah mencari sopir baru. Diiming-imingi gaji yang cukup tinggi, akhirnya Trisno pun berangkat ke ibukota bersama Mak Elli.
Bagaimana nasib Trisno yang merantau ke ibukota?
Apakah janji Mak Elli benar-benar akan terealisasikan?
Cerita lengkap sudah tersedia di lynk.id dengan judul Trisno, Si Sopir Baru.
Cerita ini mengandung tema cfnm, cmnm, fingering, dan humiliation.
Cuplikan Cerita:
Karena tepukan Mak Elli yang cukup keras, membuat Trisno terbangun mendadak dan gelagapan. Trisno terduduk tegak seketika dan itu membuat batang dan kepala kontolnya yang tadinya hanya terlihat sebagian, kini mencuat keluar semua dari sempaknya. "Dicari Bapak itu, Tris! Untuk kenalan!" Trisno masih belum menyadari bahwa satu-satunya yang masih berada di dalam sempaknya adalah kedua biji pelernya saja, itupun sebagian keluar dari lubang sisi kiri.
"Eh, iya Mak!" Trisno menengok ke bawah dan menyadari kondisi alat kelaminya yang tengah ngaceng. Wajahnya memerah. 'Duh, Mak Elli lihat kontolku nggak ya tadi?' Batin Trisno bertanya-tanya. 'Mana keluar semua sebatang-batangnya! Njir!'
"Bentar Mak, saya siap-siap dulu!" Trisno memberi alasan sambil memasukkan kembali batang kontolnya ke dalam sempak. Trisno ingin diberi waktu guna menata jantungnya yang bertalu. Untuk memulihkan harga dirinya yang jatuh akibat kontolnya yang terumbar. Juga untuk membenarkan posisi batang kemaluannya.
"Udah gitu aja, Ibu dan Koh Martin kebetulan sedang liburan ke Singapur. Kalau Koh Andre memang udah berangkat dari pagi. Jadi hanya ada Pak Cakra. Ayok buruan, keburu Pak Cakranya berangkat juga!" seru Mak Elli.
Trsino pun berdiri, merasa sungkan dan tidak enak hati harus membiarkan majikannya menunggu dirinya. "Tapi nggak papa begini saja, Mak?" tanya Trisno berusaha meyakinkan dirinya sendiri sambil mengecek penampilannya sekali lagi. Akibat sudah bangun dan mulai awas, kontolnya sedikit mengecil. Trisno membenarkan posisi kontolnya ke bawah.
"Iya nggak papa! Bapak juga maklum kan nanti!"
Maka hanya dengan sempak yang sudah kendor itu, Trisno mengikuti Mak Elli berjalan menuju ke rumah utama. Beberapa kali Trisno harus menarik kembali sempaknya ke atas karena sering turun sendiri akibat tali kolornya yang memang sudah renggang. Ketika sampai di ruang makan, tampak Pak Cakra sedang menikmati sarapannya. Sementara itu Yuyun sang juru masak tertegun melihat penampilan Trisno, calon sopir baru di rumah ini. Karena tadi kamar Trisno sedikit temaram, pandangan Yuyun memang kurang jelas. Lha sekarang? Tubuh seksi Trisno terpampang jelas. Ruang makan yang dikelilingi oleh kaca itu membuat sinar matahari pagi bisa masuk bebas. Membuat kulit putih bersih milik Trisno semakin terekspose. Trisno memiliki tinggi badan 176cm, dengan berat badan 70kg. Tubuhnya berotot basah. Perutnya masih ada lemak sedikit namun cukup rata, baru akan terlihat sixpack jika Trisno menahan nafas. Kedua pentilnya berwarna coklat terang, mungil.
Trisno termasuk ke dalam lelaki yang tidak begitu berambut. Wajahnya bersih bebas dari kumis dan janggut, membuatnya tampak lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Dada, punggung, perut dan pahanya mulus tanpa rambut. Ketiaknya berambut cukup dan tampak rapi, begitupula dengan jembut dan rambut di kakinya.
"Pak Cakra, ini lho Trisno, tetangga saya dari kampung," Mak Elli mengenalkan Trisno. "Kebetulan tadi masih tidur jadi saya langsung ajak ke sini, takut Pak Cakra keburu berangkat kerja!"
Pak Cakra menatap Trisno atas bawah, yang tentu saja membuat Trisno tambah gugup bukan main. Kedua tangan Trisno sibuk memegangi tepian tali kolor sempaknya agar tidak semakin melorot jatuh. "Gimana Tris? Pertama kali ke Jakarta?" salam Pak Cakra sembari mengulurkan tangan. Mau tidak mau, Trisno melepaskan pegangannya pada sempak yang tengah dia pakai dan menyambut uluran tangan Pak Cakra yang kuat dan hangat.
"Baik Pak. Semoga betah," jawab Trisno.
"Panas ya?" Pak Cakra berkata sambil terkekeh, "sampe sempakan doang gitu," tambah Pak Cakra. Trisno hanya bisa tertawa gugup. "Mak Elli ini juga, bukannya ditunggu Trisnonya pake celana dulu."
Mak Elli hanya terkekeh. "Itu Pak, kipas angin di kamarnya Trisno belum dipasang!" jelas Mak Elli tidak mau disalahkan begitu saja. Mak Elli lalu mengambil perlengkapan bersih-bersihnya, mulai mengerjakan pekerjaan sehari-harinya. Di tangannya sudah ada sapu.
"Ya sudah nanti dibantu ya, Mak!" perintah Pak Cakra, "biar Trisno nggak kabur karena kepanasan!" lanjut Pak Cakra sambil tergelak.
"Beres Pak!" jawab Mak Elli sambil berjalan ke belakang. Mulai menyapu dari belakang dapur.
Pak Cakra menyelesaikan sarapannya, menatap Trisno sekali lagi. "Ya sudah Tris, mulai besok saja nyetirnya. Hari ini istirahat dulu, rapi-rapi, beberes. Pasti masih capek kan?" Pak Cakra menunjuk ke arah selangkangan Trisno, "tuh jembutmu sampai pada nongol gitu!"